Episode 7

141 18 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Mungkin ada beberapa hal yang belum kamu pahami dalam hidup. Terutama tentang takdirmu hari ini. Tapi percayalah, jika kamu tau siapa yang memberikan takdir itu, kamu pasti akan menerimanya."

-Geandra-

...

Hari pertama tinggal di pesantren benar-benar membuat Gean harus terpaksa beradaptasi dengan cepat. Selain peraturan dan larangannya, siklus kehidupan pesantren yang jauh berbeda dengan hidupnya sehari-hari juga harus segera disesuaikan. Kalau tidak, maka dia akan semakin mengalami kesulitan dan mungkin akan sulit untuk diselesaikan.

Contohnya saja pagi ini. Dia hampir tertidur di kamar mandi karena harus bangun jam tiga dini hari untuk sholat tahajjud dan mengaji. Belum lagi harus sholat Subuh berjamaah dan mendengarkan kajian sampai waktu Dhuha. Setelah itu barulah dia bisa melaksanakan kegiatannya sehari-hari.

Sudah hampir satu jam ia tidur dengan posisi duduk di depan lemarinya, lengkap dengan sarung dan sajadah yang masih tersampir di bahunya. Kalau Mirza tidak membangunkannya, mungkin dia akan absen sekolah hari ini.

Dengan rasa kantuk yang masih tersisa, Gean menarik kakinya ke kamar mandi untuk sekedar membasuh wajahnya karena ia sudah mandi sebelum tahajjud tadi. Gean sengaja mandi pagi-pagi  sekali karena tidak ingin mengantri panjang lebar.

Lima menit berlalu. Kini remaja tujuh belas tahun itu sudah kembali dengan wajah yang lebih segar. Ia memijit-mijit belakang kepalanya yang terasa pegal akibat posisi tidurnya tadi.

Di kamar bernuansa begitu islami tersebut, tinggal Hanan yang masih mengemasi kitab dan beberapa buku ke dalam tasnya. Sedangkan tiga temannya yang lain sudah pergi ke luar untuk mengambil sarapan yang memang sudah disediakan oleh pesantren. Gean membuka lemarinya, lalu mengambil seragamnya.

“Oh ya, Gean. Nanti ada sarapan bersama di aula asrama putra. Kalau kamu mau sarapan, langsung ke sana saja, ya,” tutur Hanan yang sudah bersiap pergi.

“Lo mau langsung ke sekolah?” tanya Gean dan langsung mendapat anggukan dari lawan bicaranya. “Nggak sarapan?”

Ana puasa,” jawab Hanan tersenyum lalu berpamitan.

Gean yang masih mengancingi bajunya hanya bisa mengiyakan. Meskipun ia masih penasaran dengan puasa yang sedang dijalani teman sekamarnya itu. Selama ini, Gean hanya tahu puasa Ramadhan. Masalah puasa sunnah lainnya ia belum mengetahuinya.

Sebelum memakai sepatunya, laki-laki itu mengecek sesuatu di dalam tasnya. Takut kalau ada sesuatu yang tertinggal. Begitu semuanya terasa lengkap, barulah ia menapaki jalan keluar pesantren dengan melewati beberapa santri yang mengajaknya untuk sarapan.

Bukannya tidak suka dengan menu yang tersedia di sana, Gean tidak ingin sarapan karena lidahnya belum terbiasa dengan masakan pesantren. Dengan alasan itulah, ia berhasil menolak ajakan dari teman dan para ustaznya.

“Si Juno kagak nyasar, kan? Lama banget ni anak,” gerutu Gean ketika dirinya sudah sampai di depan gerbang pesantren. Ia kembali mengecek jam tangannya, kemudian mendesah panjang.

Kalau tidak mengingat kelasnya sekarang, mungkin dia akan membolos lagi karena harus segera menyelesaikan misinya. Misi untuk memisahkan wanita pengganggu itu dari kehidupan papanya.

“Nungguin, ya?” celetuk seseorang dari samping diakhiri kekehan. Entah sejak kapan dia sampai di sana.

Gean yang langsung tersadar dari lamunannya pun memukul lengan sahabatnya. “Lama banget lo! Sampai kesemutan nih kaki gue,” umpat Gean langsung mengambil kunci motor di saku Juna dan naik ke atas motor ninja hitam milik sahabatnya. Juna pun langsung mengekori dari belakang tanpa membantah.

GEANDRA  [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang