(4) CCTV

9 1 0
                                    

            Toilet TKP sudah diberi police line ketika Ars tiba. Dia berharap korban masih ada di sana, masih belum disentuh siapa pun agar dia dapat menemukan bukti-bukti lain yang mungkin terlewati oleh tim penyisir. Tapi Ars hanya menemui beberapa polisi berseragam yang tergabung dalam Tim Labkrim dari DKB menyisir tempat itu guna mengumpulkan bukti-bukti. Lantai toilet pun sudah diberi sketsa yang menunjukkan posisi terakhir korban saat ditemukan.

"Selamat pagi," sapa Ars.

Polisi berseragam itu melirik lencana yang menggantung di ikat pinggang Ars.

"Pagi, detektif."

"Dimana korban kita?"

"Sudah dibawa ke RS Seroja, detektif. Baru saja berangkat. Keberadaan mayat akan memancing keingintahuan publik. Pihak bandara tidak ingin berita ini menyebar luas."

Ars menggumam sambil mengamati keadaan di dalam toilet. Berantakan. Kaca toilet pecah, terdapat percikan darah di wastafel dan di lantai, dan gagang di salah satu pintu yang nyaris lepas. Ars berbicara pada dirinya sendiri. "Apa yang kau dapatkan sejauh ini, Serka," Ars melirik emblem nama polisi berseragam itu. "Harun."

"Sidik jari, beberapa helai rambut, dan serat kain, detektif."

Ars mengangguk-angguk. "Oo..bagus."

"Rupanya sempat terjadi pergumulan disini ya." Terdengar suara dari balik punggung Ars.

"Yeah," jawab Ars singkat tanpa memandang wajah mantan tunangannya itu. "Kita harus segera ke rumah sakit untuk mengetahui penyebab tewasnya korban."

"Aku setuju. Tapi seperti yang kau katakan tadi, selagi kita disini, sebaiknya kita berbicara dengan saksi dan memeriksa rekaman CCTV terlebih dulu untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di kamar mandi itu."

"Hmm ya." Ars mengangguk lalu menoleh ke belakang saat didengarnya seseorang berlari. Dilihatnya seorang pria muda mendekati mereka. Dasinya yang bermotif garis-garis merah dan biru berkibar-kibar seiring dengan laju larinya.

"Maaf," pria bersetelan jas itu sedikit terengah-engah. "Anda Detektif Ars dan Lettu Diaz?"

"Ya," jawab Ars dan Diaz bersamaan.

"Saya Doni Arianto, Manajer Lapangan," pria itu mengulurkan tangannya. Ars dan Diaz bergantian membalas jabat tangannya.

"Ah kebetulan Anda disini, Pak Doni. Kami ingin melihat rekaman CCTV untuk mengetahui apa yang terjadi tadi pagi di kamar mandi," kata Diaz.

"Oh, baik-baik, mari saya antar." Doni Arianto melangkah mendahului Ars dan Diaz.

"Kami juga ingin bertemu dengan petugas cleaning service yang menemukan mayat Kevin. Saya minta tolong agar Anda menyampaikan padanya untuk menunggu kami di perpustakaan," Ars menambahkan.

"Satu lagi, Pak Doni," permintaan Ars membuat Doni Arianto berhenti melangkah dan menoleh kebelakang. "Kami minta daftar manifest penumpang dari maskapai-maskapai yang ada disini. Kami ingin tahu apa nama Kevin Anoraga ada di dalam daftar itu dan kemana tujuan penerbangannya hari ini."

"Oh, baik, detektif. Dan panggil saya Doni saja. Mari saya antarkan ke ruang kontrol CCTV."

"Capt," Ars berpaling ke Kapten Montreal. "Kami akan ke ruang kontrol CCTV."

"Ok, Ars. Saya disini dulu."

Saat menuju ke ruang kontrol CCTV, awalnya Ars berjalan bersisian dengan Diaz. Namun karena terkadang tangan mereka bergesekan membuat Ars tidak nyaman. Akhirnya dia mempercepat langkahnya menyusul Doni Arianto dan membiarkan Diaz berjalan sendiri.

Di balik punggung Ars, seraya terus berjalan, Diaz menatap wanita yang diyakininya hatinya berdarah-darah sejak dia memutuskan ikatan pertunangan itu. Believe me, Ars, I was hurt, too. Tapi aku harus melakukannya karena menurutku itu adalah pilihan yang terbaik dari yang paling baik. Kedua telapak tangannya terkepal karena merasakan perpaduan antara rasa nelangsa dan rasa cinta yang masih membelit hatinya.

Ada dua orang operator di ruang kontrol CCTV yang sedang menatap monitor yang menampilkan puluhan kamera CCTV yang terpasang.

"Pagi, semua," Doni Arianto menyapa dua operator itu. Dua orang itu serempak menoleh dan seketika terpesona oleh kecantikan Ars. Mungkin karena mereka terlalu lama menatap layar yang hanya menampilkan gambar saja sehingga melihat seorang makhluk hidup secara langsung seperti itu tanpa terpisah oleh layar, terlebih makhluk hidupnya adalah seorang wanita cantik, membuat mereka seolah-olah tersihir.

"Kawan-kawan ini adalah Detektif Ars dan Lettu Diaz. Mereka ingin melihat rekaman CCTV di area kamar mandi tadi pagi. Mohon bantuannya," kata Doni. "Arman, tunjukkan rekamannya," Doni menghampiri salah seorang operator diikuti oleh Ars dan Diaz.

"Tapi CCTV ini hanya merekam area luar kamar mandi saja, detektif. Jadi kami tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi di area dalam kamar mandi karena itu adalah bagian dari privacy," jelas Arman.

"Tolong putarkan." Ars mengeluarkan buku catatan dan pulpen dari dalam tasnya sementara matanya tetap terpaku ke layar.

Arman memutar rekaman CCTV empat jam kebelakang. Jauhnya posisi pemasangan kamera dari area kamar mandi membuat gambar-gambar yang terekam tidak terlihat jelas. Ars dan Diaz hanya dapat melihat warna-warna pakaian saja. Mereka harus membelalakkan mata untuk melihat wajah. Sayangnya usaha itu pun tidak membantu mengenali wajah-wajah yang ada di layar monitor.

Ada empat orang yang masuk ke area dalam kamar mandi bersama-sama. Tapi dua orang keluar lebih dulu dalam selisih waktu dua menit. Orang pertama yang mengenakan setelan jas warna hitam dan sepatu pantofel warna senada keluar pukul 03.50. Sedangkan orang yang lainnya yang mengenakan jaket merah dan jeans biruserta sling bag coklat keluar pukul 03.52.Kini tinggal dua orang di kamar mandi itu.

"Dua orang yang di dalam itu pelaku dan Kevin," kata Diaz seraya mengeluarkan buku catatan kecil dari saku jasnya. "Coba putar lagi, Mas Arman."

Arman menuruti permintaan Diaz. Rekaman terus berputar hingga salah satu dari dua orang yang ada di kamar mandi keluar.

"Stop." perintah Ars dan melihat waktu yang tertera di pojok kanan bawah. "Pukul 04.35," katanya, menoleh pada Diaz. "Pelaku mempunyai rentang waktu yang cukup panjang untuk melakukan apapun yang dia mau, termasuk membunuh Kevin karena setelah dua orang pertama pergi tidak ada siapa-siapa di kamar mandi kecuali pelaku dan Kevin."

"Pelakunya mengenakan celana kain warna hitam, jaket hoodie warna hitam dan sepatu kets putih," Diaz menuangkan keterangan visual itu pada buku catatannya.

"Dia juga membawa tas punggung Kevin," tambah Ars. "Hei dia kembali," seru Ars beberapa saat kemudian. "Dia kembali masuk ke kamar mandi." Ars melihat catatan waktu yang terekam. Kembali masuk pukul 04.37 dan keluar pukul 04.40. Ars menulis keterangan itu pada buku catatannya.

Mata Ars beralih ke Doni Arianto yang berdiri di belakangnya. "Apa petugas cleaning service selalu memeriksa kebersihan kamar mandi?"

"Ya, setiap jam."

"Apa tidak ada petugas cleaning service yang standby di area kamar mandi?"

"Tidak ada, detektif. Personil cleaning service kami masih kurang jadi kami membagi tugas untuk cleaning service yang ada. Mereka terus bergerak dari area satu ke area yang lain tapi tetap memantau area kamar mandi karena area itu cukup penting."

"Anda yang memantau CCTV di area kamar mandi?" Diaz menatap Arman.

Arman mengangguk. "Ya."

"Saat melihat dua orang itu lama tidak keluar dari area dalam kamar mandi, apa yang Anda lakukan? Apa Anda tidak curiga?" kejar Diaz. 

Dua Kematian (Seri ke-1)Where stories live. Discover now