🍃 27 - You

270 62 18
                                    

27 - YOU
 

Jeya segera mendorong tubuh Haekal menjauh. Ia mengerjap kaget mendengar bisikan sensual di telinganya hingga tak mampu berkata-kata. Sedangkan si pelaku malah tersenyum manis padanya.

"Makan es krimnya, Jeya," ujarnya enteng.

Jeya menatapnya sinis sebelum beranjak duduk di bangku disusul Haekal yang ikut duduk sedikit jauh darinya. Nampaknya pemuda itu sadar sudah melampaui batas dan membuat baby bossnya tak nyaman.

"Maaf, tadi saya bercanda."

Jeya menoleh masih dengan tatapan tak bersahabat.

"Tapi ucapan saya serius. Kamu bisa melakukan apapun bahkan jika itu melibatkan saya ke dalam masalah, saya tidak keberatan sama sekali."

"Kenapa kaya gitu?" tanya Jeya pada akhirnya.

"Karena ... karena saya mau melakukan itu. Jika itu demi kamu, apapun masalahnya saya tidak takut untuk menghadapinya."

Es krim di tangan Jeya perlahan meleleh seperti hatinya yang kini juga meleleh mendengar ucapan Haekal.

Dalam hal kasih sayang, Jeya memang selalu beruntung. Ia dilimpahi kasih sayang begitu banyak oleh keluarganya. Mereka selalu siap sedia untuknya dan menuruti semua keinginannya. Baginya itu memang hal biasa.

Tapi dinomorsatukan oleh orang lain yang jelas bukan keluarganya memberi rasa nyaman tersendiri di dalam hati. Rasanya ingin ia peluk Haekal saat ini juga.

"Es krimnya meleleh, Jeya."

Namun Jeya tak peduli. Ia biarkan es krim itu meleleh mengotori jari tangannya.

Haekal segera mengambil sapu tangan di sakunya. "Biar saya bantu bersihkan." Dengan hati-hati ia mengambil cone es krim di tangan Jeya, melemparnya ke tong sampah seperti melempar bola. Lihat, bahkan lemparannya saja terlihat sangat seksi.

Ia kembali berbalik, meraih tangan Jeya untuk mulai ia bersihkan dari lelehan es krim. "Harusnya tadi saya beli yang cup saja bukan yang cone biar gak mengotori tangan kamu."

Satu persatu jemari tangan Jeya mulai bersih. Haekal kembali melipat sapu tangannya lalu memasukannya lagi ke saku.

"Sebentar ya saya belikan lagi es krimnya." Haekal hendak beranjak namun kembali duduk saat Jeya menahan tangannya.

"Kenapa?" Bukan Haekal yang bertanya, melainkan Jeya.

"Maksud kamu?"

"Kenapa lo gak ngasih gue pelukan selamat buat kelulusan gue?"

Haekal terdiam mencerna kalimat tersebut, sebelum kemudian buka suara. "Tadi 'kan sudah."

"Tadi itu gue yang meluk lo bukan lo yang meluk gue!"

Lagi-lagi Haekal tak langsung menyahut. Ia terdiam sejenak sebelum mengutarakan isi pikirannya. "Jeya, saya rasa kurang pantas kalau saya melakukan itu ke kamu."

"Kenapa? Kita 'kan teman!"

"Kita memang teman, tapi posisi saya tetap sebagai bawahan kamu."

"Berarti kalau gue suruh lo harusnya nurut dong!"

Haekal memperbaiki posisi duduknya jadi sedikit menyamping agar bisa langsung berhadapan dengan Jeya. "Kamu mau saya gimana, Jeya?" tanyanya dengan suara lembut bak malaikat.

Shit! Jeya terlalu berlebihan memberi perumpamaan. Tapi suara Haekal barusan lembut sekali.

"Gak jadi!" ketus Jeya, ia membuang pandangan ke arah lain. Merutuk dalam hati kenapa dirinya bisa salting begini hanya karena suara lembut dan tatapan lekat Haekal.

WGM 3 - (Bukan) Pura-pura MenikahWhere stories live. Discover now