Pencarian Besar-Besaran

73 48 10
                                    

Shena's POV

Istirahat pertama ini, Nanda menghampiri kita semua dengan wajah panik. Sekadar informasi, kami sudah berbaikan dan Nanda sudah putus sama Herve tanpa ada niatan buat balikan lagi. Karena Nanda beserta Elen juga kembali ke Kamseupay, maka dari itu geng Kamseupay juga telah kembali dengan formasi 6 orang.

"Adeknya Herve ga pulang 4 hari..." cerita Nanda. Aku kaget. Ada apa dengan keluarga Mahardikha? Baru-baru ini sepertinya mereka sering tertimpa nasib yang kurang baik. Kemarin, mamaku cerita kalau Pak Atmaja, ayah Herve, dituduh menerima suap saat mencalonkan diri menjadi anggota DPRD untuk provinsi DKI Jakarta. Mama mengetahui ini karena diceritakan oleh salah satu pegawainya di kantor. Padahal, semua rekan kerjanya mengetahui bahwa beliau merupakan orang yang jujur dan adil dalam melakukan pekerjaan. Bahkan mamaku yang bertugas menyuplai barang ke Apotek Mahardikha juga tahu betul bahwa orangtua Herve tak mungkin terlibat dalam kasus seperti ini.

"Hah? Emang kenapa?" aku kebingungan.

"Jumat kemarin Alvin pamit sama ortunya mau pergi sama temennya, ga bilang tujuannya kemana. Eh sampe sekarang ga balik anaknya," cerita Nanda. Seketika aku pun panik, karena aku terbiasa menonton kasus kriminal berupa penculikan atau pembunuhan anak-anak yang mana 24 jam pertama sangatlah penting untuk menentukan apakah anak itu hidup atau mati.

"Siapa temennya?" aku bertanya. Karena lingkup pertemananku cukup luas, makanya mungkin saja aku mengetahui teman Alvin tersebut.

"Juan namanya, rumahnya di sekitar Cipete," cerita Nanda.

"Komplek BRI Cipete bukan? Kalo iya, jangan-jangan tetangga gue itu temennya Alvin," tanyaku penasaran setelah mengingat salah satu anak tetangga yang suka bermain denganku waktu kecil, "soalnya gue liat di rumah tetangga gue ada anak cowok satu lagi, yang kayaknya seumuran atau ga beda jauh sama dia, ga tau gue itu siapa, entah saudaranya lagi nginep atau temennya. Padahal tetangga gue ga punya adek atau kakak cowok".

"Lah gue ga tahu persisnya, soalnya gue ga kenal tu anak. Intinya, rumahnya sih di daerah Cipete kalo kata mamanya Herve," jelas Nanda.

"Oh, gimana kalo nanti pas pulsek lo ke rumah gue? Ntar gue bakal mampir ke rumah Juan tetangga gue," ajakku.

"Sabi lah. Siapa tau dia sembunyi di situ. Karena, Alvin kan umurnya 14 tahun, remaja. Suka tiba-tiba ga pulang sampe ortunya panik, eh ga taunya ada di rumah temennya," Nanda menyetujui ajakanku, namun entah kenapa kata-kata Nanda barusan membuatku sedikit skeptis. Karena seringkali pula saat aku menonton video kasus-kasus pembunuhan yang melibatkan anak remaja, pasti saat orangtuanya melapor kehilangan anak untuk pertama kalinya, laporannya tidak ditanggapi dengan serius oleh kepolisian karena dianggap anak itu hanya ingin kabur dari rumah. Bahkan di beberapa kasus yang lebih buruk, sampai orangtuanya menelepon beberapa hari kemudian karena anaknya tak kunjung pulang, masih saja ditanggapi dengan tidak serius oleh polisi. Hingga akhirnya, terungkaplah bahwa anak yang dicari tersebut telah tiada. Aku sangat takut apabila itu terjadi pada adik Herve. Meskipun aku tidak mengenalnya, aku harus mendoakan agar terjadi hal-hal baik.

Sepulang sekolah
Setelah pulang sekolah, aku langsung nebeng motor Ananda untuk pergi ke rumahku. Sebelum ke rumah, kami sempet membeli beberapa makanan dan minuman di Indomaret yang tak jauh dari sekolah, yang mana aku menggunakan kesempatan tersebut juga untuk membeli sedikit buah tangan untuk Juan tetanggaku yang sudah lama tak berinteraksi denganku.

Sesampainya di depan rumahku, aku langsung turun dan memberikan oleh-oleh tersebut ke rumah Juan.

"Permisi," kataku sembari mengetuk pintu rumah tetangga yang rumahnya berseberangan denganku itu.

"Ya?" jawab seorang remaja laki-laki dengan sweater putih. Orang itu nampak tak asing, sebab ia terlihat sangat mirip dengan foto adik Herve yang tersebar di sekolahku.

"Namamu siapa?" aku penasaran.

"Alvin," jawabnya singkat, padat, dan jelas. Seketika aku menyodorkan oleh-oleh yang kubeli ke tangan "Alvin" dan segera berlari menuju ke rumahku, yang mana Nanda telah menunggu di teras, karena aku telah memberikan kunci rumahku pada Ananda.

"Nanda, kita menemukan Alvin! Ternyata bener, adeknya Herve selama ini ada di rumah tetangga gue!" kataku setengah berteriak karena sangat gembira.

"Eh, serius?" Nanda gak percaya.

"Coba lihat situ," aku menunjuk ke teras rumah Juan. Benar saja, Juan dan Alvin terlihat sedang nongkrong di teras sambil memakan camilan yang kuberikan tadi. Buru-buru Nanda mengambil foto mereka diam-diam dan segera dikirim ke mamanya Herve.

"Makasih banyak ya She, udah bantu nyariin Alvin. Kasihan banget, Tante Sofia dari kemarin udah nangis plus overthinking terus," komentar Nanda. Kami berdua pun merasa lega karena telah menemukan anak bungsu dari keluarga Mahardikha yang menghilang semenjak hari Jumat kemarin, dengan kondisi sehat walafiat.




==Unbelievable==

[SUDAH TERBIT, OPEN ORDER] unbelievable // k-idols 01lTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang