TTM 18 - DRAMA PAGI

70 26 26
                                    

Keterkejutan Alvia membuat tanda tanya kepada ibu Gilang—Ratna—di mana dia kebingungan dengan sikap anaknya yang biasa saja. Gilang sendiri sebelumnya sudah memprediksi akan seperti apa reaksi Alvia jika bertemu. Jadi, dia tidak terlalu terkejut seperti Alvia ketika bertemu tadi.

"Permisi, Nak. Tante tetangga baru sebelah rumahmu. Ini ada tasyakuran pindahan, ya," sela Ratna memberikan nasi kotak kepada Alvia.

Alvia segera tersadar dari keterkejutannya, ia segera menerima nasi kotak yang diberikan dengan tersenyum. "Terima kasih, Tante."

"Kamu ... temennya Gilang?" Ratna bertanya mulai penasaran, melihat reaksi gadis itu tadi yang terkejut bukan main saat membuka pintu.

Sementara Alvia yang ditodong dengan pertanyaan seperti itu, meringis tidak enak. "Iya, Tante. Saya temennya Gilang, temen satu kelasnya," jawabnya.

"Oh ... jangan-jangan kamu ini yang namanya Alvia itu, ya?" todong Ratna. "Abang kamu sering cerita ke Mama. Katanya kamu sering caper sama dia," kata Ratna menatap Gilang di sebelahnya.

Gilang melongo mendengar perkataan Ibunya barusan. Ia segera melirik Alvia yang ikut terkejut dengan pernyataan Ibunya barusan. Sejak kapan Abangnya berbagi cerita dengan Ibunya? Dan sejak kapan pula dia cerita kepada Dheka jika ia mencari perhatian Alvia?

Wah! Mulai sekarang ia tak bisa mempercayai Abangnya begitu saja, pikir Gilang.

"Via ... ini siapa?" suara lain menginterupsi mereka. Ibu Alvia—Leni—baru saja kembali dari luar. Tatapan bingung serta kerutan di kening menjadi tanda tanya bagi Leni.

Ratna beralih maju selangkah untuk berkenalan. "Perkenalkan, saya Bu Ratna. Tetangga sebelah yang baru saja pindah. Semoga kita bisa jadi tetangga yang baik, ya, Bu," ujar Ratna ramah mengajak Ibu Leni untuk bersalaman.

"Oh, iya, Bu Ratna. Semoga betah juga, ya, tinggal di sini," balas Leni tersenyum lebar.

"Lho? Baru sadar ada, Nak Gilang juga di sini. Anaknya Bu Ratna kah Gilang ini?"

Gilang mulai maju menyalami ibu Alvia. Ratna tersenyum dan menepuk pundak Gilang sekali. "Iya, Bu. Ini anak saya yang kedua," jawabnya bangga.

"Wah, wah! Bisa jadi besan kita ini," celetuk berupa candaan itu keluar begitu saja dibibir Leni yang segera dibalas dengan tawa satu sama lain. "Mari-mari masuk dulu, Bu Ratna. Mampir sebentar di rumah saya," lanjutnya mempersilakan Ratna memasuki rumahnya sebentar.

Alvia dan Gilang hanya terdiam di tempat bingung harus bereaksi seperti apa. Lama dengan aksi diam-diaman, akhirnya, Alvia mulai maju mendekati Gilang berbisik sesuatu.

"Lo sengaja pindah di sebelah rumah gue?" tanya Alvia.

"Lo kira gue apaan minta ke orang tua gue buat pindah di sebelah lo," tampik Gilang tak terima dengan apa yang baru saja dilontarkan Alvia.

Alvia menatap Gilang selidik setelah mundur beberapa langkah. Kedua tangannya menyilang menilai ekspresi Gilang.

"Apa! Lo kira gue bohong sampai lo tatap kayak gitu!" ketus Gilang menatap remeh Alvia tak mau kalah.

Alvia menelengkan kepala, "Seharusnya, kalau lo merasa nggak melakukan itu, tingkah dan respon lo nggak seperti itu, kan?" cecar Alvia tersenyum lebar. Bukan tersenyum senang, tapi seperti tersenyum mengejek.

Tepat. Telak perkataan Alvia.

Laki-laki itu membeku di tempat, berpikir sejenak meresapi apa yang diucapkan Alvia barusan. Setelah beberapa detik, Gilang tersentak sendiri. Sadar dengan benarnya apa yang dibicarakan Alvia.

Gilang kembali menstabilkan ekspresinya. Menatap datar pada Alvia bersiap membalas.

"Hei! Kalian ngapain di luar begitu! Ayo, masuk sini," ajak Leni.

Tetangga Tapi Mesra [TERBIT]Where stories live. Discover now