07: since when

30 6 59
                                    

banyak clue penting jadi bacanya pelan-pelan yaa, hehe. selamat membaca <3

*** 

"Tolong, jangan banyak main-main," adalah kalimat yang sering kali diucapkan oleh Dimas—sang pelatih yang bertanggung jawab atas mereka berdua—juga teman sekelompoknya sih. Ingatan Sabian masih terpatri jelas masa-masa itu. melelahkan, berat, juga penuh keluhan—namun sisi lainnya, kenangan tersebut dijejaki senyum setiap kali Sabian mengingatnya.

Langit yang berwarna jingga kala latihan baru saja usai, dengan napas berat keluar, Josh berujar serak. "Gue capek banget begini terus."

"Sama," Sabian membalas dengan sama lelahnya. Semua orang sudah kembali ke kamar masing-masing, tersisa mereka yang mengeringkan keringat di tepi lapangan. "Tapi kalo kita nggak nurut, hukumannya lebih nguras tenaga."

"Nguras kolam renang," melihat ada kelompok lain yang pernah memiliki hukuman serupa, membuat bulu kuduk Josh meremang hanya untuk terbayang dalam benaknya. "Sinting. Kolam renang yang luas dan kedalamannya tiga meter kalo di kuras seorang diri, bukannya kolam yang bersih tapi orangnya udah semput duluan."

Sabian sadar. Konflik yang terjadi diantara keduanya bukan sepenuhnya salah Josh. Beberapa hal yang Josh yakini memang bertentangan dengan apa yang sudah Sabian lakukan selama bertahun-tahun. Selera semacam segelas kopi atau segelas susu saja, mereka sudah mengetahuinya satu sama lain. Namun prinsip? Tidak, Sabian bahkan tidak yakin apa yang ia tekuni selama ini benar adanya.

"Lo kenapa sih keras kepala banget dengan rencana pelarian ini?" suaranya terekam jelas pada kepala Sabian. Menyebalkan, namun ia tak bisa melupakannya begtiu saja. Setelah banyak waktu bersama, dengan tujuan yang hendak mereka ingin capai—mendadak, Josh ingin berhenti. "Gara-gara Ann?"

Josh mendengus. Menatap sang lawan bicara dengan pandangan memicing. Seberapa banyak lelaki itu menjelaskan, maka satu langkah lebih banyak lagi Sabian terus mengelak. "Ann terus yang dibahas, udah gue bilang bukan gara-gara dia, anjing."

"Tapi lo berubah sejak kenal Ann, Josh."

"Sepertinya lo lupa, Bi," Josh melempar batu ke arah danau dengan emosi meluap. Udara sejuk pagi itu tak menenangkan perasaan Josh sama sekali. Kacau, bagai badai panas yang terus menghantamnya. "Dari awal gue ada disni, gue lebih dulu kenal Ann. Kalo nggak ada dia, kita nggak kenal."

Sabian membalas jengkel. "Harusnya lo tau, tabiat itu bocah kayak apa."

"Semua hal terjadi di dunia ini ada alasannya, Sabian."

Kala itu, Sabian masih terlampau emosi. Mereka sudah berjanji akan menjadi garda terdepan untuk perusahaan. Kabar mengenai rencana pelarian dari Josh yang hendak mengajaknya membuat rencanya buyar tanpa celah. Hancur. Sabian tak mengindahkan perkataan Josh sebab ia terlalu sibuk untuk membujuknya agar tidak melakukan hal aneh.

"Termasuk alasan sebenarnya kenapa kita ada disini."

Josh dan Sabian adalah sahabat karib. Semua orang bahkan tahu itu. Rencana pelarian yang benar-benar terjadi dua tahun lalu membuat perusahaan kacau—kalang kabut. Sebab kebanyakan dari mereka yang kabur adalah anak-anak potensial. Memiliki sesuatu yang bahkan Sabian yakini sudah diketahui olehnya.

Entah sudah berapa kali matahari tenggelam, Sabian tak berniat mencari tahu kemana Josh pergi. Dia terlampau dibutakan oleh emosi hingga beberapa bulan lalu, ia melihatnya.

Josh, mendatangi perusahaan seolah ia tak melakukan kesalahan apa-apa.

Itu sangat tidak masuk akal. Bagaimana bisa Josh dan para petinggi menganggapnya itu bukan suatu hal yang besar? Ketika camp sedang kekurangan banyak orang.

Metanoia | heeseungWhere stories live. Discover now