Bab 5 - Pertemuan Kedua

208 27 7
                                    

Kemarin, Kalangga membalas pesan dari Bara. Berlanjut hingga mereka bertukar nomor whatsapp. Memperkenalkan diri masing-masing juga kegiatan yang mereka lakukan. Seiring berjalannya waktu, kedekatan mereka menjadi lebih intens. Hanya saja masih dalam tahap saling bertukar pesan atau melakukan panggilan pada malam hari.

Jika kalian bertanya apa hubungan mereka, jawabannya belum jelas. Iya belum jelas. Bertemu saja baru satu kali, waktu itu saja.

Seperti malam ini, Bara menawarkan untuk melakukan panggilan lagi pada Kalangga. Sudah jelas tujuannya untuk mendengar suara lembut Kalangga tentu saja. Kalangga pun membalas pesan dari Bara mengiyakan tawarannya untuk melakukan panggilan.

Tak lama dari Kalangga membalas pesan Bara, centang abu-abu berubah menjadi biru dengan sangat cepat, tiba-tiba ponselnya berdering menandakan panggilan masuk. Terlihat dari nama kontak yang tertera di layar ponsel. Hati Kalangga berdegup kencang.

"Duh, kok gercep banget sih." Bukannya menerima panggilan dari Bara, Kalangga berguling kesana kemari diatas kasur empuknya. Mengatur nafasnya beberapa kali, akhirnya ibu jarinya menggeser ikon hijau untuk menerima panggilan.

"Halo.."

Kini jantung Kalangga semakin berdetak kencang setelah mendengar suara berat dari Bara.

"Eum, hai. Maaf nunggu lama, tadi habis dari kamar mandi." Bohong Kalangga. Padahal ia mengatur nafasnya sebelum mengangkat telfon dari Bara. Menghilangkan rasa gugupnya.

"Gapapa, santai aja. Bara ganggu kamu ga nih malem malem telfon?"

"Hehe iya, engga kok. Akunya juga udah santai. Kamu mungkin yang keganggu karena nelfon aku." Kalangga membenahi posisi duduknya diatas kasur, bersandar pada kepala ranjang dan menaruh guling diatas pahanya yang tertutup selimut. Jemarinya memainkan tali ikatan guling. Bibirnya tak henti ia gigiti untuk berusaha menahan rasa gugupnya.

"Udah jam segini ga ada kerjaan. Besok hari minggu, kamu ke galeri atau libur? Maksudnya galerinya tetep buka kalo hari minggu?"

"Galeri tutup kalo minggu, cuma sampe hari sabtu aja kok. Lagian murid yang les lukis cuma ada sampe hari jum'at." Jelas Kalangga mengenai galerinya. Memang benar, hari minggu waktunya ia istirahat. Sebetulnya bebas saja sih, karena ia pemilik galeri tersebut.

"Oh gitu, iya sih weekend kan buat istirahat juga. Btw kamu tinggal sama siapa?" Basa basi Bara mulai terdengar di telinga Kalangga.

"Iya, buat cuci baju juga sama beres beres rumah hehe. Aku tinggal sama papa, mama juga adik. Kalo kamu gimana?"

"Kamu punya adik? Masih sekolah atau kerja? Bara tinggal sendiri, kebetulan anak tunggal ayah sama bunda di Singapore."

"Huum, masih SD hehe. Umurnya jauh sama aku. Loh, kenapa ada di Singapore?"

"Wow, jauh banget umurnya. Tapi gapapa, ada temen buat main juga haha. Iya, ayah di pindah tugaskan kesana, jadi bunda ikut. Tadinya Bara diajak juga buat pindah, tapi gamau. Mau di Bandung aja."

Kalangga menganggukkan kepalanya paham. Anak tunggal, hidupnya mandiri, tampan, baik pula. Sejauh ini selama Kalangga mengenal Bara ya terbilang baik. Oke, kenapa jadi bahas yang lain-lain.

"Temen main apanya, jatuhnya kaya ngurus anak ga sih? Hahaha.. Iya juga ya, ikut pindah juga bingung nanti disana."

"Hahaha ya berarti kamu udah siap kalo semisal punya anak, kan udah terlatih. Nah makanya itu, mending disini. Btw, besok mau ikut ga? Sekalian ketemuan lagi."

Deg! Hati Kalangga kembali berdegup kencang. Benar benar sangat kencang. Tiba-tiba Bara mengajaknya untuk bertemu. Bukannya Kalangga tidak mau, tapi, kenapa harus dadakan!

Bandung Dan KamuWhere stories live. Discover now