Xabina Magenta Wiraloka, pria berusia 18 tahun ini hidup dalam penjagaan ketat tiga kakak yang super duper protective. Apa saja yang Xabina makan, siapa saja temannya dan kemana saja ia pergi, semua itu harus berada dalam pengawasan mereka. Seakan m...
"Heh, Uncrit! kemaren lu ngibrit kemana sih sebenernya? lu nyari kantong plastik ke Yunani apa gimana?!" Tak kunjung mendapat tanggapan, Nathan menoleh ke arah Xabina yang berjalan tepat di samping dirinya. "Ih sumpah ya, lu tega bener! gue lagi ngomel bukannya dibujuk malah dicuekin! gara-gara lu gak balik lagi, gue jadi diurusin sama om lu yang nyebelin itu. Ah, anjir! gue gak tau lagi harus ngadepin itu orang giman--"
"AAAAAAAAA!!!!"
Hampir saja Nathan tersandung setelah dikejutkan oleh teriakan Xabina yang saat ini duduk berjongkok seraya menenggelamkan kepalanya. "Apa, apa?! kenapa?!" Dengan cepat Nathan merebut handphone dalam genggaman Xabina untuk mendapati sebuah room chat.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"PAK BARAT ANJ-"
Belum sempat Nathan menyelesaikan umpatan, Xabina bangkit untuk membungkam mulutnya. "Nathan ih, Nathan jangan teriak-teriak, nanti ada yang dengar!" ujarnya penuh penekanan.
Nathan mengangguk lalu melepaskan tangan Xabina. "Jujur sama gue, ada kejadian apa dibalik nama panggilan mas-adek ini?" Melipat kedua tangan di depan dada, Nathan mengelilingi sang sahabat dengan tatap penuh selidik. "Gue curiga, lu kemaren ninggalin gue di klinik gara-gara ketemuan sama dia, kan?" tebaknya.
"Eung? e-enggak.. enggak gitu loh Nathan.."
Pandangan menunduk, tangan meremat ujung baju dan ucapan terbata-bata. Lengkap sudah seluruh syarat untuk dapat menghidupkan radar kebohongan. "Udah deh, gak usah repot nyari-nyari alesan! lu tuh gak pernah bisa ngibulin gue, Uncrit!" Seperti biasa, Nathan menyalurkan kekesalannya dengan mencubit hidung lancip Xabina hingga pria manis itu menjerit kesakitan.
"Bin, ini gue beneran serius. Kemaren gak ada apa-apa, kan? kalo lu emang beneran pergi dari klinik buat nemuin Pak Barat, gue gak masalah sama sekali, gue ngerti posisi dan jadwal lu yang padet buat nyiapin acara." Menggenggam kedua tangan Xabina, Nathan mengganti kesan jahil menjadi khawatir untuk menjadi air wajahnya. "Bin, lu tau kan kalo gue selalu ada di pihak lu?" ujarnya lagi.
"Bina.. Bina so sorry, Nathan. Kemarin Bina diajak itu.. diajak ke tempat yang bakal dipake buat.. foto-foto. Bina awalnya kan nolak ya, Bina nangis terus bilang 'Turunin Bina!' gitu! tapi ya, tapi Om Barat malah pegang tangan Bina terus ngueng~ kita pergi cepat-cepat. Bina udah marah besar loh padahal, Om Barat nakal, sangat-sangat nakal!" Tak ingin Nathan melanjutkan agenda penyelidikannya, Xabina buru-buru menarik sang sahabat untuk berjalan cepat.
"Om Barat lupa kalo hari ini ada jadwal ngajar, jadinya buat foto-foto ditunda besok. Nathan pulang bareng Bina ya hari ini, kita langsung coba baju di rumah Bina!"
"Bin, tapi--"
"Aduh, Nathan cerewet sekali! Jangan ngomong-ngomong terus, ini kita bisa telat!"
Menurut, Nathan bungkam dan sedikit berlari untuk menyamakan langkah dalam gelisah. Ada apa? kenapa Xabina terlihat sangat gigih untuk mengalihkan pembicaraan? siapa yang sudah mengganggu sahabat kesayangannya? selama pertanyaan itu terlampau bising memenuhi kepala Nathan, satu wajah tiba-tiba muncul sebagai dugaan. Jerry, gue gak akan segan buat bikin lu mampus kalo lu sampe nyakitin Bina, pikiranya seraya mengeraskan rahang.
