BAB 22 : Terjebak

25K 1.4K 97
                                    

Diciptakan untuk menjadi satu. Terpisah bukan berarti terpecah. Mereka juara dalam mempertahankan.—GREAT GIRL

HAPPY READING PREN 😻

****

"Pagi Ay."

Entah sebutan apa yang cocok untuk gadis bernama Nazeera ini. Tadi malam dia lembek sekali seperti ceker tak bertulang, pagi ini full energi layaknya pengantin baru. Pagi-pagi sekali dia sudah bertandang ke ruangan Arsen—seperti kerutinan sebelumnya. Tak ada sedih, keceriaan menguar pekat di wajahnya. Silau sekali jika itu berwujud cahaya.

Arsen yang tengah bergelut dengan pekerjaan menoleh. Sebelah alisnya terangkat. "Ayanghaseyo lagi?" tanyanya. Arsen tidak lupa saat Nazeera memplesetkan kata 'Ay' menjadi 'Ayanghaseyo' waktu itu!

Nazeera menggeleng semringah. "Ayah dari anak-anakku."

Menyahut 'Ibu dari anak-anakku' tidak mungkin bagi Arsen. Lelaki itu cukup sadar jika gadis di hadapannya ini sudah kembali ke setelan awal. Rusuh dan heboh. Tugas Arsen hanya menyiapkan mental dan pendengaran. Masalah pelatihan, dia sudah terlatih sejak makhluk ini menampakkan diri. "Mana dokumennya?" pinta lelaki itu.

Nazeera mencebik dengan raut sedih. "Emang Pak Arsen nggak mau nikah sama saya?"

'Nggak!' Arsen memekik kencang dalam hati. Sudah cukup dia menerima perempuan ini sebagai sekretaris. Kalau istri, masih dipikirkan. Arsen meletakkan dokumen di tangannya ke atas meja, beralih mengambil secangkir teh yang juga di atas meja tersebut lalu menyeruputnya. Entah pertanyaan Nazeera fakta atau rekayasa, tapi jika laki-laki lain dihadapkan dengan pertanyaan semacam itu, Arsen yakin mereka akan menjawab 'Iya' dengan lantang tanpa pikir panjang. Lagi pula, lelaki mana yang mampu menolak ciptaan Tuhan yang cantik paripurna seperti Nazeera? Hm ... agaknya kewarasan Arsen patut diperiksakan.

"Pak Arsen tenang aja, biar saya yang bayar maharnya."

Uhuk!

Arsen tersedak teh di mulutnya saat itu juga mendengar perkataan Nazeera yang sangat di luar nalar. Nyali perempuan ini tebal sekali, rasanya kamus bahasa inggris tersaingi.

Nazeera berdeham kalem. "Bapak mau mahar apa?"

Uhuk!

Arsen tersedak lagi. Kali ini lebih keras. Lelaki itu sampai menepuk dadanya berkali-kali. Nazeera yang melihatnya terkejut. Astaga ... tenggorokan Arsen ini posesif sekali. Padahal Nazeera hanya menyampaikan niat baiknya! Langkah Nazeera yang hendak mendekat tertahan ketika Arsen mengangkat telunjuknya—perintah agar gadis itu berhenti. Arsen berdeham kecil, menetralisir rasa tersedaknya yang mulai mereda. "Dokumen yang saya minta kemarin mana?"

"Pak Arsen gay, ya?" Nazeera menyipitkan mata. Belum jera sebelum Arsen mengatakan 'Iya'. Memang bakat terpendam yang seharusnya dipendam saja. Sudah kekeuh, fitnah lagi. Meresahkan.

Tak ada jawaban. Arsen memandang Nazeera dengan tatapan yang sulit diprediksi. Lelaki itu tiba-tiba bangkit, berjalan begitu saja menuju pintu keluar, membuat Nazeera yang melihatnya terkesiap.

"E-eh, Pak, mau ke mana?" Nazeera cukup panik, terlebih ketika Arsen terus melangkah tanpa menoleh, garis rahang lelaki itu tegas, membuat Nazeera berpikir bahwa lelaki itu tengah marah. "Pak Arsen, tunggu! Pak! Pak, saya cuma—akhh!"

Suara ringisan lolos begitu saja, membuat Arsen yang selangkah lagi menuju pintu keluar kontan membalikkan badan. Mata Arsen terbuka lebar saat mendapati Nazeera terduduk di sofa dengan betis mengeluarkan darah. Lelaki itu segera menghampiri, berlutut di dekat Nazeera dengan raut cemas terpatri cukup jelas di wajah tampannya. "Kenapa?"

GREAT GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang