Part 09

440 66 6
                                    

Happy reading...



Taeyong POV 16 tahun yang lalu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Taeyong POV
16 tahun yang lalu...

"Untuk apa kau bawa anak itu kemari?"

"Kau tidak lihat wajahnya? Dia akan tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Kita bisa memanfaatkannya nanti."

Dua hari yang lalu, aku memiliki ayah dan ibu yang begitu menyayangiku. Hari ini, aku kehilangan keduanya. Ayahku digantikan seorang pria yang sepertinya tidak menyukai keberadaanku di rumahnya. Ibuku masih tetap orang yang sama, tapi kini tatapannya yang biasanya penuh kasih sayang, berubah menjadi tatapan yang menyiratkan seolah aku adalah debu yang ingin dijentiknya dari baju. Cara bicaranya ketus, dan mendengar bahwa dia ingin memanfaatkanku saat aku sudah dewasa nanti, aku mendadak jadi tidak menyukainya lagi.

Mereka bilang anak sekecil aku tidak pernah tau apa-apa. Mungkin ada untungnya juga, karena aku bisa mengamati orang-orang yang jauh lebih tua dariku, mendengar mereka bicara, dan mereka tidak merasa perlu berbisik-bisik saat menyadari kehadiranku. Dalam hitungan hari, aku tahu siapa putrinya di sini. Adikku. Ayah tiriku terlihat begitu memanjakannya, meluangkan waktu untuk bermain bersamanya, sedangkan aku meringkuk di pojok ruangan, menjadi latar belakang.

Aku hanya punya satu teman. Boneka Barbie-ku yang cantik, yang dibelikan oleh ayah kandungku sebagai hadiah ulang tahunku Juli lalu. Boneka yang dua hari kemudian direbut adikku, dan dia mematahkan kakinya, yang sayangnya tidak bisa lagi dipasang. Aku menangis meraung-raung saat itu, dan mendapatkan cubitan dari ibu, yang hanya membuat tangisanku semakin keras dan memekakkan telinga.

Hari itu, di usiaku yang baru delapan tahun, aku dipaksa mengerti bahwa aku hanya seorang diri. Tidak ada ayah yang akan memeluk dan menepuk-nepuk punggungku saat tidur. Tidak ada lagi ibu yang menyisirkan rambutku setelah mandi. Lucu sekali, bagaimana perasaan bisa berubah begitu cepat. Dalam hitungan jam.

Malam itu, aku bertekad untuk mencari ayah kandungku. Mungkin ada sesuatu yang membuatnya tidak bisa datang untuk menjemputku. Maka biar aku saja yang mencari dan menemuinya duluan.

***

"Jal mottaesseoyo!"

Itu adalah kalimat yang berulang-ulang keluar dari mulutku berbulan-bulan setelah kami pindah ke rumah baru itu. Memasuki bulan ketiga, setelah kegagalanku menemukan Ayah, aku mendaptkan pukulan pertama. Sebuah tamparan keras di wajah, yang membuat pipiku terasa panas dan bagian dalam mulutku berdarah sehingga aku kesulitan untuk makan dan berbicara selama berhari-hari. Aku mengucapkan kalimat itu.

Minggu berikutnya, ketika aku pulang dengan seragam sekolah yang robek karena terjatuh saat di dorong oleh seorang teman, aku dikurung di gudang tanpa diberi makan. Aku kembali mengucapkan kalimat itu.

Butuh lima tahun bagiku untuk menjadi dewasa, dan menyadari bahwa mengucapkan kalimat itu sama sekali tidak berguna. Hari itu, seperti biasa, tas sekolahku di periksa oleh ibu, dan dia menemukan kertas ulangan Matematika bernilai 85 di sana. Aku dengan polos berkata bahwa dia seharusnya tidak marah karena nilai ulangan adikku bahkan tidak mencapai 50. Itu membuatku menghabiskan dua hari penuh pada akhir minggu di gudang tanpa boleh makan ataupun pergi ke kamar mandi.

Aku tidak bilang padanya bahwa itu adalah nilai tertinggi di kelas dan aku adalah satu-satunya murid yang tidak perlu melakukan remidi. Aku tahu dia tidak akan peduli. Dan, aku tahu bahwa meski aku tidak melakukan kesalahan apa-apa, meski aku selalu lebih baik dari adikku Karina, aku tetap saja mendaptkan hukuman.

Maka aku berhenti mengucapkan kalimat itu. Aku terus diam, menerima semua tamparan, pukulan, dan tendangan, tidak pernah tau alasan kenapa aku mendapatkannya. Aku menghibur diri  sendiri dengan menyakinkan diriku bahwa tidak ada kesalahan yang ku perbuat, bahwa mereka hanya membenciku saja.

Nenekku pindah ke rumah kami ketika aku masuk SMP. Dia sahabatku, satu-satunya orang yang menyayangiku dan mau mendengarkan seluruh keluh kesahku. Dialah yang mengoleskan salep atau obat merah di atas luka-lukaku, atau menyelinap ke gudang pada tengah malam untuk memberiku makanan. Nenek sudah tua, dia tidak bisa melawan mereka. Tapi aku senang karena ada dia. Itu saja sudah cukup bagiku.

Dua tahun kemudian, aku menyadari bahwa orang tuaku hanya memukuliku di tempat-tempat yang tertutup pakaian, jadi tidak akan ada orang luar yang menyadari kekerasan yang kuterima. Saat itu, aku masih takut dengan dunia luar. Kalau keluargaku saja sudah sekejam itu, keganasan macam apa yang akan aku dapatkan di luar sana?

Suatu hari, ketika aku menolak mengerjakan tugas rumah, adikku tau, dan dia mengadu, lalu seperti biasa ibuku mengomel, menjambak rambutku, dan mulai membenturkan kepalaku ke kulkas, seluruh kendaliku runtuh. Cukup sudah, aku memberi tahu diriku sendiri. Aku tidak mungkin lebih lama lagi hidup dengan orang-orang seperti ini.

Maka, berbekal sebuah kartu nama dari seorang pencari bakat yang sepertinya tertarik padaku saat kami berpapasan di jalan, juga sedikit uang simpanan Nenek, sore itu aku kabur dari rumah. Seluruh wajahku bengkak, lenganku memar, dan aku terus saja menangis di dalam taksi yang mengantarkanku ke gedung agensi artis yang alamatnya tertulis di kartu nama itu. Aku tahu kebebasanku menunggu. Dekat sekali. Akhirnya rumah itu tidak lagi mengekangku.

Detik itu juga aku tahu bahwa aku tidak lagi menginginkan Lee Taeyong yang lemah, sendirian, dan ketakutan. Aku akan berubah. Aku harus berubah. Menjadi pribadi yang baru. Yang tidak bisa lagi diolok-olok dan diperlakukan semena-mena. Aku harus berada jauh di atas mereka semua, hingga untuk menatapku pun mereka harus memincingkan mata.

Dengan keinginan menggebu itu, aku menambal luka-lukaku yang masih berdarah, memunggut kepingan hidupku yang selama ini jatuh berserakan, lalu mengumpulkan semuanya. Menjadikannya satu bentuk yang sama sekali berbeda. Itulah caraku membalas dendam pada mereka.



TBC



Semoga kalian semua suka dengan apa yang aku tulis.
Jangan lupa vote & komen nya guys biar aku makin semangat nulisnya.
Written:Bucinnyabubu


Part ini emng sengaja pendek biar kalian fokus ke masa lalunya Taeyong dulu 😁




THE ARTIST & THE BODYGUARD (Jaeyong)  Where stories live. Discover now