TTM 21 - FOTO

42 12 1
                                    

Rencana mereka untuk mencari tukang bakso untuk tugas kelompok Ekonomi pun terlaksana. Gilang dan Alvia setelah pulang sekolah segera berangkat keliling tidak jelas mencari kedai yang menjual bakso atau selain bakso.

Gilang sendiri bingung ingin mengajak Alvia ke mana setelah mendapat bakso. Katakanlah dia ingin mengajak Alvia berkencan?

Gilang menertawakan pikirannya sendiri saat di jalan waktu itu. Ia beberapa hari ini merenung menanyakan tentang perasaannya terhadap Alvia. Seperti apakah benar ia menyukai Alvia? Atau perasaan yang lebih dari sekadar menyukai?

Ia benar-benar merenungi perasaannya terhadap Alvia, apakah perasaannya akan jatuh pada opsi pertama atau di opsi kedua dan setelah dia yakin ... ternyata opsi kedua lebih mendominasi perasaannya.

Gilang merasa Alvia membuat beragam perasaan jika di dekatnya. Jadi, setelah dia yakin ia akan benar-benar mendekati gadis itu. Entah dengan tempo perlahan atau cepat-cepat.

Kembali dengan tujuan mereka mencari kedai bakso, mereka menemukan yang jaraknya lumayan dari sekolah. Alvia segera turun mendahului Gilang yang masih memarkir motornya terlebih dahulu.

Alvia telah memesan dua porsi untuk mereka sekaligus minuman. Mereka duduk di salah satu meja yang kosong. Untuk ukuran kedai bakso dengan pelanggan yang cukup ramai, Alvia menjadi saksi jika pemiliknya membolehkan mereka untuk melakukan wawancara dengannya.

"Gue udah pesen, lo nanti yang bayar lho, ya," ujar Alvia mengingatkan.

"Iya, Vi, nanti gue bayar. Takut banget ... nggak bakal cuci piring ntar," sanggah Gilang meyakinkan.

Alvia menatap sekeliling kedai dari interior, tata letak tempat duduk. Untuk kedai yang menjual aneka beragam bakso, ia rasa kedai ini sudah bagus. Kesan pertama Alvia ketika memasuki kedai, ia akan merasakan kepanasan karena melihat ramainya pelanggan yang keluar-masuk dari kedai tersebut.

Namun, perkiraan tersebut langsung tersingkirkan saat dia sudah masuk hingga dia duduk.

"Hoo! Ngelamun aja! Ada cowok ganteng di depannya malah didiemin," sembur Gilang yang sukses membuat Alvia terkejut.

"Lo apa-apaan, sih, bikin kaget aja!" kesal Alvia. Tepat setelah itu, pesanan mereka telah datang. Dua porsi bakso ukuran jumbo dengan es jeruk berukuran jumbo pula.

Gilang sedikit tercengang dengan apa yang dipesan oleh Alvia, tetapi setidaknya di dalam bakso berukuran jumbo itu tidak ada cabai yang bisa meracuni lidahnya.

Gilang terdiam sejenak menatap Alvia yang mulai menyantap baksonya. Ia perhatikan yang ternyata isi di dalam pentol tersebut ternyata berisi cabai alias bakso mercon.

"Lo niat ngeracunin gue, Vi?" tanya Gilang dengan wajah yang memelas. Alvia menahan tawa di sela-sela ia menggigit pentol bakso yang sudah dia potong-potong menjadi berukuran sedang.

"Gue nggak ngeracunin lo, kan namanya bakso mercon ya, pasti ada cabainya, dong," ungkap Alvia memakan baksonya santai.

Gilang menatap sengit Alvia yang santai sekligus menikmati baksonya. Bukannya dia tak mau memakan, tetapi jika sudah berhubungan dengan pedas entah apakah dia akan kuat memakannya. Ia kemudian melirik es jeruk dengan gelas yang berukuran jumbo pula dan seketika tersadar begitu saja.

Pantas saja Alvia memesan es jeruk dengan gelas yang berukuran jumbo, ternyata dia memesan bakso mercon.

"Kenapa nggak dimakan? Lo takut pedes, ya?!" tanya Alvia keheranan dengan keringat yang terlihat memenuhi wajah.

"Gue makan. Dah, diem lo!" Mereka melanjutkan memakan bakso dengan hikmat. Gilang yang kepedasan, Alvia yang sangat menikmati. Acara makan mereka berlanjut bertanya-tanya dengan sopan kepada pegawai di sana. Mereka menanyakan perihal ketersediaannya apakah boleh meminta waktunya untuk diwawancarai untuk tugas kelompok Ekonomi mereka.

Tetangga Tapi Mesra [TERBIT]Where stories live. Discover now