Enam

156 15 1
                                    

Catatan Penulis:

Sebelum tahun 1945, Korea dijajah Jepang.

Pasca Perang Dunia II, Amerika menduduki bagian selatan dari garis paralel ke-38, sedangkan di utara oleh USSR (Uni Soviet). Diajukan rencana pemerintahan perwalian untuk waktu singkat, yang diikuti oleh pemerintahan yang akan dijalankan Korea dengan merdeka. Rencana awal untuk mempertahankan Jepang mengakibatkan protes besar-besaran. Kemudian sebuah pemerintahan sementara disusun oleh Amerika, dengan menyingkirkan partai-partai politik yang sudah mendapat dukungan rakyat seperti Partai Rakyat Republik Korea, yang membuat ketidaksenangan publik meningkat. Amerika bahkan melarang partai tersebut untuk beroperasi, mengatakan bahwa mereka sealiran dengan komunisme, meskipun tidak terbukti demikian.

Tindak protes yang ada di bab ini termasuk dalam Pemberontakan Musim Gugur tahun 1946, dimulai dari selatan; Busan, Daegu dll lalu naik ke Seoul.

***

1946, Seoul.

Joon Jae berdeham keras-keras, dan sebuah tangan besar menepuk punggung Jaehyun. Beberapa saat setelahnya ia ditarik ke dalam pelukan yang canggung, tangan itu masih berdiam di punggungnya, dan beberapa saat kemudian, ia bebas.

"Ayah bilang, katakan saja kalau kau butuh sesuatu," ujar Joon Jae.

"Aku turut berduka cita, Hyung," Daehyun menimpali dengan nada sendu. "Ibu menitipkan ini untukmu. Katanya kau harus makan teratur dan tetap tegar."

Jaehyun mengangguk, mengambil kotak berbalut kain dari tangan yang lebih muda. Isinya adalah kimchi dan ikan asin, ia sudah bisa mencium baunya, dan ia sedikit terhenyak bahwa hanya hal itulah yang ada di pikirannya saat ini. Titipan ini adalah bentuk belasungkawa baginya yang baru saja kehilangan ayah, dan sekarang yang menghuni benaknya adalah kimchi dan ikan asin, namun ia sudah mulai terbiasa.

Dua hari telah berlalu, dan ia merasakan semacam abstraksi yang aneh, seakan sudah bisa mencerna peristiwa yang terjadi. Ia tak lagi merasa seperti hewan yang disembelih, seperti isi tubuhnya dibeberkan dan seisi dunia mengawasinya sambil lalu, ingin tahu bagian mana yang akan dipotong selanjutnya. Hari ini ia tak lagi merasakan kesepian yang menyiksa itu. Hari ini terasa seperti hari-hari sebelumnya, seperti hari lain di mana ia tetap berkegiatan sembari ayahnya berada di Jepang.

Kemudian hanya terasa sakit lagi ketika ia menyadari bahwa tak akan ada lagi surat-surat, dan tak akan ada lagi harapan untuk bisa kembali ke hidupnya yang dahulu.

Joon Jae berdeham lagi. "Sungguh, Jaehyun, aku paham. Kalau kau butuh sesuatu..." ujarnya.

Jaehyun memandanginya. Ia heran, apa-apaan? Dua orang temannya itu, Joon Jae dan Daehyun, orang tua mereka masih hidup dan baik-baik saja, bagaimana bisa mereka memahaminya?

"Aku dan nenekku baik-baik saja," sahutnya.

"Bagaimana dengan uang? Uang... kalau kau tidak keberatan."

"Aku akan berhenti sekolah," katanya santai. Seperti kata neneknya pagi tadi saat mereka duduk bersama untuk bicara.

Aku tidak bisa menyekolahkanmu, kata perempuan itu. Aku tidak punya uang dan aku tidak bisa meminta lebih pada Tuan Besar, Jaehyun. Menurutku itu bukan tindakan yang benar, dia sudah terlalu banyak memberi. Maaf, aku minta maaf, Nak, aku ingin sekali memberimu yang terbaik.

Dagunya bergetar seperti anak kecil dan kerongkongannya tercekat, dan ia bahkan tidak tahu mengapa, padahal selama ini ia selalu membenci sekolah. Tetapi mungkin inilah saat di mana ia harus mulai menerima kenyataan. Bahwa mungkin ia akan menghabiskan hidupnya di pabrik dan mati di pabrik, seperti ayahnya. Seperti seekor anjing, dan mungkin mereka akan membakar tubuhnya di sembarang tempat dan meninggalkan satu tas pakaian sebagai bukti bahwa ia pernah hidup di dunia ini.

Lifetimes [Jaeyong] - Terjemahan Bahasa IndonesiaWhere stories live. Discover now