IV. Can we stay in this moment for a while longer?

483 59 3
                                    

Raina Kirana Namari

Tanganku yang sedang mencoba untuk membuka pintu yang terkunci tiba-tiba terhenti karena panggilan Dira. "Rain!" seru Dira sedikit berlari ke arahku. "Itu tadi mobil Mas Sagara, 'kan?" tanyanya langsung ketika ia sudah tepat berdiri di sampingku.

"Iya," jawabku sambil menganggukkan kepala. Dira pasti sudah tau itu mobil siapa, cuma butuh validasi aja kalau apa yang ia lihat itu benar atau salah. "Baru pulang juga, Dir?"

"Dari depan," ucap Dira sambil menunjukkan plastik belanjaan dari mini market yang nggak jauh dari rumah yang aku dan Dira tempati. "Roti habis dan gue nggak bisa hidup tanpa roti."

Aku hanya tertawa pelan. Setelah kembali mengunci pintu rumah, aku berjalan mengikuti Dira ke arah dapur untuk mengambil minum. Aku bisa merasakan tatapan tajam Dira yang mengarah ke diriku ketika aku mengambil minuman di kulkas. "Kenapa, Dir?" tanyaku sambil membalikkan badan.

"Rain. Boleh nanya, nggak?"

"Tergantung pertanyaannya." Aku mengesap Zero Coke yang baru saja kubuka. "Mau nanya apa?"

"Lo siapanya Mas Sagara?" tanya Dira langsung to the point tanpa ada basa-basi.

"Kenapa emangnya?" Alih-alih langsung menjawab, aku lebih penasaran dengan alasan kenapa Dira menanyakan hal itu.

"Mas Atre kenal sama lo soalnya," jawabnya menyebutkan salah satu sepupu Sagara yang aku tau. "Gue kemaren ada story Instagram 'kan, terus Mas Atre ngereply gini..." Dira memajukan badannya untuk memperlihatkan balasan dari Mas Atre di handphonennya.

Aku terkekeh pelan ketika membaca, 'Ih! Ada Raina!' yang dikirim Mas Atre ke Dira di saat dia sebenarnya nggak begitu mengenalku, mungkin dia cuma kenal dari cerita Sagara tentang aku. "Gue nggak pernah ketemu sama Mas Atre, sih. Dia kuliah di UK, 'kan?" tanyaku basa-basi untuk menjelaskan kalau aku dan Mas Atre nggak pernah bersekolah di tempat yang sama.

"S-1 sih iya, di UCL. S-2 sama kayak Mas Sagara," jawab Dira. Sebenarnya aku baru tau hari ini kalau Mas Atre dan Sagara sama-sama sekolah di MIT ketika tadi Jemima menceritakan beberapa hal tentang Sagara ke aku. "Gue bingung soalnya dari hari pertama lo sudah akrab banget sama Mba Hana, terus tiba-tiba Mas Atre kenal lo. Gue mikirnya gara-gara lo kenal sama Sagara, jadi kenal sama beberapa keluarganya."

"Mantan gue," beberku dengan suara sepelan mungkin. Entah siapa yang sekarang sedang merasukiku untuk mengungkapkan hal yang sebenarnya ingin aku simpan selama enam bulan ke depan.

"Siapa? Mas Atre? Mantan pas SMA?" tanya Dira bertubi-tubi.

"Kan gue nggak pernah ketemu sama Mas Atre, Dir," aku menjelaskan pelan-pelan. "Sagara."

"Mas Saga?!" pekiknya kaget, dan beberapa saat kemudian ia mengubah raut wajahnya santai sambil mengangguk pelan. "Ohh, pantes."

"Pantes apa?" Kali ini aku yang bingung.

"Beda aja. Mas Sagara ke lo, sama ke yang lainnya."

Aku mengerutkan alis bingung. Perasaanku, Sagara selalu berlagak seperti orang asing ketika aku dan dia berada di ruangan yang sama. "Beda gimana?" Entah kenapa rasa penasaran ini nggak mau berhenti.

Dira menyilangkan tangannya di atas meja, tanda cerita panjangnya akan dimulai. "Gue selalu dengar Mas Saga tuh dari cerita Mas Atre doang. Dia baik ke semua orang, definisi yang baik banget, baik mentok."

Aku mengangguk mengiyakan, bahkan dari kuliah pun aku selalu mendengar hal itu dari semua orang di sekitarnya. Alasan aku bisa dekat dengan Sagara juga karena 'kebaikkan' dia yang mau menolongku ketika ada masalah dengan Rama.

how far can we go?Where stories live. Discover now