salebes

11.3K 1.1K 36
                                    

Happy reading! Nunggu lama gak?
Hope you like this story..
















Empat orang gadis tengah meliukan tubuh mereka mengikuti melodi musik. Mereka dengan luwes bergerak dari sisi ke sisi. Setelah selesai dengan gerakan terakhirnya dan musik berhenti, salah satu dari mereka langsung merebahkan diri di lantai. Sedangkan ketiga temannya mendudukan diri dan meluruskan kaki mereka.

"Gilakk! Lagu yang ini full power banget. Hah tapi jadi lagu yang paling menantang gak si?"

Gadis yang merebahkan diri itu bangun lalu menatap satu persatu dari ketiga temannya.

Zila, gadis yang tengah melap keringatnya dengan tisu itu mengangguk menyetujui pendapat kembarannya.

"Habis ini mau kemana?"

Kini gantian Zavira yang bertanya. Ia sangat menyukai perannya sebagai Asterlia Zavira Ardilova ketika  bersama ketiga temannya. Ia suka berada di circle penyuka musik dan dance ini. Karena baginya musik dan dance adalah dunianya, baik di dunianya dulu maupun sekarang.

Ia jadi ingin mengucapkan terimakasih pada Zavira asli karena telah memberikan raganya. Tetapi mengingat ia harus berurusan dengan para calon mantan bucin Gavriel, membuat moodnya turun seketika.

"Kenapa lo?"

Zavira menatap Zea sebentar lalu menyengir lebar, "gapapa, jadi.. "

Zila mendongak menatap dirinya di kaca besar. "Gue mau pulang, nanti malem bonyok gue dateng"

Zavira menatap kembarannya Zila, si Zola.

"Gue ngikut Zila"

Ah iya mereka kan sepasang kembar. Kini Zavira menatap Zea yang menatapnya balik.

"Gue juga mau pulang, sorry gak bisa nginep"

Zavira menghembuskan nafasnya kasar. Gagal sudah rencananya untuk pesta piyama.

"Hm yaudah deh", mau bagaimanapun ia harus mengerti karena ketiga temannya itu mempunyai acara lain.

"Kembaran sama adek lo kemana?"

Zavira menatap Zola yang kini tengah memakai jaketnya diikuti Zila dan Zea.

"Lagi keluar" Zavira cemberut mengingat ia akan sendirian lagi di mansion besarnya, "nongkrong kali sama temen-temennya"

Hah Zavira melupakan eksistensi abang sulungnya sepertinya.

"Sorry banget kita gak bisa nemenin" Zea menatap Zavira dengan pandangan penuh rasa bersalah.

"It's okay, kalian pulang aja"

"Yaudh, kita pamit ye"

Zavira mengantarkan ketiganya keluar dari ruang dance sampai keluar pintu rumahnya. Ia ikut melambaikan tangannya ketika ketiga temannya mulai menaiki mobil  masing-masing.

Zavira berbalik siap menuju kamarnya,tetapi malah menabrak sesuatu.

Ia mengusap hidungnya yang lumayan nyeri.

"Ikut Abang!"

Sebuah tangan menarik jemarinya yang tengah mengusap hidungnya. Ia tidak memberontak karena masih mencerna apa yang tengah ia alami. Ia menatap tangannya yang digenggam erat oleh abang sulungnya. Tunggu ia ingin dibawa kemana.

Lorong itu membuatnya merasa dejavu. Inikan lorong menuju kamar Prince. Ngapain Abangnya ini menariknya menuju ke sana.

Prince membuka satu-satunya pintu hitam di sana. Zavira memerhatikan detail kamar yang nampak rapi tersebut. Tidak banyak barang disana. Bahkan tidak ada satupun foto baik foto Prince maupun foto keluarga.

Zavira  masih diam mengikuti Prince yang kini mendekati sofa di sudut ruangan. Setelah Zavira duduk, Prince merebahkan dirinya dan menjadikan paha Zavira sebagai bantal. Ia juga melingkarkan lengannya memeluk pinggang ramping milik gadis yang berstatus adiknya itu.

"Elusin"

Tangan Zavira bergerak mengelus kepala Prince. Zavira sendiri masih terdiam menatap sepasang mata biru yang kian perlahan tertutup itu. Tangannya masih setia mengelus surai milik Prince.

Zavira mengerjapkan matanya, kenapa ia menjadi sangat penurut seperti ini. Zavira ingin bangun, tetapi melihat wajah Prince yang terlelap ia menjadi tidak tega. Hah mengapa otak, hati, dan tubuhnya saling bertentangan. Sepertinya ia akan merasakan kebas pada dua kakinya. Taoi entah mengapa ia tidak peduli. Bahkan sekarang ia malah ikut merasakan kantuk. Ia perlahan terlelap dalam posisi duduk.

Tanpa Zavira sadari, kedua mata Prince terbuka. Ia sedari tadi tidak tidur sebenarnya. Ia hanya ingin melihat reaksi dari gadis yang tengah terlelap ini. Dan entah mengapa ia senang melihat reaksinya.

"Hah.. So beautiful, baby"

Prince kemudian kembali menutup matanya. Kali ini ia benar-benar tertidur.






§§§





Seorang pria tengah menatap mangsanya dengan puas. Dilihatnya lagi sebuah kulit wajah di tanganya. Yah wajah milik mangsa didepannya.

Pria itu kemudian mengambil jarum dan benang. Ia menempelkan kembali kulit wajah itu menggunakan beberapa jarum. Ia dengan perlahan menjahit kembali kulit itu ke kepala pemiliknya.

Wanita yang digantung terbalik itu hanya bisa meringis pasrah ketika pria didepannya mulai menjahit kulit mukanya. Hah memang pria itu menjahit kulit mukanya kembali. Tetapi posisi mukanya terbalik sekarang. Yang seharusnya diatas malah dibawah. Tetapi ia tidak peduli sekarang, ia hanya menginginkan kematiannya.

Ia menyesal pernah menyinggung teman pria itu. Oh sepertinya bukan teman tetapi sebatas partner. Teman mana yang saling berhubungan tetapi atas dasar memanfaatkan satu sama lain. Dan ketika sudah tidak ada untung lagi maka mereka akan menjadi seperti orang asing yang tidak saling mengenal.

Pria itu tertawa terbahak-bahak ketika selesai menjahit wajahnya. Walaupun matanya kini tertutup oleh kulit mukanya sendiri, tetapi telinganya masih berfungsi.

Hah!  Tawa milik pria itu terdengar memuakan di telinganya. Ia sudah tak takut lagi dengan pria didepannya ini. Ia seolah mati rasa sekarang. Ia hanya ingin kematiannya sekarang.

"Kill me" lirihnya tak jelas.

Suara itu bahkan hanya terdengar seperti gumaman karena saking tidak jelasnya.

Pria itu hanya menaikan alisnya ketika mendengar gumaman tak jelas dari wanita didepannya.

Apakah wanita itu sedang meminta kematiannya dipercepat?

Pria itu menggaruk alisnya bingung. Tetapi okay ia akan mempercepat kematian wanita didepannya. Lagipula ia juga sudah bosan dengan wanita ini. Padahal baru lima hari ia dengan wanita itu menghabiskan waktu bersama di ruangan ini.

Ah!  Ia jadi sedih.

Pria itu membuat ekspresi seolah tengah disakiti orang lain. Padahal kalau melihat posisi ia dengan wanita didepannya maka sudah bisa terlihat jelas bahwa ia adalah pelakunya bukannya si korban.

Sedetik kemudian, pria itu mengganti raut wajahnya. Ia kembali tertawa terbahak-bahak. Tanpa pikir panjang, pria itu menebas leher wanita itu. Kepalanya menggelinding sampai bertabrakan dengan dinding.

"Felix! Cepat ke ruanganku!"

Suara dari earpiece di telinganya benar-benar mengganggu. Hah andai orang yang memanggilnya ini sudah tidak berguna lagi. Ia tidak akan segan mengkuliti wajahnya. Tetapi sayang ia masih membutuhkan orang ini.












Tinggalkan jejak kalian!
Yang masih punya tangan silahkan vote, komen, and share,
Hhe gratis kok.

Sekian terima ChenZeyuan

Help MeWhere stories live. Discover now