( 2 ) Gemetar

19 4 0
                                    

             Ars melangkah lebar menuju ke sebuah lorong di dekat ruang direktur. Kapten Montreal berjalan di belakangnya. Pria yang jambangnya mulai memutih itu memaklumi kemarahan Ars. Dia juga sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh salah satu detektif wanita terbaik di DPM itu.

"Why him? And why didnt you tell me that he will be my partner for this case." Ars langsung meledak saat Kapten Montreal berdiri di hadapannya. "Anda tahu masalah saya dengannya. You knew the story, Capt. I even shared the story with your wife to make me feel better at that time. Padahal tidak mudah bagi saya untuk mengumbar cerita pribadi. But I did that. I did that karena saat itu saya tidak sanggup menahan sedih sendirian," setengah mati Ars menahan gemetar suaranya sekaligus desakan air matanya. Ars merasa tubuhnya bergetar sangat hebat hingga ia memutuskan untuk pelan-pelan mundur dan bersandar di dinding untuk meredakan gemetar tubuhnya. Kapten Montreal tidak mengatakan apapun kecuali hanya memandanginya saja. Dia tahu anak buahnya itu sedang meluapkan kemarahannya dan dia pun memberikan kesempatan itu sambil menunggu saat yang tepat untuk memberikan penjelasan.

"Ketika Komandan meneleponku sekitar pukul setengah lima tadi pagi, beliau langsung mengusung namamu, Ars. Saya sudah mengajukan nama lain tapi menurut beliau kamulah yang harus menangani kasus ini. Kau tahu atasan selalu memantau performa kita dalam memecahkan kasus dan namamu selalu berada di posisi teratas," jelas Kapten Montreal saat dirasanya Ars sudah dapat menerima penjelasannya.

Seharusnya Ars merasa tersanjung karena dianggap mempunyai performa yang baik. Tapi selama ini dia merasa hanya menjalankan tugas semata. Dia tidak memikirkan penilaian orang-orang tentang hasil yang dicapainya karena menurutnya mereka tidak tahu proses yang dilaluinya saat menyelesaikan pekerjaannya. Kalau kita mencintai pekerjaan kita, seberat apapun tugas yang kita kerjakan, kita selalu mendapatkan hasil yang terbaik. Seberat apa pun tugasmu nanti, nikmatilah prosesnya karena hasil tidak akan pernah mengkhianati usaha. Itulah pelajaran tentang totalitas pekerjaan yang diajarkan oleh ayahnya.

Tapi bekerja sama dengannya adalah tugas yang sangat, sangat berat, pikir Ars. Bahkan hanya membayangkannya saja pun sudah membuatku ingin menyerah. Dua tahun aku menutup hatiku karena masih ingin memberikan kesempatan pada diriku untuk benar-benar menutup luka di hati sampai akhirnya aku benar-benar siap menerima orang lain tanpa memikirkannya lagi. Tapi kini dia muncul lagi di hadapanku. Up close and personal. Dan itu sama artinya dengan mengupas kembali perih di hati yang mati-matian aku tutup. Ars memejamkan matanya dan dirasakannya air matanya menetes.

"Baiklah." Ars mengedikkan bahunya seraya mengusap matanya beberapa saat kemudian. "Tampaknya saya tidak punya pilihan lain disini. Tapi, Capt, bantu saya untuk menyelesaikan kasus ini secepatnya agar saya dapat segera kembali ke DPM."

"I will, Ars, I will," tegas Kapten Montreal.

Ars melangkah mendekati kaptennya. "Thanks, Capt, and so sorry for being so outrageous just now."

"It's okay, Ars, I understand." Kapten Montreal tersenyum dan menepuk-nepuk lengan detektifnya.

Ars tersenyum namun seketika senyumnya pudar saat sudut matanya melihat Diaz keluar dari ruangan Pak Ricky dan berjalan ke arah mereka. Ars melihat Diaz memandangnya dan Kapten Montreal bergantian. Meskipun ditatap dari jarak jauh seperti itu, Ars merasa sinar mata Diaz sanggup memberikan efek tersendiri bagi tubuhnya yang sulit untuk digambarkan. Bahkan oleh dirinya sendiri. Ars memang benci pria itu dan berusaha melupakannya dengan segala cara yang mungkin dilakukannya. Tapi dia juga tidak dapat memungkiri kalau pernah ada sisi hatinya yang mencintai pria yang memenangkan hatinya di pertemuan pertama mereka. Setelah dua tahun berselang Ars pikir sudah dapat melepas apapun yang berhubungan dengan Diaz, termasuk rasa cintanya. Tapi setelah pertemuan yang baru saja terjadi, kini tubuhnya bereaksi atas sinyal perpaduan antara rasa benci dan cinta, Ars ragu apakah segala rasa yang ingin dilepaskannya sudah benar-benar pergi. Saat langkah Diaz semakin dekat dan Ars dapat dengan jelas menatap mata itu, dia merasakan tubuhnya seperti terbakar dan hatinya seperti disayat-sayat. Ars benar-benar tidak tahu rencana alam dengan kembali menghadirkan seseorang yang telah memberikan perpaduan antara kesedihan dan kebahagiaan, serta cinta dan kebencian dalam waktu yang bersamaan.

"Capt, sejauh mana Anda mengenal Kevin?" Ars berusaha tidak mempedulikan kehadiran Diaz.

"Well, karena semua sudah berkumpul disini, mari kita bicarakan kasus ini di ruang kalian." Kapten Montreal berjalan ke sebuah ruangan yang terpisah dua ruangan dari ruang Pak Ricky. "Saya minta pihak manajemen bandara menyiapkan ruangan khusus sementara untuk kalian berdua. Sebenarnya memang kalian dapat bekerja di gedung DKB tapi karena Kolonel Sasongko memerintahkan untuk menyelesaikan kasus ini secepatnya, akhirnya diputuskan untuk menyediakan ruangan khusus untuk kalian agar kalian benar-benar fokus. Kamu tidak terganggu dengan urusan-urusanmu di DPM," mata Kapten Montreal memandang Ars. "Dan kau juga tidak terganggu dengan urusan-urusan di DKB," mata Kapten Montreal beralih ke Diaz. "Kudengar DKB sedang menangani banyak kasus juga ya."

"Yah, lumayan, Capt," Diaz nyengir.

Kapten Montreal berhenti di depan pintu sebuah ruangan dan membukanya. Ars melihat papan nama yang tergantung di pintu bertuliskan PERPUSTAKAAN.

"Ini ruangan kalian." Kapten Montreal masuk lalu duduk. Ars dan Diaz melakukan hal yang sama.

"Itu apa, Capt?" tanya Ars saat melihat ada tiga buah kursi dan satu meja kecil di sudut ruangan sebelah kanan.

"Ah, itu. Saya menyiapkan ruang interogasi mini untuk kalian. Saya yakin kalian nanti pasti akan menanyai beberapa orang untuk memecahkan kasus ini. Sengaja saya siapkan ruang itu untuk memberikan shock theraphy pada siapa pun yang nanti akan kalian interogasi. Kalau interogasi dilakukan di meja besar ini, saya pikir sense tegangnya kurang ya, Kapten berkumis tebal itu terkekeh. Oke, kita kembali ke kasus ya," kata Kapten Montreal. "Jadi begini, saya mengenal Kevin di GPPN. Dia adalah anggota yang paling bersemangat mengadakan penyuluhan ke sekolah-sekolah tentang bahaya narkoba. Suatu hari saat mengadakan penyuluhan di satu sekolah, seorang murid bernama Yongki mendatanginya dan meminta bantuannya agar dapat benar-benar lepas dari jeratan narkoba. Kevin bersedia membantu. Bahkan dia sangat bersemangat sekali waktu menceritakan rencananya ke saya meskipun menurut saya rencananya itu cukup berbahaya tapi Kevin mengatakan kalau dia bisa menjaga diri."

"Apa rencananya, Capt?" tanya Ars. 

Dua Kematian (Seri ke-1)Kde žijí příběhy. Začni objevovat