Episode 2

277 45 28
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Jika semesta memang menakdirkan, maka pertemuan ini bukan hanya sekedar kebetulan, melainkan salah satu dari sekian rencana Tuhan."

-Geandra-

...

Bangunan megah bercat putih itu masih terlihat sepi. Tidak ada suara tawa dan canda yang seringkali terdengar di rumah-rumah pada umumnya. Pemandangan yang biasa terlihat hanyalah bayangan para pekerja rumah tangga yang sedang menjalankan tugasnya.

Beberapa 'orang asing' itulah yang mungkin lebih perhatian kepada dirinya. Kalau tidak ada mereka, mungkin bangunan yang disebut kebanyakan orang sebagai tempat pulang ternyaman itu sudah seperti kuburan. Senyap.

"Gean pulang!" serunya setelah lumayan lama termenung di luar gerbang.

Bukannya mendapat pelukan hangat begitu pulang, ia malah disambut dengan suara tangisan yang mengiris hati. Gean yang tahu pemilik suara itu bergegas naik ke lantai atas.

"Mama! Buka pintunya!" teriak Gean sembari mengetuk pintu yang tidak bisa ia buka.

"Mama, ini Gean, Ma. Buka pintunya!" ulang Gean untuk kesekian kali. Berharap wanita yang masih terisak di dalam itu membuka papan berwarna krem itu.

Ia bisa bernapas lega begitu melihat wanita itu keluar dari kamar. Gean lantas memeluknya dan menenangkannya dengan penuh cinta. Dengan telaten, tangannya memperbaiki kerudung sang mama yang sedikit berantakan dan mengusap sisa air di pelupuk matanya yang sayu.

"Dia lagi?" tanya Gean yang sudah hapal dalang dibalik kondisi mamanya saat ini. Tangannya mengepal kuat melihat gelengan pelan dari wanita itu. Bagi remaja seperti Gean, gelengan itu adalah sebuah pertanda iya. Paham dengan hal tersebut, Gean mencoba menahan amarah, tidak ingin menunjukkannya di depan sang mama.

"Baru pulang, Nak?" tanya sang mama mencoba tersenyum. Ia akan berusaha terlihat baik-baik saja di depan malaikat kecilnya. Ia tidak ingin membuat putranya khawatir. Gean terlalu muda untuk menghadapi masalah seperti ini.

Selama ini, sang mama mencoba sekuat tenaga untuk merahasiakan kelakuan papanya, agar Gean fokus pada pendidikan dan cita-citanya. Namun sayang, Gean malah mendapati papanya tengah makan bersama dengan selingkuhannya. Padahal jauh hari, ia sudah berbicara dengan suaminya, tapi tetap saja. Wanita ketiga itu masih terus menggerogoti keharmonisan rumah tangganya secara perlahan.

"Habis ini makan, ya. Terus istirahat, jangan keluyuran sebelum belajar," nasehat Jihan-sang mama-membelai rambut ikal putranya.

Gean mengangguk. "Nanti sore mau keluar sama temen-temen. Boleh, kan, Ma?"

"Boleh, tapi jangan pulang malam ya, Nak." Suara Jihan begitu menenangkan hati Gean.

Setelah melihat mamanya kembali tenang, cowok itu meminta izin untuk ke kamar. Selain memberikan waktu untuk mamanya istirahat, dia juga harus pergi ke suatu tempat.

***

"Pak Sigit ada di ruangannya?" tanya Gean pada salah satu karyawan yang kebetulan lewat di sampingnya.

"Eh. Anu. Itu. Pak Sigit ada meeting," jawabnya ragu. Karyawan itu terlihat sangat takut untuk menjawab pertanyaan dari anak bosnya, padahal Gean sedang tidak mengeluarkan wajah aslinya.

Gelagat karyawan itu membuat Gean menjadi curiga. Tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut, ia lantas menarik kakinya ke lantai atas, meninggalkan karyawan yang hendak mencegahnya.

GEANDRA  [TERBIT]Where stories live. Discover now