14 = Mansion Baru

845 125 11
                                    

Arkein masih berusaha mengatur napasnya di saat ia melihat Chareez beranjak dari tempat tidur dengan handuk kimono yang masih melekat di tubuh wanita itu. "Kenapa tidak di sini dulu?" tanyanya, dengan raut tak suka. Chareez terlihat seperti anti setelah disentuhnya tadi.

"Aku harus mandi lagi," sahut Chareez, menampilkan sedikit raut bingung. "Lagipula, biasanya kau akan langsung mengusirku setelah selesai, kan?"

Kali ini, Arkein terdiam. Kalimat Chareez membawanya pada ingatan akan sikap kejamnya pada wanita itu. Bahkan saat menikmati tubuh Chareez pun, Arkein tak pernah memberikan sikap lembut karena yang ia pedulikan hanya dirinya sendiri. Tetapi pagi ini berbeda. Arkein sadar jika ia juga berusaha untuk membuat Chareez nyaman—walau tak tahu apakah wanita itu menyadarinya atau tidak.

"Kau masih mau di sini?"

Suara Chareez yang tiba-tiba muncul seketika membuyarkan lamunan Arkein. Ia segera bangkit dan berjalan menghampiri Chareez yang sudah berpakaian rumah.

"Bolehkah kau keluar sebentar? Aku harus membersihkan kamar dan mengganti sprei tempat tidur. Ini kamar ibu. Aku tidak mungkin membiarkan ibu sadar tentang apa yang kita lakukan tadi."

Arkein pun segera menyadari kesalahan konyolnya. "Biar aku bantu," usulnya sambil membuka sprei tempat tidur dan menggantinya dengan yang baru. Tak lupa juga Arkein meminta Chareez menyemprotkan pengharum ruangan di kamar.

"Lain kali, tolong jangan lakukan di kamar ibu. Aku berjanji akan melayanimu, tapi tidak di rumah ini. Aku tak ingin ketahuan ibu." Chareez berujar sangat hati-hati karena takut Arkein tersinggung. Tetapi ternyata, Arkein justru mengangguk santai tanpa raut wajah protes ataupun ketus.

"Aku mengerti. Aku minta maaf, tapi jujur sama sekali tidak merasa bersalah." Arkein mengaku. Sekalipun tadi sempat kesal dengan kata melayani yang Chareez ucapkan, tapi Arkein berusaha tidak mengambil pusing. Suasana hatinya sedang baik hari ini. Mungkin hormon endorfinnya meningkat secara drastis karena kegiatan tadi. "Ngomong-ngomong, terima kasih untuk tadi."

Chareez tertegun. Untuk kali pertama Chareez mendengar ungkapan terima kasih dari Arkein bahkan disertai dengan senyuman yang baginya terlihat tulus itu.

"Sebenarnya, kedatanganku ke sini karena ingin mengajakmu pergi ke suatu tempat."

"Eh? Sekarang?"

"Iya. Kenapa? Apa kau sudah ada janji lain?"

Kepala Chareez menggeleng. "Bukan. Tapi, aku harus menyelesaikan rajutanku. Tiga hari ini, aku mendapatkan delapan pesanan tambahan," jawabnya dengan senyum senang. Cheryl berhasil mempromosikan rajutannya pada sepupu sahabatnya itu.

Mendengar itu, Arkein justru terdiam di tempatnya. Arkein seolah baru sadar jika Chareez memang memiliki banyak pekerjaan tambahan. Dibanding Arkein yang adalah seorang pemimpin perusahaan besar, Chareez sepertinya lebih jarang beristirahat daripada dirinya. "Aku tidak ingin membuatmu tersinggung. Tapi, ikutlah denganku hari ini. Aku akan membayar kerugian dari waktumu yang sudah kupakai nanti."

"Kau akan mengirimiku uang di luar yang selalu kau berikan padaku?"

Arkein bersumpah, ia menemukan dengan jelas binar antusias di kedua mata Chareez. Padahal Arkein pikir, Chareez akan tersinggung dengan ucapannya tadi. "Ya. Satu jam, seribu dollar."

Kedua mata Chareez melebar.

"Atau kau mau lebih? Dua ribu dollar? Lima ribu dol—"

"Ya! Ya! Tawaran terakhir saja!" Chareez berteriak semangat sambil memainkan jemarinya di depan bibir. Bayangan akan uang dadakan yang diterimanya hari ini membuatnya begitu bahagia.

The Truth Untold [Completed] ✔️Donde viven las historias. Descúbrelo ahora