06 = Fakta Sebenarnya

995 196 34
                                    

"Kau benar-benar tidak membuat sarapan atau bekal makan siang untuk dijual di kantor lagi?"

Kepala Chareez menggeleng menjawab pertanyaan Cheryl padanya.

"Kenapa?"

"Aku menemukan kegiatan lain yang jauh lebih mengasyikkan," jawab Chareez, memilih tidak menjelaskan pada Cheryl alasan sebenarnya mengapa ia tidak lagi membuat makanan untuk dijual. Seminggu terakhir, Chareez sangat frustasi jika berkaitan dengan kenyataan bahwa ia tak lagi mampu merasakan makanan apa pun. Jika Chareez senang ketika tubuhnya tak lagi bisa merasakan sakit, ia justru merasa hampir gila saat tahu tak mampu lagi merasakan banyak rasa dalam berbagai makanan. Dengan keadaannya yang seperti itu, tidak mungkin Chareez mengambil resiko untuk memasak di saat lidahnya tak mampu merasakan apa pun.

"Kegiatan apa itu?"

"Merajut." Chareez menjawab dengan binar di kedua matanya. Setelah memutuskan mengalihkan rasa frustasinya dengan belajar merajut, Chareez merasa cukup terhibur. "Aku sedang membuat satu sweater rajut sekarang. Jika sudah jadi nanti, aku akan menunjukkannya padamu."

"Wah, aku benar-benar iri padamu," decak Cheryl penuh kekaguman pada Chareez yang sangat mudah mempelajari sesuatu. "Kau juga harus membuatkanku nanti."

"Tenang saja. Aku pasti akan membuatkannya untukmu."

"Buatkan yang sama denganmu."

"Kau ingin kembaran denganku?" tanya Chareez yang dijawab Cheryl dengan anggukkan semangat dan langsung membuatnya tertawa kecil. "Baiklah. Jika sudah selesai nanti, aku akan langsung memberikannya padamu."

"Aw! Kau memang sahabatku yang paling baik." Cheryl memeluk Chareez sambil mengucapkan kalimatnya dengan nada menggoda. "Oh, ya. Bagaimana kabar suami yang resmi tinggal denganmu beberapa hari ini?"

Tawa Chareez seketika lenyap mendengar pertanyaan Cheryl barusan. Chareez mencebik jengkel pada Cheryl yang justru semakin tertawa keras.

"Tidak boleh begitu, Ree. Biar bagaimana pun, kau harusnya senang bisa tinggal bersama dengan suami yang tampan dan kaya, walau raut wajahnya selalu saja menyeramkan."

Kata terakhir yang diucapkan oleh Cheryl itu mau tidak mau membuat Chareez akhirnya terkekeh geli. Namun tetap tidak menjawab pertanyaan yang sengaja dikatakan untuk menggodanya itu. Cheryl tak perlu tahu bagaimana tersiksanya Chareez menghadapi kehadiran Arkein di apartemen tempatnya tinggal belakangan ini. Arkein bahkan selalu mengganggu waktu kerja sambilannya karena cukup sering memintanya datang ke kamar pria itu. Apalagi jika bukan untuk melayani pria itu?

Chareez sangat berharap Arkein tiba-tiba berubah pikiran dengan kembali tinggal terpisah darinya. Semoga saja, hal itu bisa segera terjadi. Hanya itu harapan Chareez agar Arkein tidak mengganggu semua susunan kegiatan yang sudah terencana dalam kesehariannya.

"Baiklah. Sebaiknya kita bahas soal ibu saja. Bagaimana keadaannya sekarang? Terakhir aku datang ke kontrakan kalian saat kau masih belum sadar karena kecelakaan waktu itu."

Senyum Chareez seketika mengembang kembali. "Keadaan ibu sudah sangat membaik. Aku baru saja mengunjunginya kemarin. Ibu sudah terlihat semakin sehat dan wajahnya juga tidak lagi pucat."

Cheryl ikut tersenyum. "Aku ikut senang sekali mendengarnya," sahutnya. Bagi Cheryl, ibu Chareez sudah dianggapnya juga sebagai keluarga. Dibesarkan dengan keluarga yang tercerai berai, tentu rasanya senang mengenal ibu Chareez yang sangat perhatian pada kehadirannya sebagai sahabat Chareez sejak kuliah.

"Besok aku akan mengunjungi ibu. Kau tidak perlu ikut. Aku ingin menghabiskan waktu berdua dengan ibuku."

Chareez mencebikkan bibirnya mendengar kalimat Cheryl yang memang seringkali sengaja membuatnya sebal. Cukup lama mereka bercakap-cakap sebelum akhirnya memilih kembali ke lantai tiga untuk bekerja sebelum jam makan siang selesai.

The Truth Untold [Completed] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang