Episode 10

215 22 2
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Ternyata, bukan hidup ini yang menyedihkan, tapi rasa syukurlah yang harus ditingkatkan."

-Geandra-

...

“Ganteng tanpa kepedean? Ada-ada saja,” gumamnya menggelengkan kepala. Meskipun kaum adam itu sempat membuatnya kesal, tapi entah kenapa pikirannya masih tertuju pada momen pertemuan singkat tadi. Tanpa sadar, senyumnya pun belum memudar sejak mengingat kepanjangan nama itu.

“Hayo. Lagi ngelamunin siapa sampai senyam-senyum sendiri?” selidik Hana yang memperhatikan gerak-gerik adiknya sejak masuk tadi.

“Siapa yang senyum-senyum?” Akhirnya, gadis itu tersadar dari lamunan singkatnya.

“Itu, tadi apa? Aku juga denger kamu bilang ganteng. Hayo ... mikirin siapa?”

“Enggak ada, kok, Kak,” elaknya langsung menaruh paper bag yang baru saja ia terima. Meskipun mengatakan tidak ada berkali-kali, tapi Hana masih belum percaya.

Akibatnya, ia mengikuti kemanapun gadis itu pergi. Sampai akhirnya, benda yang dipegang Qibty mengalihkan pandangannya.

“Ning Qibty, itu bukannya tas yang dibawa mamanya Gean, ya? Kok bisa ada di sampean? Bukannya tadi udah dititipin Mirza?”

“Oh, ini.” Qibty meletakkan ta situ di atas meja belajar setelah mereka sampai di dalam kamar. Sebelum menjawab pertanyaan kakaknya, ia terlebih dahulu meletakkan kitab yang dibawanya tadi. “Gean yang kasih, Kak. Katanya, disuruh mamanya.”

“Gean santri baru itu?” Hana mencoba mengingat nama yang baru saja Qibty sebut.

Qibty mengangguk pelan. “Iya. Santri yang Kakak bilang mirip artis di tv itu,” balasnya.

“Serius? Kok bisa dia ngasih ke kamu?”

Gadis itu duduk di sebelah kakaknya untuk menceritakan pertemuannya dengan Jihan pagi tadi. Hana yang mendengar cerita itu lantas mengangguk paham.

“Jadi ceritanya, dia ngasih ini sebagai ucapan terima kasih?”

Qibty mengangguk. Namun, ia tidak melihat ke arah lawan bicaranya karena sedang melipat beberapa potong bajunya. “Iya, Kak. Awalnya aku nggak mau terima, tapi  dia maksa. Ya sudah, aku terima saja.”

Senyum Hana merekah sempurna setelah mendengar penjelasan Qibty tadi. Tanpa meminta izin, ia pun langsung mengeluarkan isi dari paper bag warna silver itu. “Masya Allah ... Padahal baru kemarin Kakak pengin makan rendang, Qib. Sekarang udah dikasi aja,” girangnya memeluk kotak bening berisi masakan khas ibukota itu.

Qibty yang melihat tingkah kakaknya hanya tersenyum dan menggeleng pelan. Ia pun beranjak ke dapur untuk mengambil wadah dan menuangkan makanan itu agar bisa dimakan bersama.

***

“Masya Allah, sepertinya saudara kita lagi bahagia banget, ya, Za? Dari naik masjid sampai turun masjid, senyumnya nggak kendur-kendur,” sahut Basuki seraya menyikut lengan Mirza.

Yang disikuti mengangguk mengiyakan. Mirza juga sempat memperhatikan teman sekamarnya yang sedikit berbeda malam ini. Wajahnya terlihat sangat berbinar dan bahagia. Siapa lagi kalau bukan Gean.

Hanan yang sempat mendengar ucapan Basuki pun ikut melihat laki-laki yang duduk di sampingnya. Ia juga ikut tersenyum melihat raut bahagia di wajah teman yang baru beberapa hari  ia  kenal. Saat ini, mereka berempat sedang belajar di teras asrama ditemani dengan aneka minuman hangat dan camilan yang dibelikan Gean untuk mereka.

GEANDRA  [TERBIT]Where stories live. Discover now