LOVE -- 26

5.2K 302 13
                                    

Chapter 26.

-

Menyalakan lampu kamarnya, Evan berjalan dan menghempaskan tubuhnya diatas ranjang miliknya. Memejamkan matanya, lalu memijit keningnya perlahan. Penat. Satu kata yang mendeskripsikan kondisi Evan saat ini. Cowok itu semakin lelah dengan semua masalah yang kini mendatanginya. Seperti tak ada yang membantunya saat ini.

Bahkan, gadis yang sangat ia sayangi pun tidak ada di sisinya.

Evan mengerti, sangat mengerti bagaimana perasaan Kayla terhadapnya. Evan tahu bahwa gadis itu selalu memakai topeng cerianya kemana-mana, lalu melepaskannya kala sendirian. Melihat sinar mata gadis itu yang semakin meredup dan kantung matanya yang kian membengkak, membuat Evan ingin memeluknya saat itu juga. Memeluknya, menghapus semua air matanya, lalu berkata bahwa hubungan mereka akan baik-baik saja.

Tapi ... ini tak semudah itu.

Kayla selalu menghindarinya. Bahkan, setiap belajar atau berlatih, Kayla sangat enggan untuk bersama dengan cowok itu. Melihat nilai Evan yang sudah membaik, lantas membuat Kayla mengutuskan untuk mengundurkan diri menjadi tutor Evan dalam belajar. Begitu juga dengan basket, Kayla kini lebih memilih untuk berlatih bersama Deana, anggota basket putri yang baru saja pulang dari pertandingan.

Sama hal nya dengan kegiatan osis. Acara pameran seni SMA High School, The Power Of White, yang akan diadakan sekitar dua minggu lagi, membuat seluruh anggota osis dilanda kesibukan. Dari menyiapkan panggung, gedung, budget, dan hal-hal lainnya. Begitu juga dengan sang ketua dan wakilnya, yang harus kerjasama. Dengan beberapa alasan yang sedikit logis, Kayla selaku Ketua OSIS SMA High School, meminta para guru untuk pembentukan panitia pameran nanti, akan dibentuk oleh dirinya sendiri.

Lalu dengan mudahnya, para guru setuju dengan permintaan sang ketua osis.

Kayla langsung membentuk panitia dengan cepat, dan tentu saja dia tidak menjadikan dirinya satu tim dengan Evan. Cowok itu diletakkan dibagian dekorasi, yang tentu saja sangat jauh dijangkau oleh Kayla karena gadis itu merupakan ketua panitia. Meski sebagai ketua, Kayla tak mau repot-repot menanyakan tentang dekorasi pada cowok itu. Lebih baik dia bertanya dengan anggota lain, yang juga berada di tim Evan.

Evan menghela napas. Kayla seperti menjauhkan dirinya. Evan tahu, ini semua salahnya. Tapi cowok itu seakan-akan lemah, karena dihadapkan dengan pilihan yang begitu sulit.

"Kak Evan ..."

Suara Retha yang samar-samar terdengar dari pintu kamar Evan, membuat cowok itu mengerjap. Evan terduduk, kemudian bangkit dan berjalan menuju pintu kamarnya. Evan membuka pintu kamarnya, melihat Retha yang sedang berdiri sambil memakai piyama berwarna merah muda dengan gambar-gambar kartun yang memenuhi sebagian besar baju tersebut.

Evan tersenyum, sedikit menunduk lalu membawa Retha dalam gendongannya. "Apa, Sayang?"

"Umm ..." Retha sedikit salah tingkah, tangan kecilnya menggaruk-garuk rambut panjangnya. Evan lantas tertawa, kemudian mengecup kening gadis kecilnya cepat, "Jangan bikin kakak penasaran, dong."

"Aku laper, Kak." aku Retha.

Evan terkekeh, "Makan, yuk? Kakak juga belum makan, nih. Laper."

Retha mengangguk dengan senang. Evan kembali mengecup pelipis gadis kecilnya, kemudian berbalik badan dengan lengan yang masih menggendong Retha.

Sialnya, mereka berdua langsung berhadapan dengan ibu mereka.

Sang ibu tersenyum hangat—atau pura-pura hangat?—kepada kedua anaknya. "Halo sayang,"

Nampaknya, Retha juga sedikit bingung. Gadis itu kontan melirik sang kakak yang tengah menatap ibunya dengan tajam. Tak ingin menyahut, Retha mengalihkan pandangan dan kembali menatap ibunya.

My (Lovely) EnemyWhere stories live. Discover now