LOVE -- 22

5.8K 303 32
                                    

Gadis itu menghentakkan kakinya dengan kesal. Tatapannya terus menuju pada wanita paruh baya yang kini ada di hadapannya, seraya memberengut kesal.

"Mama! Aku udah nggak tahaaann!" jeritnya. Sontak, sang ibu mulai kewalahan. "Sabar, Sayang. Temen mama belum ngabarin lagi,"

"Sabar sampe kapan?! Aku capek, Ma! Aku hanya ingin dia jadi milik aku!"

Ibunya pun mulai mendekati sang anak tunggalnya, "Sabar, sayang ... nanti mama kasih tau deh."

"Nggak!" pandangan gadis itu menajam. "Apalagi yang mama tunggu? Ini udah kelamaan!"

"Kamu tuh nggak bisa sabar sedikit, ya?! Mama takut, salah-salah kamu malah nggak jadi dijodohin sama dia. Ngerti?!"

Bentakan tersebut membuat gadis itu bungkam seketika. Satu dari bagian otaknya berkata bahwa dia memang harus bersabar, menunggu dengan tenang agar tidak gegabah.

Tapi inilah sifat buruknya. Tidak sabaran.

Gadis itu mendengus, "Aku nggak mau tau! Pokoknya, aku harus jadi milik dia. Selamanya."

"Hmm," sang ibu tampak ragu dan sedikit tergagap. "I-iya, Sayang."

"Yaudah, tunggu apa lagi?! Cepat telepon mamanya sekarang!" perintah gadis itu seraya membentak ibunya.

"Tapi--"

"Apa?!"

Seakan takut pada ancaman yang bahkan belum dilontarkan oleh anaknya, sang ibu mengangguk cepat. Tangannya bergerak-gerak liar diatas benda pipih berlayar sentuh itu, lalu meletakkannya tepat dihadapan telinga.

"Halo, Jeng? Oh, iya. Jeng, lagi apa? Syukurlah aku nggak ganggu. Hmm, gini, tentang perjodohan itu gimana, ya?"

Terjadi hening yang sangat lama, menandakan bahwa ibu gadis itu sedang mendengarkan omongan lawan bicaranya. Tentu saja, hal itu juga semakin membuatnya penasaran.

Lalu, ibunya kembali berbicara. "Oh, syukurlah kalau begitu. Kapan kita akan pertemuan keluarga? Oke, nanti kabari saja ya, Jeng. Oke, bye, see you,"

Setelah telepon ditutup, ibunya kontan kembali menunjukkan perhatiannya pada sang anak.

"Udah puas?" tanyanya.

Gadis itu mengangguk, "Ya. Hanya untuk saat ini."

- - - - -

Evan : Gue on the way ke rumah lo, ya.

Kayla tersenyum sumringah kala melihat pesan singkat dari Evan barusan. Meletakkan ponselnya, Kayla kembali menatap pantulan dirinya pada sebuah cermin di kamarnya. Kaos polos berwarna abu, kemeja kotak-kotak yang melilit pinggangnya, jeans 7/8, serta sepatu converse putih yang diberikan Evan waktu itu.

Oke, mungkin kalian akan merasa heran pada outfit yang Kayla kenakan hari ini. Malam ini, tepat pada malam minggu, Evan mengajaknya untuk dinner dan sekedar bermain, katanya. Dan entah apa yang direncanakan cowok itu, Evan mengingatkan Kayla untuk memakai converse pemberiannya waktu itu.

Jadilah Kayla yang sekarang. Bukannya beranggun-anggun ria dengan memakai gaun miliknya, kini malah terkesan seperti hangout bersama teman-temannya.

"Maaa!" panggil Kayla seraya turun dari kamarnya menuju ruang keluarga.

"Yaaa!" ibunya menyahut, namun perhatiannya tak kunjung beralih dari gadget yang ada di tangannya. Kayla menghempaskan tubuhnya di samping sang ibu sambil nyengir lebar, "Duh, mama sosialitas emang beda ya."

Ibunya terkekeh pelan kemudian mengecup kening Kayla singkat. "Mana cowok kamu? Ganteng, ya?"

"Ish," Kayla mendengus. "Emang kalo ganteng kenapa? Mama mau ngembat juga? Cih, aku bilang papa loh nanti,"

My (Lovely) EnemyWhere stories live. Discover now