TTM 26 - PERASAAN

36 8 1
                                    

"Tau begini tadi mending naik taksi, deh, Lang," bisik Alvia merasa sempit dan kegerahan di dalam angkutan umum.

Mereka sedang perjalanan pulang dengan angkutan umum seperti apa yang di mau oleh Alvia. Namun, siapa sangka jika angkutan umum tersebut akan menjadi sesak dan membuat Alvia dan Gilang duduk berdekatan. Nyaris mereka tak ada penghalang sedikitpun.

Gilang setelah mengetahui jika angkutan umum akan padat, ia segera memindahkan tasnya ke depan kaki Alvia. Sengaja ia taruh di depan kaki Alvia untuk menutupi bagian kaki Alvia yang terbuka. Alvia sendiri membiarkan perbuatan Gilang dan bersyukur Gilang melakukan hal itu.

Jika di angkutan umum seperti ini, ia takut jika ada mata nakal yang mencuri pandang terhadap tubuhnya. Baik Alvia dan Gilang mereka terdiam selama perjalanan seperti berangkat sekolah tadi. Namun, yang membedakan saat berangkat tadi adalah suasana di dalam angkutan tersebut.

Ada satu ibu-ibu yang menggendong anaknya yang terlihat masih balita. Balita tersebut merengek yang mengakibatkan dia menangis keras. Alvia dalam hati merasa berisik di dalam sana dan merutuk jika saja tadi mereka menaiki taksi, ia sudah bisa duduk tenang pun dia tak merasakan kegerahan seperti saat ini.

Lama menunggu untuk sampai di tujuan, kini mereka telah turun di depan perumahan mereka. Gilang dan Alvia telah turun di depan perumahan pun Gilang membayar ongkos angkutan umum keduanya ... lagi.

Alvia yang sudah cepat ingin membayar pun kalah cepat dengan Gilang yang sudah memberikan beberapa lembar uang kepada bapak sopir. Dia mendengus dan menghentakkan kaki kasar meninggalkan Gilang di belakang.

"Tungguin, dong. Kok, gue malah ditinggal," ujar Gilang susah payah menahan tawa. Ia suka sekali melihat Alvia yang merajuk seperti ini.

Mengenai perasaan Gilang yang secara tidak langsung dia ungkapkan saat di kantin. Astaga! Gilang merasa ingin tertawa lepas mengingatnya. Ia merasa tempatnya tidak pas saat dia ungkapkan perasaannya.

Tawanya secara tidak sengaja lepas begitu saja. Gilang tertawa keras hingga ia memberhentikan langkah. Alvia yang berada jauh di depan, memutar tubuhnya menatap Gilang penasaran. Ia sampai repot-repot kembali lagi mendekati Gilang dan menepuk pundak laki-laki itu.

"Heh? Lo ngapain, sih?!" tanya Alvia menatap Gilang keheranan. Tak mendapat respon darinya, Gilang malah terbahak hingga kedua pundaknya terlonjak-lonjak ke atas dan satu tangan memegang perut.

"Gilang!" teriak Alvia melotot sekaligus khawatir jika laki-laki itu kerasukan sesuatu. Ia mulai memukul tubuh Gilang bertubi-tubi bermaksud menyadarkan dia.

"Hei! Hei!" teriak Gilang lalu berlari melarikan diri dari pukulan Alvia. Di belakang, Alvia pun mengejar Gilang yang berujung menjadi aksi kejar-kejaran. Jarak Gilang telah jauh dari Alvia yang malah tertinggal di belakang.

"Lang!" teriak Gilang dengan nada menarik. "Stop dulu! Gue capek sumpah! Gilang!" teriak Alvia memanggil Gilang yang malah terus melanjutkan lari. Alvia sudah jatuh terduduk di aspal dengan napas yang terengah. Ia sudah tak kuat untuk lari kembali.

Biarlah orang melihatnya, toh Alvia saat ini sedang berada di dalam perumahannya. Jadi, ia tak perlu khawatir.

***

Setelah acara kejar-kejaran mereka secara tidak langsung, kini keduanya berjalan beriringan di pinggir trotoar jalan. Alvia berada di atas trotoar dengan kedua tangan merentang serta Gilang berada di bawah mengawasi langkah Alvia.

"Kalau dipikir-pikir, kelakuan kita kenapa random banget, ya? Nggak jelas banget." Alvia membuka suara setelah aksi mereka saling mengejar. Saat keduanya tengah berjalan beriringan setelah keheningan menyelimuti mereka beberapa saat yang lalu.

Tetangga Tapi Mesra [TERBIT]Where stories live. Discover now