TTM 01 - ANEH

204 69 33
                                    

Meskipun masih pukul 10:00, tetapi panas terik matahari sudah sangat menyengat kulit pagi itu. Murid kelas 12 IPS 2 memiliki jadwal pelajaran olahraga di jam itu, yang mana artinya mereka akan berada di luar kelas sampai siang.

Hampir semua murid mengeluh kepanasan. Pelajaran olahraga seharusnya dijadwalkan di awal pagi, seru mereka. Karena memang jika sudah mulai panas seperti ini, seharusnya dijadwalkan untuk mata pelajaran yang bisa dilaksanakan di dalam kelas supaya bisa menikmati dinginnya udara dari AC sehingga para siswa tidak terganggu dan nyaman untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.

Maklum, murid tua yang sudah mendekati masa kelulusan harus semangat mencari tambahan nilai. Walaupun dalam hati ingin berteriak, "Malas!".

"Pak Awan nggak mau ganti jam pelajaran olahraga kelas kita gitu! Panas banget lho ini!" gerutu salah satu gadis berambut pendek sebahu yang mulai berdiri di pinggir lapangan. Berteduh dari panasnya matahari.

Liana-salah satu teman kelas Alvia yang juga dekat dengannya-yang baru saja mengeluh pada guru olahraga mereka, langsung menarik atensi para murid lain kepadanya. Bukan keluhannya yang membuat Liana menjadi pusat perhatian, tetapi panggilan gadis itu terhadap guru olahraga mereka yang menjadi penyebabnya. Hampir semua dari mereka melongo di tempat.

Memang benar nama guru olahraga mereka adalah Pak Gunawan, tapi kalau sampai disingkat dan diucapkan dengan lantang ... itu sungguh mengerikan.

Apa tidak menimbulkan konflik konspirasi yang bakal mempengaruhi nilai mereka?

"Li ... lo ngomong tadi kurang keras," seloroh Laras, gadis tinggi berkuncir kuda yang menatap datar Liana.

"Lagian lo juga, ngomong asal jeplak aja, tuh mulut. Kan bisa berabe kalau kedengaran Pak Gunawan." Alvia ikut berkomentar dengan salah satu tangan seperti posisi hormat, tapi menutupi wajahnya karena panas.

Sementara Liana menghentakkan kedua kaki kesal. "Ini panas banget, lho! Kalian nggak kerasa panas banget apa gimana!" gerundelnya yang tak ditanggapi siapapun.

"Udah, ya, Li, jangan sampai karena omongan lo, kita semua kena imbasnya," tunjuk Alvia yang sudah mulai merasakan sedikit pusing.

Sudah pusing karena kepanasan, eh, malah ditambahi dengan ocehan Liana yang semakin bikin kepala nyut-nyutan.

Suara pluit terdengar nyaring. Sosok pria bertubuh tinggi tegap itu berjalan santai dengan kedua tangan di pinggang.

"Ayo! Bikin barisan memanjang! Jadi dua baris, ya."

Panjang umur buat Bapak Gunawan. Setelah memberi perintah, semua murid bergegas membuat barisan rapi memanjang dua baris.

Sementara Liana berjalan lambat dengan membawa bola voli yang terletak di pinggir lapangan tadi. Menggelinding tersebar di lapangan.

"Liana! Kemarikan bolanya," pinta Pak Gunawan ketika melihat Liana berjalan seperti siput.

Ekspresi gadis itu semakin tertekuk, dan senyum masamnya yang dipaksakan memperburuk rupa wajahnya. Dengan malas Liana berjalan menuju Pak Gunawan.

"Pak! Bisa nggak kalau jadwal olahraga kelas kita ditukar aja sama kelas lain yang punya jadwal pagi? Ini panas banget, Pak!" keluh Liana.

Tetangga Tapi Mesra [TERBIT]Where stories live. Discover now