utashulupaud

3.6K 379 12
                                    

Zavira terbangun dengan nafas terengah-engah. Mimpi aneh itu kembali datang. Entah sudah yang keberapa kalinya karena Zavira sudah sangat sering mengalaminya.

Zavira menghela nafas panjang sebelum sadar merasakan beban pada bagian perutnya. Ia menoleh ke kanan kirinya dan menemukan Astra dan Ragas disana.

Ia berusaha menyingkirkan tangan-tangan yang membelit pinggangnya itu. Tetapi bukannya terlepas, lilitan itu malah semakin erat. Karena sudah kepalang kesal, Zavira mengampit hidung kembaran dan adiknya itu. Ia yakin mereka akan segera bangun. Kalau gak bangun-bangun, ya paling-paling mereka tidak akan pernah bangun lagi alias tidur selamanya.

"Liaa.. "

"Kak Lovaa.. "

Yah akhirnya mereka melepaskan lilitan di perutnya. Sembari terkikik Zavira bangkit dan menuju kamar mandi. Ia berdiri di depan wastafel dan menatap pantulan bayangannya di cermin.

Ee.. tidak bisa dikatakan baik tapi juga tidak terlalu buruk. Rambut acak-acakan dengan raut khas baru bangun tidur. Keringat dan sedikit em belek di sudut matanya.

Oh My! Gembel sekali....

Padahal kalau cogan bangun tidur itu malah imut. Ia yang selaku cecan kok malah amit-amit.

Zavira menghela nafas panjang. Ia bergegas sikat gigi dan mencuci mukanya. Ah akhirnya wajah glowing shining shimmering splendid-nya kembali.

Tanpa mandi, Zavira keluar dari kamar mandi dan langsung menuju ruang makan. Hari Sabtu guys, liburlah. Kalau libur tak perlu mandi. Apa itu mandi? Siapa yang menciptakan mandi? Mandi tidak membuatmu cantik. Karena yang membuatmu cantik adalah SE-KIN-CA-RE.

Zavira terkikik pelan mengingat kata-kata video yang viral itu. Sudah lama sih. Tapi entah kenapa ia masih saja tercandu-candu.

Zavira tidak memedulikan kedua saudara fiksinya yang kembali bergelung dengan selimut. Bahkan keduanya sudah saling berpelukan erat tidak seperti ketika bangun yang akan berantem terus.

Ia berhenti sejenak di depan pintu ruang makan. Disana ada Prince yang sedang menata makanan di meja. Cowok itu masih mengenakan apron. Warna pink pula, lucu kali.

Mata keduanya bersitatap beberapa detik, sebelum akhirnya Prince yang sadar terlebih dahulu. "Udah bangun?"

Zavira yang mendapatkan pertanyaan retoris itu hanya memutar bola matanya malas. Dengan enggan ia mengangguk lalu mendekati meja makan. Ia duduk di kursi biasanya.

Huft! Mengapa orang-orang seringkali bertanya sesuatu hal yang sesuatu itu sudah ada jawabannya. Gak salah juga sih, tapi kayak, gimana gitu. Ia tau itu basa-basi tetapi entah kenapa ia sedikit sebal ketika mendengarnya. Yah walaupun terkadang ia juga melakukannya.

Prince kembali dengan masakan terakhirnya. Apron pink-nya sudah ia lepas.

Mereka berdua kini duduk berhadapan. Zavira menatap bergantian piring-piring berisi lauk di meja. Lalu matanya beralih ke sepiring nasi yang baru saja diletakan Prince di depannya.

Ia menatap Prince lalu tersenyum tipis, "Khamsahamnida"

Cowok itu balas tersenyum lalu terkekeh pelan. Weh manis kali senyumnya. Emang boleh semanis itu?

"Gwaenchana"

Zavira menerjapkan matanya sebentar lalu berpikir. Darimana manusia sekelas Prince tau kata-kata gwaenchana? Gak mungkinkan cowok itu mengahabiskan waktunya yang berharga untuk scroll video-video random? Ia ingat kata 'Gwaenchana' sedang viral sekarang.

Oh Iya! Ia melupakan fakta kalau keturunan keluarga Ardilova itu rata-rata berotak jenius. Apalagi ini Prince, pemeran utama di dunia fiksi yang ia tempati sekarang. Entah berapa bahasa yang cowok itu kuasai. Zavira, tubuh yang ditempatinya ini saja menguasai tujuh bahasa. Padahal ia hanya figuran. Apalagi cowok itu.

Mereka berdua makan dengan tenang. Tidak ada suara apapun kecuali dentingan sendok dan piring. Prince sudah selesai dengan sarapannya, namun cowok itu tidak beranjak. Ia malah menatap lurus Zavira yang tengah menghabiskan sarapannya.

Zavira menaikan sebelah alisnya menatap Prince yang kini mengalihkan pandangannya kesamping dengan ujung telinga yang memerah.

"Why? There is something you want to say big bro?"

Prince berdehem singkat, "Eum... yeah. I think-  ehem-  about last night... Em.."

"lupain aja. I know that the man that night is not you" Zavira tersenyum tipis. Ia lalu pergi kembali ke kamarnya tanpa mengatakan apapun lagi.

Prince terdiam menatap Zavira yang naik menggunakan tangga. Wajahnya datar namun sayangnya tidak ada yang tau kalau kedua tangannya tengah mengepal erat sekarang.

"Lupain? Semudah itukah?" Prince menyeringai sekilas.

Raut wajahnya kembali datar dalam sekejab seperti tak pernah berubah sedetikpun.

•••

Bugh!

Bukannya kesal karena ditonjok, Gav tertawa kecil melihat raut penuh dendam dari Bumi. Moodnya sedang bagus sekarang, jadi ia tidak kesal. Apalagi yang menyebabkan Bumi menonjoknya itu adalah karena pengobatan ilegal yang ia praktikan kepada Bumi.

Padahal sudah beberapa hari berlalu tetapi cowok itu masih dendam saja. Bumi baru saja bisa beraktivitas seperti biasa karena hari-hari sebelumnya ia masih harus berbaring di tempat tidur pasca pemulihan.

Raut wajah Gavriel berubah datar. Ia mengingat hal penting yang harus mereka berdua selesaikan segera.

Gavriel menahan kepalan tangan Bumi yang akan mendarat di perutnya lagi. Ia menghempaskan tangan Bumi kasar, lalu berjalan ke suatu ruangan yang hanya bisa di masuki oleh mereka berdua saja.

Bumi mendengus kesal sebelum mengikuti langkah Gavriel memasuki ruangan itu.

"Bulan purnama merah bentar lagi"

Hanya kalimat itu yang terucap dari mulut Gavriel. Keduanya kini terdiam dengan kemelut pikiran masing-masing. Kerumitan pikiran yang berbeda tetapi tetap memiliki inti yang sama.

Persembahan bulan purnama merah, yah karena disibukan dengan misi-misi di dunia bawah, Bumi sampai lupa dengan hari itu. Ia dan Gav harus memikirkan rencana matang-matang untuk menyelamatkan tujuan mereka di dunia ini.

"Kita bisa bawa dia pergi jauh, atau nggak kita pindahin lagi jiwanya ke tubuh baru" Bumi mengungkap rencana yang sudah mereka susun dulu.

"Nggak bisa! Ini udah yang ketiga kalinya. Kalau dia dipindahin lagi, kemungkinan gak hanya ingatannya aja yang ilang, tapi jiwanya bisa pecah. Dan dia gak bisa bereinkarnasi lagi"

"Terus?"

"Kita bisa menyelamatkannya kalau mereka mau kerjasama sama kita"

"Termasuk putra sulung Ardilova?"

Gavriel mengangguk, "Yah termasuk dia"




Help MeМесто, где живут истории. Откройте их для себя