5. Ok, let's play

34 6 0
                                    

Binara menatap datar kearah ponselnya, layar ponselnya menunjukkan sebuah foto yang terposting disebuah akun sosial media. Bukan hanya satu namun ada empat hingga lima foto yang terposting.

Foto pertama menampilkan gambar dirinya bersama Alan. Tangan lelaki itu yang menahan tangannya dari belakang, lalu foto kedua menunjukkan posisi dimana keduanya tengah bertatapan.

Selanjutnya foto ketiga memperlihatkan gambar yang akan membuat orang pasti salah faham, foto itu memperlihatkan dimana Alan terlihat seperti mencium dirinya.

Foto keempat menunjukkan saat Alan menyelipkan rambutnya dan foto kelima menunjukkan tangan Alan yang memegang tengkuknya.

Banyak sekali komentar hujatan dan sumpah serapah untuknya, mulai dari mengatakan bahwa dirinya gadis murahan, bahkan menuduh ia seorang gadis penggoda.

Binara terperangah tak percaya, bagaimana bisa mereka menyimpulkan berita murahan seperti ini. Foto itu diambil dari gedung sebelah, dan Binara tahu dimana foto itu diambil.

Gedung Pertemuan.

Bangunan itu memiliki dua lantai, yang mana lantai pertama digunakan sebagai aula untuk kegiatan penting sekolah. Lalu lantai kedua biasanya digunakan untuk sebuah rapat OSIS atau rapat dewan.

Dan yang membuat Binara sangat jengkel adalah, cara pengambilan foto itu yang sangat tepat sekali. Membuat orang-orang berpikir bahwa itu adalah sebuah foto romantis.

Begitu pula dengan caption foto yang terlihat sangat dramatis 'Kisah Upik Abu dan Pangeran dibelakang layar' terdengar sangat menggelikan sekali.

Saat ini Binara sedang bersembunyi di dalam gudang peralatan olahraga sekolah. Ia harus menjauh sejenak dari kondisi sekolah yang panas karena berita heboh tadi pagi. Dalam hati ia berdecak sebal karena hal ini kini ia harus terpaksa membolos kelas.

Binara menyandarkan tubuhnya ke tembok, mencoba berpikir bagaimana ia harus menghadapi keadaan. Tak mungkin ia harus terus bersembunyi seperti pengecut, namun ia juga ragu untuk melawan.

Namun tak lama ia tersenyum tipis, yang bisa ia lakukan hanya melangkah. Jika ia mundurpun jurang pun menjadi tujuan akhirnya, jadi jika ia ingin sampai kepuncak ia harus maju.

Ia menarik napas panjang, lalu tangannya mulai membuka knop pintu dan mulai melangkahkan kakinya keluar.

"Ok, let's to be a star."

***

Dengan mencoba  untuk percaya diri, kakinya mulai melangkah di koridor. Untung saja saat ini pelajaran tengah berlangsung jadi Binara tak perlu mencoba untuk menghindar.

Namun saat berjalan melewati area depan lapangan ia mulai merasa takut, karena saat ini kelas Aletha sedang melaksanakan pelajaran olahraga. Dan seperti dugaannya, seluruh atensi kelas kini tertuju padanya.

Begitu pula dengan Aletha, kini gadis itu bersama dengan teman-temannya berjalan cepat kearahnya lalu menghadangnya.

"Kebetulan banget lo muncul, kita ada kejutan buat lo."

Tangannya dicekal dan dipaksa untuk ikut bersama mereka, namun Binara tak selemah itu untuk melawan. Ia menghempaskan tangan itu, hingga membuat Denise, sang pelaku terkejut.

Aletha yang melihat itu tersenyum miring, lalu mulai melangkah maju seakan menunjukkan kuasanya.

"Mulai berani juga ternyata.."

Binara tentu tak mau kalah, kini ia juga ikut melangkah seakan menunjukkan bahwa ia tak kenal takut.

"Kenapa saya harus takut? Sama-sama makan nasi."

Aletha mencengkeram kerah Binara dengan kedua tangannya hingga membuat Binara terinjak kaget karena aksi Aletha barusan.

"Nggak usah ngerasa tinggi deh, lo itu cuman anak kemarin sore. Cuman karena lo godain Alan itu gak bikin status lo tinggi, bitch!"

Binara tersenyum mengejek "Kenapa? Kakak panas lihat foto saya sama Kak Alan, itu bahkan gak seberapa dengan kejadian aslinya." Ia tahu tak seharusnya menyiram bensin dikobaran api yang panas.

Mata Aletha mulai memanas, lalu dengan sekuat tenaga mendorong Binara. Dan tak cukup sampai disitu ia mulai menjambak dan mencaci maki Binara.

Binara tak tinggal diam, ia pun juga ikut melawan, mulai dari mencakar sampai menginjak kaki Aletha. Beruntunglah ia karena belum sempat memotong kukunya.

Kini keduanya terlibat pertarungan sengit, ketiga teman Aletha pun juga ikut membantu. Dan sekarang Binara harus melawan ketiganya, gadis itu merasakan kulit kepalanya begitu panas karena jambakan, lalu dengan segera ia menendang perut Aletha.

Gadis itu terhuyung yang lansung ditolong oleh Rubby, dan kesempatan itu digunakan Binara untuk memelintir lengan Denise yang menjambak rambutnya.

"Ahk!"

Binara terhuyung begitu kakinya ditendang dari samping oleh Miranda, gadis dengan penampilan berantakannya itu nampak kelelahan. Keduanya kembali terlibat perkelahian dan karena kesal Binara menonjok pipi gadis itu hingga ia terjatuh.

Tendangan dari Rubby tak bisa ia elakkan, kini ia jatuh terjerembab. Pipinya ditampar, Binara mencoba melawan namun ia kewalahan karena tamparan di kepalanya tak terhentikan. Jadi ia mengumpulkan tenaganya dan sekuat tenaga mendorong tubuh gadis itu.

Kini ia berada di posisi atas, menampar kedua pipi gadis itu dengan cepat, dan sebagai penutup ia memberikan sebuah bogeman mentah dipelipis gadis itu. Namun lagi ia merasakan tendangan di bahunya, dan pelakunya adalah Aletha.

Gadis itu nampak memegangi perutnya, dan tak lama Binara menerjang tubuh itu. Ia menampar sekuat tenaga pipi kanan Aletha, dan tentu saja Aletha tak tinggal diam. Ia iku mencakar tangan Binara. Keduanya terlibat pertarungan sengit, hingga akhirnya ia kembali merasakan tendangan di punggungnya.

Namun Binara tetap fokus untuk mencakar serta menampar Aletha, mengabaikan jambakan serta dorongan di belakang. Begitu melihat Aletha yang sudah nampak lelah, ia langsung meninju rahang gadis itu sebagai hadiah.

Kerah belakangnya ditarik dari belakang membuat Binara dapat melihat sang pelaku. Ia lalu tersenyum miring melihat Denise yang nampak emosi, Binara menahan tangan Denise ketika gadis itu hendak meninju wajahnya, ia lalu menggigit tangan gadis itu sekencang mungkin hingga Denise berteriak kencang.

Dan tak ingin membuang waktu dengan segera Binara menarik lengan itu hingga tubuh Denise terjerembab kedepan, lalu leher jenjang gadis itu ia cekik dan bersamaan dengan itu ia dorong gadis itu kebelakang.

Kini ia kembali berada diatas, sekuat tenaga ia menampar kedua pipi Denise dengan tempo cepat, dan yang terakhir ia memberikan tonjokan pada hidung gadis itu.

Binara lalu bangkit, ia nampak kelelahan nafasnya terdengar begitu memburu, seragamnya nampak sangat semrawut begitu pula dengan rambutnya. Ia menatap sekeliling yang saat ini nampak ramai, murid-murid mengerubungi mereka membentuk lingkaran. Ia lalu berjalan mencoba untuk pergi, namun tangan kanan Miranda mencekal kaki kanannya.

Dengan emosi Binara menendang udara agar kakinya terlepas, lalu setelahnya menginjak tangan Miranda dengan penuh tenaga hingga membuat gadis itu berteriak kencang.

Binara kembali melanjutkan langkahnya dan membelah kerumunan, tak ada yang berani menghentikannya. Ia menatap siswa-siswi dengan mata lelahnya, mereka mengalihkan pandangan. Ia tersenyum disudut bibirnya, mereka harus tahu ia tidak selemah itu. 

****

Sorry for typo, vote and comment please.

Psycho-sideWhere stories live. Discover now