1. The Show

50 4 0
                                    

Binara menatap gugup kearah ponsel diatas meja, hari ini adalah pengumuman penerimaan siswa baru. Akhirnya setelah menunggu selama 2 hari setelah selesai melakukan tes beasiswa kini ia dihadapkan dengan hasil yang akan ia peroleh.

Disampingnya sang sahabat karib Dita juga tak kalah gugup, mereka sama-sama mendaftar disekolah elit yang sangat di idamkan oleh banyak orang. Keduanya memutuskan untuk segera melihat karena memang sangat penasaran dengan hasil yang akan mereka dapat.

Di mulai dari Dita yang pertama kali melihat kearah ponsel lalu disusul dengan teriakannya yang sangat kencang hingga membuat Binara menutup telinganya.

"Binara!!! Aku keterima!!!"

Binara tersenyum haru, lalu ia dengan cepat meraih ponselnya diatas meja dan teriakan Binara pun terdengar tak kalah kencang dari Dita.

"Dita!! Aku juga!!"

Keduanya langsung berpelukan sambil mengucap syukur, Binara menangis karena terharu sedangkan Dita malah lebih parah, gadis itu sekarang malah sesenggukan.

****

Binara tersadar dari lamunannya, saat ini ia tengah berada di toilet sekolah. Bukan, bukan karena ia menyendiri namun seseorang baru saja menguncinya dan Binara sudah lelah untuk berteriak untuk dibukakan pintu.

Karena sudah lama menunggu, pikirannya tak sadar membawanya pada kenangan indahnya bersama sahabatnya, Dita.

Mereka sangat dekat, mereka selalu bersama namun semenjak kejadian saat itu. Kejadian dimana nasib buruk terus mengikutinya, sang sahabat mulai menjauhinya. Masih segar ingatannya saat Dita mengabaikan panggilannya dan justru tak menganggap kehadirannya.

Sejak kejadian dikantin kala itu semuanya berubah, Binara yang awalnya ingin masa sekolahnya berwarna dan damai kini harus menelan pahit mimpinya karena hanya masalah sepele.

Padahal jelas bukan ia yang bersalah, namun mereka tetap saja membullynya.

Gadis yang mendorongnya saat itu sudah keluar dari sekolah ini dan pindah dari sekolah lain karena menjadi bahan bully. Dan setelahnya justru ia yang menjadi korban selanjutnya, padahal sudah ia tekankan bahwa ia juga tidak sengaja dan itu murni juga bukan karena ulahnya.

Namun mereka tak peduli dan terus merundungnya.

Aletha sang Primadona juga sebenarnya tak terlalu peduli, bahkan ketika ia datang meminta maaf gadis itu tak menatapnya sama sekali. Justru kekasih Aletha lah yang  menjabat tangannya, dan pada akhirnya perban putih membalut telapak tangan kanannya.

Binara sangat membenci mereka, karena merekalah kini sekolah yang awalnya mimpi yang ia puja kini menjadi tempat yang sangat ia benci.

Namun Binara tak seperti yang mereka pikir, ia tak selemah itu untuk mereka rundung. Memasang wajah datar dan juga bersikap tenang itu menjadi pilihannya kini, saat mereka sudah siap dengan 1001 cara untuk merundungnya maka Binara memiliki 1002 cara untuk bertahan.

Matanya menatap keatas, ia memutuskan untuk memanjat dinding kamar mandi dengan cara menaiki kloset. Lalu meloncat sedikit hingga kedua tangannya menggapai bagian atas kamar mandi, dan sekuat tenaga menaikkan kaki kirinya untuk berpindah ke kamar mandi samping. Kedua kakinya tak sampai untuk menapak di kloset jadi ia melepaskan tangannya dan mendarat dengan sempurna diatas kloset yang tertutup.

Lalu setelahnya berjalan keluar dari bilik toilet, langkah kakinya mengejutkan siswa-siswi yang sedang bersenda gurau di kelas. Namun Binara tak ambil pusing dan segera untuk duduk dibangkunya yang paling pojok terbelakang.

Binara tahu mereka sedang menatapnya namun ia acuh akan hal itu, ia tetap menyandarkan tubuhnya ke tembok sambil membaca sebuah buku fisika.

****

Bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi, namun Binara masih asik dengan dunia belajarnya. Ia tak peduli walau kini kelasnya sudah kosong atau langit diluar sudah gelap. Ia tetap menulis beberapa catatan yang masih belum ia selesaikan, lalu setelah sampai di baris akhir jarinya berhenti dan segera merapikan alat tulisnya didalam ransel.

Koridor sekolah sudah sepi karena semua murid berhamburan keluar sedari tadi. Niat Binara ingin segera pulang kerumah karena pasti adiknya sudah menunggu kepulangannya.

Namun niatnya harus ia urungkan begitu melihat sepasang sepatu berhenti tepat di depannya. Dia adalah Alan, sang Pangeran sekolah namun Binara lebih menyukai julukan iblis terselip pada nama lelaki itu.

"Long time no see."

Namun Binara mengabaikannya, gadis itu berjalan melewati tubuh tegap lelaki itu. Namun sepertinya Alan bukan tipe lelaki yang penyabar, jadi kini ia membekap mulut Binara lalu menyeretnya hingga memasuki ruang musik sekolah.

Tubuh gadis itu didorong kasar hingga tangan kanannya yang terbalut perban harus kembali terasa nyeri karena bertubrukan dengan kerasnya lantai. Binara memegang tangan kanannya sambil menatap Alan sengit.

"Tolong kak, sekali saja jangan ganggu saya."

Namun Alan justru tertawa sinis, lalu duduk diatas piano yang tertutup. Mengisyaratkan agar dua teman perempuannya menjalankan aksi.

Dua perempuan yang sedari tadi memperhatikan kini berjalan dengan cepat kearah Binara sambil membawa sebuah ember, keduanya melepaskan paksa ransel Binara. Lalu mengeluarkan buku catatan miliknya dan menceburkannya kedalam ember yang berisi air.

Binara yang melihat itu dengan segera mencoba untuk mengambil buku miliknya namun kedua tangannya dicengkeram dengan kuat. Lalu Alan pun berjalan ke arahnya atau lebih tepatnya kearah ember yang berada didepan Binara.

Tangannya mengeluarkan buku itu dan membukanya, netranya menatap tulisan yang sangat rapi itu kini nampak mulai luntur karena air yang menyerap kedalam kertas.

Lalu dengan sekali tarik, buku tersebut terbagi menjadi dua dan selanjutnya ia mulai mrnyobeknya menjadi beberapa bagian dan memasukkan kembali kedalam ember yang berisi air.

Alis kiri Alan naik keatas lalu bibirnya menciptakan seringai, jujur saja lelaki itu akui bahwa Binara cukup hebat karena bisa bertahan dengan perundungan yang sudah ia dan teman-temannya lakukan, atau bisa disebut seluruh murid sekolah merundungnya.

Namun gadis itu begitu kuat untuk menahan dan Alan benci bagaimana raut datar Binara yang seakan meremehkannya. Jika dengan rundungan fisik tak dapat mengalahkan mental Binara maka dengan sedikit mengulik sesuatu yang Binara suka akan ia lakukan.

Dan yang Binara suka adalah belajar, jadi ia membuat tangan perempuan itu terluka. Namun sepertinya ia tak terlalu mempan jadi sekarang ia merusak buku catatan yang sangat gadis itu puja,  ia tahu Binara sangat suka menulis catatan dan buku catatan yang sangat Binara suka sudah ia lenyapkan.

Setelahnya ia tersenyum penuh kemenangan begitu melihat bagaimana raut terluka Binara yang saat ini meratapi bukunya yang sudah menjadi bubur. Maniknya bertubrukan sesaat dengan netra penuh luka Binara, ada rasa kepuasan tersendiri begitu melihat hal itu.

Dan... Alan menyukai tatapan itu.

****

Tbc.

Jangan lupa komen❤
See you..

Psycho-sideWhere stories live. Discover now