( 1 ) Partner Baru

38 4 0
                                    

            Detektif Ars Zhen membanting pintu kamarnya dengan perasaan luar biasa kesal. Cutinya batal. Kolonel Sasongko, Komandan Divisi Polisi Malang atau DPM memintanya untuk datang ke Bandara Hamid Rusdi untuk mengusut kasus pembunuhan.

Ars mengikat rambut panjangnya dengan ikat rambut berhias gajah, oleh-oleh Ralline, dokter forensik DPM sekaligus sahabatnya, saat berlibur ke Thailand. Ars bersyukur tidak perlu berdandan habis-habisan karena Tuhan telah menganugerahinya wajah yang kecantikannya sama sekali tidak berkurang meski dia hanya mengoleskan pelembab dan menaburkan bedak tipis-tipis. Meski bertugas sebagai detektif, Kapten Montreal Canada memerintahkan anak buahnya untuk tetap peduli dengan penampilan.

Pagi itu bibirnya yang kata kebanyakan teman wanitanya selalu deserves the second look, atau malah berkali-kali, diolesinya dengan lipstick berwarna peach. Dengan tinggi badan seratus tujuh puluh satu sentimeter dan bentuk tubuh yang proporsional, Ars lebih mirip fotomodel daripada seorang detektif.

Berbeda dengan polisi berseragam yang memang mengenakan seragam resmi polisi saat bertugas, polisi detektif tidak mempunyai seragam khusus. Tetapi Kapten Montreal Canada membuat ketetapan sendiri untuk seragam harian para detektif di DPM, yaitu kemeja putih lengan panjang, celana jeans, dan sepatu boot Delta Cordura Tactical warna krem. Seragam resmi polisi hanya mereka kenakan untuk acara-acara resmi saja.

Hari itu Ars memilih mengenakan kemeja putih lengan panjang dan celana jeans warna sienna. Setelah menggantungkan lencana detektif di ikat pinggang, memasukkan pistol ke dalam sarung pistol lalu memasangnya di punggung dan menutupinya dengan jaket, Ars mencangklong sling bagnya lalu keluar kamar.

"Lho mbak, katanya cuti?"

Diacuhkannya pertanyaan Mbak Suryani, pembantunya, yang terburu-buru masuk ke kamar Ars lalu sebentar kemudian keluar lagi.

"Mbak, sarapannya," seru Mbak Suryani ketika Ars bergegas ke car port.

"Habiskan," jawab Ars tanpa menoleh lalu masuk mobil.

Hati Ars tidak tenang selama menuju bandara. Dia benci jika hatinya gelisah seperti itu karena biasanya sesuatu yang buruk akan terjadi. Level kegelisahan hatinya meningkat bercampur dongkol saat dia harus berkali-kali menginjak gas dan pedal secara bergantian karena kendaraan yang melaju di kanan kiri maupun di depan dan belakangnya sama-sama tidak mau mengalah. Klakson yang memekakkan telinga berbunyi bergantian, seperti lolongan serigala yang saling bersahut-sahutan untuk memberikan kode bahwa mangsa sudah ada di hadapan.

Kaki Ars tidak akan sibuk menginjak pedal dan rem apabila dia menuruti saran Denial untuk mengganti Mitsubishi Hiu Galant-nya dengan mobil matic. Tapi Ars jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Si Hiu yang berwarna biru metalic yang dibelinya dengan menggunakan seluruh uang tabungan ditambah dengan gaji pertamanya sebagai seorang polisi. Saat itu bisa saja Ars menyalakan lampu sirene tanda dia sedang bertugas untuk memecah keruwetan lalu lintas sehingga dia dapat melaju tanpa gangguan. Tapi karena tidak ingin memantik opini negatif tentang seorang polisi detektif yang arogan menyalakan lampu sirene hanya untuk terbebas dari kemacetan, Ars segera mengurungkan niatnya.

Kini sambil mengemudi, dia memakan sandwich dua lapis isi selai kacang yang telah disiapkan oleh Mbak Suryani. Dia yakin tidak punya waktu untuk makan saat bekerja di lapangan nanti. Lewat telepon Kolonel Sasongko mengabarkan kalau dia tidak diperbolehkan bekerja bersama dengan Detektif Denial Sebastian Madjid, partnernya di DPM. Khusus untuk pengusutan kali itu dia punya partner khusus. Siapa?, batinnya.

Portal Bandara Hamid Rusdi segera terbuka saat Ars membuka kaca mobil dan menunjukkan lencananya.

"Silahkan masuk, detektif. Anda sudah ditunggu di ruangan Pak Ricky."

Dua Kematian (Seri ke-1)Where stories live. Discover now