15 = Sebuah Undangan

828 88 6
                                    

Sudah hampir seminggu berlalu sejak ucapan terakhir Chareez hari itu. Chareez bahkan tak tahu bagaimana kelanjutan mansion yang kata Arkein akan diberikan padanya, karena sampai sekarang pun, Arkein tak memberi kabar sama sekali. Sepanjang perjalanan pulang hari itu, Arkein benar-benar diam. Bahkan Arkein hanya berpamitan singkat pada ibunya, setelah mengantarkannya pulang. Sejujurnya Chareez bertanya-tanya apa ia sudah melakukan kesalahan sehingga membuat Arkein terkesan marah dengan mendiamkannya? Tetapi Chareez tak menemukan ada kesalahan yang bisa membuat Arkein marah padanya.

"Arkein pasti sedang sangat sibuk sampai hanya bisa mengirimkan pesan pada ibu."

"Huh? Arkein mengirimkan pesan pada ibu?" Chareez bertanya dengan nada sangat heran.

Marlina mengangguk sambil meminta Lyli memberikan ponselnya pada Chareez. "Hampir seminggu ini Arkein mengirimi ibu pesan dan Lyli selalu membalasnya."

"Apa Arkein juga mengirimimu pesan, Ly?"

Lyli mengangguk. "Tuan Arkein selalu bertanya soal ibu. Bahkan dua hari kemarin, tuan Arkein menyempatkan datang ke rumah sakit menemani ibu kemoterapi."

Woah! Apa Arkein benar-benar marah padaku? Tapi kenapa?? Chareez jadi semakin bingung. Tetapi memilih kembali abai karena tak mau pusing dengan kemungkinan apa yang menyebabkan kemarahan Arkein padanya. Karena Chareez hanya bisa berharap semoga kemarahan atau kekesalan Arkein tidak berdampak pada sikap royal pria itu padanya dan ibunya.

"Kenapa? Arkein juga memberimu kabar, kan?"

"Tentu saja, Bu," jawab Chareez dengan senyuman. "Aku hanya sedikit terkejut karena Arkein sampai mengirimkan pesan pada ibu dan Lyli."

Kali ini Marlina tersenyum lega. "Ibu pikir kalian sedang bertengkar. Syukurlah jika kalian baik-baik saja. Ibu lega mendengarnya."

Mau tidak mau, Chareez hanya ikut memberi senyum. "Ngomong-ngomong, aku mau pergi ke supermarket sebentar. Tadi aku lihat, buah untuk ibu sudah habis. Jadi sebelum tutup, aku mau ke sana sebentar. Ada yang ingin kalian titip?"

"Besok saja, Ree. Ini sudah malam."

"Tidak. Ibu harus minum jus buah besok pagi. Lagipula aku hanya sebentar, Bu."

Marlina hanya menghela napas melihat keras kepala sang putri. "Kalau begitu pergi dengan Lyli saja. Ibu bisa sendirian di sini."

Chareez tentu saja menolak. Setelah perdebatan kecil, akhirnya Chareez diperbolehkan pergi sendirian.

"Aku titip dua es krim matcha dan minuman soda ya, Ree," bisik Lyli saat mengantar Chareez ke depan pintu.

"Aku akan bilang pada ibu jika kau minum soda lagi." Chareez berpura-pura mengancam Lyli yang akhirnya hanya bisa merengut dan membuatnya terkekeh kecil, lalu memilih melanjutkan langkahnya keluar pagar. Hubungannya dan Lyli memang sudah cukup dekat, ditambah jarak umur mereka yang tidak terlalu jauh membuat Chareez sudah menganggap Lyli sebagai adiknya. Apalagi Lyli sangat telaten merawat sang ibu, jadi Chareez benar-benar senang dengan wanita muda itu.

Berbeda dengan Chareez yang berusaha santai menerima kekesalan Arkein dengan sikap diamnya, Arkein justru masih merasa dongkol pada wanita itu. Bagaimana bisa niat baiknya ditanggapi dengan pertanyaan konyol yang entah mengapa justru membuatnya sangat tersinggung? Arkein sungguh tak menyangka jika Chareez akan bersikap menyebalkan seperti itu. Tetapi sialnya, bukannya meminta maaf, Chareez justru sama sekali tidak mencoba menghubunginya. Bahkan hanya sekadar mengirim pesan padanya.

Tadinya Arkein berniat tidak akan menghubungi Chareez sampai wanita itu sendiri yang melakukannya. Sayangnya Arkein tak bisa melakukannya karena Jimmy mengatakan jika mansion yang diberikan untuk Chareez sudah siap huni. Jadi mau tidak mau, Arkein harus menemui Chareez bukan? Iya, mau tidak mau. Setidaknya, itulah yang ditekankan Arkein dalam kepala saat akhirnya memutuskan untuk ke rumah kontrakan Chareez setelah pekerjaannya selesai.

The Truth Untold [Completed] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang