Sarwa Sepuluh.

2.7K 148 78
                                    

Sagam mendapatkan banyak cibiran dari teman-teman di sekolahnya. Pasalnya, terlihat dari kantung matanya yang menghitam. Sagam terlihat lemas, lesu, loyo, dan kurang tidur hingga bawah matanya menggelap.

"Maraton lo?"

"Lo kemaren nonton pilem Singa perang sampe jadi Panda begitu?"

"Kembaran Fizi nih! Pasti abis nungguin ayam jantan bertelur, kan?"

Menyebalkan. Walau Sagam diselimuti rasa kantuk yang mendarah daging, samar-samar ia bisa mendengar kalimat sialan itu.

"Gam!"

"Jangan diusilin, Han! Nanti Maung nya ngamuk," omel Ojan mengehentikan tingkah Dehan yang menjahili temannya yang tengah tertidur pulas.

Ketiga kawannya menatapi Sagam yang sama sekali tak terusik akan hadirnya mereka. Jadi mau tak mau mereka harus berusaha membangunkan temannya itu. Mereka khawatir, karena sejak awal memasuki gerbang Sagam langsung memasuki kelas dan memilih tidur. Padahal biasanya Sagam akan banyak berbincang dengan mereka, sampai pulang pun itu pasti.

"Han, ambil galon di deket papan!" perintah Asad.

"Keselek apa lo sampe butuh air segalon!"

"Anjing! Lo lemotnya nyerempet ke bego."

Dehan dengan sigap menghentikan tindakan Asad, "yang bener aja lo ngeguyur dia make aer galon!"

"Bener tuh, kenapa gak make aer kembang aja."

"Kalian kalo goblok minimal jangan keliatan-keliatan banget lah!"

Mereka membiarkan Sagam tertidur, bahkan hingga jam istirahat Sagam tak terusik tidurnya. Namun nasib baik memihak Sagam, pasalnya pagi hari ini penuh dengan jam kosong.

Ojan kembali dari kantin, membawa sekantung kresek. Ia menyenggol lengan Sagam yang masih tertekuk diatas meja, "Gam!"

Sagam melenguh. Ojan melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya, hingga sang empu terbangun dari tidurnya.

"Lo tidur kaya orang mati suri."

Sagam dengan nyawa setengah sadar hanya menatap temannya dengan mata berkabut.

"Nih, makan!" suruh nya memberikan gorengan yang terbungkus rapi dalam kantung kresek, "tapi jangan lupa ganti duitnya."

Sagam tersenyum samar. Ojan selaku yang tertua memang memiliki jiwa peduli yang melekat. Tangannya menyentuh kresek itu, gorengannya masih hangat. Dengan lahap ia menyantapnya, walau rasa kantuk masih menerjangnya. Sedangkan Ojan telah melongos pergi, Sagam yang telah selesai dari acara santap menyantap kini ikut menghampiri teman-temannya.

Langkah kakinya berjalan melewati koridor, hingga ketiga kawannya itu nampak sedang mengerumuni lapangan yang bising.

"Woi! Ngintipin siapa kalian?"

"Kita gak cabul kaya lo," cibir Ojan, "tuh, lo gak liat Rafathar sekarang sekolah di sini?"

"Ngelawak mulu lo!"

Asad menyadari akan kehadiran Sagam disampingnya. "Biasa, lagi nyari sensasi."

Sagam mengamati akan maraknya keramaian di lapangan itu. Tidak ada faedahnya, manusia suka sekali membuang-buang waktu. "Oh, murid baru toh."

V A R I O「 BL LOKAL 」Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora