+ our talks

63 32 5
                                    

ada satu hal yang perlu aku kasih tau ke kalian sebelum aku selesai ceritain semuanya tentang dia.

iya, dia―alias narendra. asal kalian tahu, walaupun naren itu urakan, ternyata dia tipikal cowok yang lumayan banyak mikirnya. entah dia nunjukkin sisinya yang "itu" ke aku aja, atau ke orang lain juga. mungkin kalau ke satria atau temen-temen cowoknya yang lain, naren bakal diskusiin banyak hal gak penting yang bahkan kalo aku dengerin pun rasanya selalu pengen diketawain.


























"kal. kata kamu enakan jadi cowok atau cewek?"

aku mikir, nimbang-nimbang, "tergantung sih..."

"gak. kalo harus milih, milih yang mana?"

"cowok kayaknya,"

dia ketawa kecil, "kenapa?"

"cowok gak harus ngelahirin anak, kan? gak harus menstruasi juga,"

lagi-lagi, dia ketawa, "iya juga sih."


























banyak pertanyaan naren yang keliatannya kayak pertanyaan anak kecil seumuran sd, dan aku sering mikir itu cuma sekedar curiosity-nya aja. tapi dari sekian banyak pertanyaan itu, ada beberapa yang malah bikin aku kepikiran.

kayak... wah, dia lagi curhat nih?


























"kamu pernah gak pura-pura ketawa pas orang lain ketawa?"

"pernah lah," jawab aku. "emang kenapa? kamu pernah?"

"pernah. sering malah," dia manggut-manggut. "capek tau, kal, kalo kebanyakan maksain ketawa. kamu kalo denger aku ketawa 'heu-heu-heu' itu aku teh pura-pura sebenernya mah."

"aku juga!" aku ketawa, merasa relate. "kayak nih aku teh sering nyipit-nyipit gitu, padahal mah bukan lagi ketawa. gak keliatan aja gara-gara pake masker."


























naren yang selama ini aku liat ceria, banyak ketawa, suka jail, juga sembrono, ternyata punya khawatirnya sendiri. mungkin, mia―pacarnya naren yang anak kelas 11 itu―lebih banyak dengerin curhatan dia dibanding aku. 

katanya, semakin asing orang itu, omongannya bakal semakin jujur. iya, aku sadar kalo naren mungkin cuma nganggep aku sebagai temen deket atau bahkan cuma temen sekelasnya yang (kebetulan) sering dia ajak ngobrol.

tapi, muka seriusnya naren setiap ngobrolin sesuatu yang berbobot itu bikin aku ngerasa kalo anak ini emang beneran, pure, ngajak aku buat ngebahas hal-hal yang menurutku bisa disebut deep talk di antara kami berdua. 


























"kenapa kamu gak mau kuliah ke luar kota aja?"

"engga. takut," bales dia.

"takut kenapa?"

"takut jauh dari orang tua. ortu aku kan udah tua, takut kalo ada apa-apa teh akunya lagi jauh," dia keliatan serius. "kalo kamu kenapa mau di luar kota?"

you give me butterflies, you know? | jaemin, lia ✔Where stories live. Discover now