VI. Somewhere that offers warmth that we never thought we would ever need.

496 53 2
                                    

Raina Kirana Namari

Aku membuka mata perlahan, berusaha untuk mengumpulkan nyawa. Aku mulai mengerjapkan mata berkali-kali ketika aku menatap langit-langit kamar yang berbeda dari biasanya aku bangun tidur — ah... aku baru ingat kalau semalam aku memilih untuk nggak pulang ke rumah. Di saat yang bersamaan, aku bisa merasakan tangan Sagara yang berada di bawah tengkuk leherku, menjadi bantal tidurku semalaman.

Perlahan aku memutar badanku ke arah kiri, menghadap Sagara. Mataku mengamati setiap inci wajah yang sampai detik ini masih aku rindukan. Tanpa aku mau, tanganku bergerak untuk menyentuh ujung hidung Sagara dengan ujung telunjukku. Rasanya aku mau menyimpan pemandanganku saat ini selama mungkin, selama yang aku bisa. Aku menghembuskan napas cukup kasar seraya mengingat apa saja yang terjadi tadi malam.

"Sama aku lagi, ya, Ra?" ucap laki-laki itu dengan kedua bola matanya yang menatap lekat ke mataku. Aku hapal dengan jelas, kapan Sagara serius dan kapan Sagara nggak serius dengan setiap kata yang keluar dari bibirnya. Aku tau dia serius, tapi...

Setelah apa yang pernah Sagara ucapkan ke aku, sekarang aku jadi berhati-hati dengan apa yang sebenarnya Sagara pikirkan tentang aku — ralat, tentang hubungan yang ada di antara kami berdua. Dan, jelas masih banyak pertanyaan yang berputar-putar di kepalaku. Apakah prinsipnya masih sama seperti dulu? Apa masih banyak yang ingin ia capai? Dan, apakah ada aku di dalamnya? Aku mau tau itu semua, tapi... aku juga takut kalau jawabannya masih sama dengan apa yang aku dengar tiga tahun lalu.

"Ra, jangan liatin aku terus," ucap Sagara tiba-tiba memecahkan lamunanku, ia perlahan membuka mata dan menolehkan wajahnya menghadap ke arahku. "Aku mau liat kamu juga."

"Yaudah, bangun aja," ucapku berusaha cuek, mengabaikan kalimat terakhir yang ia ucapkan.

Sagara memutar badannya menghadap ke arahku. Tangan kirinya yang bebas ia gunakan untuk menarikku mendekat ke dirinya — membawaku ke dekapannya. Aku menenggelamkan kepalaku di dadanya seraya menghirup wangi tubuhnya. Jujur, rasanya nyaman, seperti aku kembali ke tempat yang sudah lama aku rindukan. Aku terpaku ketika merasakan Sagara sedang mencium keningku sesaat sebelum ia melepaskan dekapannya. Aku langsung bisa merasakan degup jantung yang lebih cepat dari biasanya, aku harap Sagara nggak akan mendengar sejelas aku merasakannya. Aku mendapati bola mata cokelat gelap milik Sagara yang menatapku dengan lekat. "Ra,"

"Kenapa, Ga?" tanyaku seberusaha mungkin untuk terlihat biasa, seberusaha mungkin untuk menenangkan degup jantung yang berdegup kencang.

"Nggak papa," ucap Sagara pelan. Ada jeda beberapa saat sebelum Sagara melanjutkan apa yang ingin ia katakan. "Aku cuma mau manggil nama kamu aja."

Ada jeda sesaat sebelum seulas senyum terbit di wajahku. Nama panggilan yang sempat aku benci —entahlah, mungkin aku sudah lupa akan rasa benci langsung hilang dalam sekejap ketika dia memanggilku untuk yang pertama kalinya setelah tiga tahun aku nggak mendengar nama itu. "By the way, aku nggak pernah tau kenapa kamu manggil aku 'Ra' doang," ujarku bertanya-tanya. "Semua orang manggil aku 'Rain', terus kamu nggak tau dari mana tiba-tiba manggil aku begitu."

Sagara berdeham, ia terlihat seperti berpikir sesaat sebelum ia menjawabnya. "Soalnya kalau manggil 'Rain', berasa kayak lagi manggil hujan," jawab Sagara membuatku mengerutkan alis bingung, jawabannya kayak lagi bercanda. "Aku nggak suka hujan, nanti model-ku protol-protol."

Aku tau Sagara nggak suka hujan. Aku bisa mendengar celotehannya berjam-jam kalau rambut, baju atau sepatunya kena hujan — dia se-nggak suka itu. "Emangnya model kamu pernah kena hujan?" tanyaku penasaran, aku hampir nggak pernah mendengar Sagara protes modelnya kena hujan.

"Pernah, semester dua, aku langsung ngebut buat dari awal soalnya udah basah total," jawabnya.

Ah... itu jauh sebelum aku dekat sama Sagara. "Semester dua?" tanyaku lagi memastikan.

how far can we go?Where stories live. Discover now