Bab 13 Gugup

27 10 13
                                    

Halo semuanya, aku update lagi, nih.
Jangan lupa tinggalkan vote dan komen ♥️
Happy reading 😘🔥

Sore yang padat di Jakarta Pusat, Refami dan Joel sudah turun dari kereta. Langkah mereka cepat memburu waktu. Karena di kota ini, di sudut mana pun, tak ada yang bisa berleha-leha. Para penumpang lain yang hendak menuju pintu keluar mengambil langkah cepat sambil menggusur koper, memanggul tas besar atau menggendong ransel mereka di dada, karena rawan kejahatan.

"Tas ransel kamu aman, kan?" Berkali-kali Joel melihat ke arah Refami.

Refami mengangguk sambil sesekali membenarkan posisi tasnya yang menghalangi gerak bahu. Di dalam lorong bawah tanah, Refami merasa sedikit sesak. Bagaimana tidak, orang berjubel-jubel berebut naik tangga dengan langkah seperti dikejar dinosaurus. Badan kecil seperti Refami sudah pasti tersenggol berkali-kali sejak tadi. Orang-orang ibu kota sudah betah seperti ini. Refami bergumam dalam hati.

Mata Refami terus berkeliling melihat ke semua penjuru sambil mengatur langkah agar tak menginjak atau diinjak orang di dekatnya. Di stasiun Pasar Senen, lorong untuk mengatur penumpang naik dan penumpang turun begitu luas, berbeda dengan stasiun di Purwokerto. Apa lagi ketika matahari mulai terlihat, saat tulisan "keluar" sudah nampak, desain bagian luarnya lebih megah lagi. Orang-orang semakin mempercepat langkahnya.

Banyak berderet berbagai macam kedai makanan, camilan dan mini market.

"Hei, kenapa?" Joel mengagetkan Refami yang tengah melongo melihat ke kiri dan ke kanan seperti tengah berwisata.

"Ah, enggak," jawabnya sambil buru-buru melihat wajah Joel. Menyembunyikan rasa takjubnya pada stasiun ini.

"Mau beli dunkin' donuts? Udah pernah belum makan itu?" Joel meledek sambil menunjuk donat-donat cantik disajikan di dalam etalase kaca.

Refami diam beberapa detik, sedikit berpikir, "Boleh, deh. Buat oleh-oleh orang tua kamu. Masa nggak bawa apa-apa, kan?"

Akhirnya Refami masuk ke kedai kudapan diikuti oleh Joel. Dia memilih beberapa donat dengan varian seperti cokelat, stroberi, keju, kacang dan karamel.

"Terima kasih, Mbak," ucap Refami sambil tersenyum lebar memandangi donat-donat di dalam kotak persegi panjang. Donat itu lebih indah dari pada dirinya.

Mereka berdua berjalan sampai ke gerbang keluar stasiun, melewati terminal bus yang persis berseberangan dengan stasiun.

"Kita mau naik bus, Joel?" tanya Refami cepat.

"Iya," jawab Joel sambil menyibak keringat di dahinya. Tak lupa menggulung-gulung poni yang sudah keluar jalur.

"Itu kan, terminal Joel. Ngapain jalan ke sana?" tanya Refami sambil menunjuk bus-bus yang berderet di seberang jalan. Napasnya mulai terengah-engah.

Joel masih berjalan cepat melewati halte di depan pagar stasiun sambil matanya awas memerhatikan bus-bus yang berlalu-lalang menerobos kemacetan sore itu.

"Kita naik bus yang udah jalan aja, Mi. Bus nomor sepuluh warna oranye," jelas Joel dengan sabar. 

"Oh, itu dia busnya." Joel menarik tangan Refami sekuat tenaga, melewati mobil dan motor yang tengah antre di lampu merah. Takut kekasihnya sibuk melihat ke kiri dan ke kanan, akhirnya tertinggal di stasiun. Repot. Karena Refami memang merepotkan. Terlebih memalukan.

Joel meluruskan kaki dan punggungnya sambil menarik napas panjang. Pegal sekali pasti karena kaki kurus dan berbulu itu terus terlipat di dalam kereta.

Udara sejuk merasuk sampai ke ginjal. Hidung Refami yang tak terbiasa menghirup udara AC mulai mengeluarkan masker kain dari dalam tas. Takut masuk angin. Pikirnya.

Berkah Rambut BondolWhere stories live. Discover now