BAB 7 : Invalidate

32.1K 1.4K 31
                                    

Terimakasiii udah baca.
Happy reading 🌹

****

Sudah lima menit Arsen berdiri di balkon kamarnya tanpa melakukan apa-apa. Matanya menatap lurus ke depan—memandang pusat kota di pagi hari yang menampilkan hiruk-pikuk manusia dan kendaraan berlalu lalang.

Hanya menenggak sedikit, kopi di tangannya berubah dingin karena teracuhkan. Sesuatu yang menggumpal di benaknya membuat laki-laki berusia 28 tahun itu merasa tak tenang. Derap langkah kaki terdengar mendekat dari belakang namun tak membuat atensi seorang Arsenio teralih.

"Tuan," panggil Lenia yang sudah berdiri di dekat lelaki itu.

"Bagaimana?" tanya Arsen tanpa mengalihkan pandangan.

"Tidak ada kejelasan, Tuan."

Arsen memejamkan matanya sejenak. Helaan napas berat lolos dari bibir mendengar kabar yang Lenia bawa.

"Apa ada informasi lain?" tanya Arsen.

Lenia mengangguk. "Nomor ponsel yang bersangkutan, Tuan. Kami menemukannya."

****

"Ini belanjaannya taruh di mana?"

"Di kamar."

"Beneran?"

"Di dapur sayang, masa di kamar," sahut Nazeera gemas.

Shena ber-oh ria. Dia menuju dapur, meletakkan barang belanjaan di atas meja pantry. Disusul oleh Nazeera yang juga membawa banyak belanjaan di tangannya. Keduanya baru kembali dari luar. Setelah tadi malam tidur di apartment Shena, paginya Nazeera meminta sahabatnya itu menemaninya berbelanja kebutuhan dapur.

Berhubung hari minggu dan tidak ada kelas kuliah, Shena menyetujui. Pun Nazeera yang baru punya waktu usai meeting dengan klien yang tak lain adalah Arsen. Kendati pertemuan tersebut tak jadi dilaksanakan karena Nazeera terlampau shock kemudian memilih kabur.

"Thanks," ucap Shena ketika Nazeera memberikan minuman dingin kepadanya yang mereka beli saat di luar. Berbelanja dari pagi hingga siang, ditambah banyaknya barang belanjaan membuat tenggorokan Shena mengering. Gadis itu langsung menenggak hingga minuman tersebut sisa setengah.

"Shen." Nazeera memanggil. Dia duduk di kursi di depan Shena sambil mengupas buah yang sudah dicuci bersih. "Gue mau nanya, boleh?"

"Tinggal nanya," sahut Shena sensi. Tingkah Nazeera seolah mereka kenal kemarin sore saja.

"Don't be angry," cicit Nazeera pelan.

"Dih." Shena menukik alisnya. "Kenapa, sih? Santai aja kali. Lo mau nanya apa? Nanya Arsen udah punya pacar apa belum?" tebaknya. "Boro-boro punya pacar, senyum aja unlimited!"

Nazeera menggeleng. "B-bukan. Bukan itu."

"Terus?" tanya Shena. Nazeera bergeming membuatnya cukup kesal. "Apa sih, Zee!"

Nazeera menghela napas. Dia mendongak setelah tadi sempat menunduk. "Setelah kejadian lima tahun itu ... kakek lo sekarang di mana?"

Pertanyaan Nazeera membuat telinga Shena berdengung. Raut wajahnya berubah datar kentara jelas. Hal yang membuat Nazeera menelan ludah melihatnya. "Nggak usah dijawab Shen. Gue cuma—"

"Menghilang," potong Shena. "Dia menghilang di malam hari, di mana paginya akan dihukum mati." Shena menatap meja nanar. "Polisi udah berusaha keras nyari keberadaan dia, tapi nggak ada hasil. Dia nggak ninggalin jejak sama sekali."

Nazeera tertegun.

"Sejak saat itu, dia nggak pernah muncul lagi. Nggak ada yang tau keberadaan dia di mana. Dia hidup ataupun mati, nggak ada yang tau. Dia menghilang bak ditelan bumi," tambah Shena menjelaskan. Matanya tanpa sadar berkaca-kaca. Shena mendongak agar air matanya tak jatuh. Dia kemudian mengulas senyum. "Gue bersyukur dia menghilang. Gue juga berharap dia mati. Manusia kayak dia nggak pantes hidup!"

GREAT GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang