ENEMY -- 3

10K 570 16
                                    

"Lo serius?" Tanya laki-laki itu pada gadis cantik yang ada dihadapannya kini. Ruang musik milik sekolah ini seakan sudah menjadi tempat rahasia untuk berdiskusi bagi mereka berdua.

Mata tajam yang dimiliki gadis itu beralih menatap cowok yang ada dihadapannya, "Kapan sih gue pernah boong sama lo kalo soal ginian?" Tanyanya sambil tersenyum sinis--salah satu kebiasaan yang tak dapat ia hilangkan.

"Gue pengen nyoba itu cewek, jadinya," ucapan laki-laki itu langsung dihadiahi toyoran di kepalanya. "Lo kalo ngomong tuh yang bener! Jangan sembarangan!" Bentak gadis itu padanya.

Cowok itu kembali terkekeh, "Lagian jadi cewek gampang banget diboongin, 'kan gue jadi penasaran,"

"Gue nggak ngerti apa yang keren dari cewek itu," gadis itu terdiam, memberi jeda pada ucapannya. "Sampe-sampe lo berdua bisa nemplok sama dia,"

Sontak, tawa cowok itu keluar dengan kerasnya. "Lo pikir, gue beneran mau sama dia? Gue cuma pengen reputasinya ancur kok, gitu aja."

Gadis itu meliriknya, "Lo emang bener-bener jahat, ya."

Lantas, cowok itu kembali terkekeh. "Lebih jahat mana, sama cewek yang selalu ngebuat cerita horor di kehidupan nyata musuh cewek itu?"

Gadis itu menggumam, namun masih sangat jelas untuk di dengar dalam ruangan yang benar-benar sepi.

"Sialan." Gumam gadis itu.

- - - - -

"Mikayla!"

Mendengar namanya dipanggil oleh sang guru olahraga, Kayla yang tengah menutup pintu perpustakaan berlari kecil menuju Pak Genta saat pintu itu benar-benar sudah ditutup olehnya.

"Ada apa ya, Pak?" Tanyanya saat sudah berdiri di hadapan guru itu. "Bapak sudah tahu siapa yang jadi pelatih kamu nanti,"

Belum sempat Kayla bertanya, Pak Genta sudah lebih dulu memanggil..., "Evan!"

Apa-apaan ini? Kayla mulai mematung di tempat ia berdiri sekarang. Sialan. Ia terus merutuki dirinya karena terlalu bodoh dalam bermain basket. Sepintar apapun diri Kayla, sifat 'lupa' adalah manusiawi.

Kini, Kayla merasa seperti melupakan segala fakta-fakta yang ada. Kayla lupa bahwa pemimpin dari basketball club di sekolahnya ini adalah Evan. Kayla lupa bahwa jagoan basket di sekolah ini adalah Evan. Kayla lupa bahwa Evan sangat mahir dalam memainkan bola tersebut. Kayla lupa bahwa puluhan prestasi basket disekolahnya merupakan dibawah pimpinan Evan. Kayla lupa bahwa kapten basket SMA High School adalah Evan.

Kayla juga hampir lupa, kalau Evan adalah musuh dan saingannya selama dua tahun ini.

Tubuh Evan masih penuh dengan keringat, namun ia tetap berlari menghampiri Pak Genta. Diliriknya Kayla yang berdiri di samping Pak Genta dengan wajah yang tak bisa diartikan.

"Evan, kamu bisa ngajarin orang lain dalam bermain basket, kan?" Tanya guru itu. Evan menelan air ludahnya sendiri, mulai merasa gusar dengan penebakan yang terjadi di dalam benaknya.

"Tolong ajari Kayla, ya?"

Kedua pasang mata yang ada dihadapan Pak Genta sama-sama membesar. Secara tidak sengaja, mereka juga berkata dengan bersamaan, "Saya nggak mau, Pak!"

Satu alis milik Pak Genta terangkat begitu mendengar ucapan kedua muridnya ini. "Loh, kenapa? Kalian kan temenan, Kayla ketua osis, kamu wakilnya. Kelas kalian juga bersebelahan, kan?"

"Saya nggak mau temenan sama dia!" Ucapan Evan dan Kayla yang bersamaan lagi membuat Pak Genta tertawa.

Kayla menginjak kaki Evan dengan keras--sangat keras. "Lo ngikutin aja sih!"

My (Lovely) EnemyWhere stories live. Discover now