TTM 23 - EMOSI ALVIA

46 12 0
                                    

Keberangkatan mereka menuju sekolah pun betulan menggunakan angkutan umum. Gilang dan Alvia duduk bersebelahan dengan kaku. Mereka duduk bersampingan dengan para ibu-ibu, anak kecil. Mereka duduk berdesakan serta panas menjadi satu.

Keringat keluar begitu saja mengalir di dahi mereka. Alvia sendiri melirik Gilang dari ujung mata melihat laki-laki itu yang diam dan tenang. Ia merasa gerah duduk berdesakan seperti ini. Maklum ini pertama kalinya Alvia menaiki angkutan umum seperti ini. Entah dengan Gilang, apakah dia sudah terbiasa menaiki angkutan umum seperti ini atau tidak.

Perjalanan mereka menuju sekolah sempat terhenti karena salah satu penumpang ada yang sudah sampai ditujuan mereka. Dalam hati Alvia beruntung jika tadi dia berangkat lebih awal jika tahu seperti ini.

Membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit menuju sekolah dan kini mereka telah sampai. Gilang dengan cepat memberikan uang kepada supir tersebut membayar ongkos miliknya juga Alvia. Ia langsung meninggalkan Alvia begitu saja setelah membayar ongkos angkutan umum.

Alvia mengerutkan hidung, menghentak kakinya kesal. Ia berlari lalu memukul kepala Gilang ke depan hingga tubuh Gilang ikut terhuyung ke depan.

"Lo apa-apaan, sih, Vi! Ya Allah," ucap Gilang pasrah. Ia benar-benar pasrah menghadapi Alvia yang tingkahnya hari ini membuatnya bingung.

"Lo!" Tunjuk Alvia melotot menatap Gilang. "Siapa yang nyuruh lo bayar ongkos angkutan umum gue tadi? Gue, kan bisa bayar sendiri, Gilang!" seru Alvia dengan nada setengah teriak di akhir. Dia gemas dengan Gilang yang selalu se-enaknya sendiri.

"Kan, enak lo gue bayarin ongkosnya. Kok, lo malah sewot gini, sih? Seharusnya, lo berterima kasih sama gue," ujar Gilang frustasi.

Tak sadar pula mereka berdebat seperti itu di pinggir lapangan yang sangat menarik perhatian para murid yang lewat. Bisik-bisik dari mereka yang tak jauh dari Gilang dan Alvia seperti .... "Itu ngapain mereka ribut-ribut begitu?"

"Kayak nggak tahu aja kebiasaan mereka."

"Drama apa lagi itu Gilang sama Via?" Dan masih banyak lagi bisik-bisik dari mereka yang membicarakan tentang mereka.

Gilang seakan sadar tentang sekitar, kontan dia memegang kedua lengan Alvia, mendekat lalu berbisik. "Jangan terlalu berisik, kita jadi pusat perhatian sama mereka. Kalau mau barengan ke kelasnya yang tenang dan ikutin apa yang gue lakuin nanti. Oke?"

Gilang memundurkan langkah ketika selesai berbisik pada Alvia. Gadis itu lantas menatap sekitar ... dan benar saja jika kali ini mereka menjadi pusat perhatian para murid.

Mereka bahkan sampai ada yang berhenti menatap Gilang dan Alvia seakan menyimak apa yang mereka pertengkaran. Alvia merapatkan bibir menahan segala sesuatu protesan yang ingin dia keluarkan untuk Gilang.

Belum sempat dia mengeluarkan protesan tersebut, Gilang menggandeng salah satu tangan Alvia. Dia menggenggam tangan tersebut sembari mengajak menuju kelas.

Alvia gelagapan dengan aksi Gilang. Ia menoleh menatap Gilang yang disambut dengan kedipan darinya. Astaga! Ia lantas menatap horor pada Gilang dan menatap ke depan.

"Jadi, ini yang harus gue ikutin sama lo?" bisik Alvia sepelan mungkin.

"Jangan bicara dulu kalau nggak mau tambah jadi pusat perhatian," balas Gilang berbisik lantas ia mencium mengangkat genggaman tangan mereka, mencium punggung tangan Alvia dan tersenyum lebar pada Alvia.

Alvia mengangga melihat kelakuan Gilang barusan. Gila! Benar-benar gila!

"Jangan dibuka lebar-lebar mulutnya nanti kemasukan lalat," tutur Gilang masih tersenyum lebar.

Tetangga Tapi Mesra [TERBIT]Where stories live. Discover now