16. Sepupu Jenandra

1.6K 284 20
                                    

Mari budayakan meninggalkan jejak!
Tolong vote+komen🤗

***

Sore itu, Arkana ingin sekali memakan mie instan. Maka dari itu, setelah ia kembali dari rumah sakit, Arkana bergegas memakirkan mobilnya dan menutup pintu gerbang. Tungkainya belum melangkah sama sekali, namun keberadaan seseorang di depan sana menahan tubuhnya.

Arkana adalah lelaki dewasa. Sepanjang hidupnya, sudah tak terhitung berapa banyak jenis perempuan yang dirinya temui. Entah perempuan di keluarganya, entah teman-teman perempuannya atau bahkan perempuan yang pernah mengisi hatinya.

Mutiara—panggilan kesukaannya mungkin hanya salah satu dari jenis perempuan yang pernah Arkana temui. Bisa dibilang, perempuan itu juga tak lebih cantik dari beberapa mantan kekasihnya dahulu. Seperti yang pernah Mutia ucapkan, mungkin saudari-saudarinya lebih menarik darinya. Tetapi bagi Arkana, Mutia lah yang paling menarik diantara mereka. Ada sesuatu di dalam diri Mutia yang membuat dirinya ingin terus berinteraksi dengan perempuan itu. Jangan lupakan panggilan 'om' yang ditujukan padanya. Biasanya Arkana membeci panggilan itu setengah mati meski umurnya sudah pantas dipanggil begitu. Anehnya, ia justru tergelak ketika Mutia memanggilnya begitu.

Arkana bukan penyuka daun muda, tetapi Mutia bisa jadi pengecualian. Hei, terlalu dini jika menyebut rasa ketertarikannya sebagai cinta. Bisa saja ia tertarik karena ingin menjadikan perempuan itu sebagai adiknya, berhubung Arkana tak memiliki saudara kandung. Oh iya, satu lagi. Untuk saat ini, ia tidak memiliki rencana untuk berhubungan serius dengan lawan jenis. Meski umurnya sudah memasuki kepala tiga, meski karirnya bisa dibilang cukup stabil dan meski kedua orangtuanya kerap kali menanyakan hal ini, Arkana tetap pada pendiriannya.

"Rajin sekali, Mutiara." Ia berjalan mendekat dan menyapa dengan senyuman manis.

Bisa Arkana lihat netra perempuan itu yang meliriknya dengan sinis. Barangkali kesal karena panggilan kesukaannya atau mungkin kesal karena keberadaannya.

"Buang sampah tuh bukan rajin Om, tapi kewajiban!" ketusnya.

Cengiran Arkana melebar. "Sekalian buangin sampah di rumah Om ya, Mutiara."

"Idih, dokter kok malesan." cibir Mutia.

Arkana terkekeh. "Nanti Om kasih permen."

Mutia melotot padanya. "GAH!" Tolaknya penuh penekanan. "Terus ya Om, aku tuh bukan anak kecil yang bisa dikibulin pake permen!" imbuhnya kesal.

"Soalnya kamu manggil saya Om, berarti kamu masih di bawah lima belas tahun." sindirnya halus. "Ah, Om beliin mie instan aja ya? Ini Om mau ke warung situ tuh!"

"Idih, dokter kok makan mie instan!"

"Em–"

Suara klakson mobil menghentikan ucapannya. Ia menoleh ke belakang, seseorang tengah memakirkan mobilnya disana. Dahinya mengernyit penasaran ketika ia menangkap reaksi tak biasa dari Mutia.

"Halo, Mutia."

"M-mas Jefri ...."

Salah satu alis Arkana menukik. Mengapa Mutia bersikap seperti anak kucing sekarang?

"Kiran udah pulang belum?"

"Udah ...."

Ah, Arkana mengerti sekarang. Kasihan sekali Mutiara ini.

"Pacarmu, Mut?" tanya Jefri sembari menatap Arkana.

"Bukan!" sanggah Mutia langsung.

"Nggak usah malu-malu," Jefri tersenyum penuh arti. "Udah saatnya kamu punya pacar. Mana sekarang makin cantik, udah jadi perempuan." lanjutnya.

House of MemoriesOù les histoires vivent. Découvrez maintenant