30. Berkhianatnya sang Pemimpin

419 92 27
                                    

"To, temenin gue nge-print makalah, yuk."

Jeongwoo melirik jam di pergelangan tangan. Pukul lima sore waktu setempat. Menyeka peluh di dahi. Ia baru selesai bermain sepak bola bersama teman-temannya. Pelatihan terakhir untuk turnamen esok.

Haruto yang baru datang dari koperasi, membenarkan posisi tas cokelatnya. "Yuk lah. Gue juga belum nge-print makalah."

Jeongwoo mengernyit. "Tumben? Biasanya kalau tugas biologi lo selalu selesai paling pertama." Menenteng tas di punggung. Kedua pemuda itu berjalan beriringan menuju parkiran motor.

"Ck, tahu sendiri lah kondisi akhir-akhir ini gimana," jawab Haruto datar.

Ngomong-ngomong, audah enam hari sejak kepergian Mashiho. Semua anggota kembali terbenam dengan kesibukan masing-masing. Pertemanan mereka telah membaik. Namun tidak dengan rasa bersalah yang terus menghantui.

"Gue paham, kok." Jeongwoo mengembuskan napas gusar. "Kalau masalah ini udah selesai... kira-kira kita bisa hidup normal lagi nggak, ya?"

Haruto mengedikkan bahu. "Entah. Semoga aja sih bisa. Gue masih mau ngejar karier, Woo."

"Alah sok-sokan ngejar karier. Ntar lulus dari sini juga jadi pengangguran."

Tepokan keras mendarat di pipi Jeongwoo. Pemuda dengan bahu selebar samudra itu meringis bersungut-sungut.

Tak berhenti sampai situ, ia melanjutkan.

"Lah bener, anjir! Emang
lo bisa apa coba? Bisa geret monyet pakai motor mainan? Oh, atau lo mau buka ojek banteng? Lo 'kan anaknya juragan banteng—"

"NGOMONG SEKALI LAGI GUE TINGGAL SUMPAH!"

Tawa Jeongwoo terhenti. Tak sadar, Haruto telah berjalan mendahuluinya, langsung menyambar motor secepat mungkin.

"Tungguin oi! Ngamuk mulu kayak cewek." Jeongwoo mempercepat langkah. Lantas loncat ke jok belakang. Membenarkan posisi tas. Mengetuk helm Haruto.

"Sesuai peta ya, Mas."

Pemuda di depannya mengembuskan napas kasar. Menyalakan stater motor. Melaju keluar parkiran dengan kecepatan di atas rata-rata.

Jeongwoo reflek berpegangan pundak. "Bajigur lo, Tanto!"

•~•~•~•

Lima belas menit. Tempat fotokopi dan print langganan mereka terlihat di depan sana. Haruto menepikan motor. Mengurangi kecepatan.

Begitu sudah dekat. Jeongwoo mendesah kecewa. Tempat fotokopi dan print langganan mereka sudah tutup.

Haruto menambah kecepatan motor. Kali ini mencari tempat fotokopi lain.

Sepuluh menit, tempat fotokopi kedua terlihat di depan sana. Beruntunglah yang satu ini masih buka. Segera Haruto menepikan motor. Memarkir di depan toko.

Jeongwoo masuk terlebih dahulu. Langsung melaksanakan tugasnya.

Dua puluh menit berlalu, makalah masing-masing kini sudah jadi.

Hari semakin gelap. Guntur bergemuruh saling sahut-sahutan. Sesaat mereka akan keluar toko, hujan langsung mengguyur deras. Tempias air membahasi seragam. Badai berembus kencang menerpa surai hitam mereka.

"Aduh... pake hujan segala," Jeongwoo berkacak pinggang. Menggaruk tengkuk leher. "Lo nggak bawa jas hujan, To?"

Haruto menggeleng. "Tungguin aja sampai reda."

"Keburu malam, anjir! Nanti gue dicariin nyokap."

"Ya udah, bilang aja lo terjebak hujan."

"Kalau hujannya nggak berhenti gimana? Kata gue mending terobos aja, sih."

[ⅱ] Akuma of Eternity || Treasure ft. EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang