Bab 38

10.3K 1.2K 43
                                    

“Apa kau gila?! Mengapa kau mengusulkan hal seperti itu?!”

Lethisa menggertak, mencecar Chester di salah satu lorong istana. Hanya ada mereka di sana. Gadis itu segera menyeret Chester pergi selepas rapat berakhir guna meminta penjelasan terkait apa yang terjadi di ruang pertemuan tadi.

“Hei, tenanglah. Kau bisa percaya padaku.”

“Bagaimana aku bisa percaya padamu setelah kau baru saja terang-terangan mencoba untuk mengkhianatiku?!”

“Aku tidak mengkhianatimu. Tidak akan pernah.”

Lethisa mendecih dan menatap Chester dengan muak. Ia sama sekali tidak mempercayai apa pun yang keluar dari mulut pria itu. Lethisa sudah terlanjur kecewa dan merasa dikhianati. Air mukanya yang masam dan sorot mata yang menatap tajam membuat Chester frustrasi. Ia akhirnya menghela napas berat seraya mengusap wajahnya dengan gusar.

“Pangeran Edgar harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami Kerajaan Finnomark. Karena itu, aku bermaksud membuatnya membayarnya langsung di sana.”

“Dengan memberinya singgasana? Yang benar saja!” sahut Lethisa sinis.

“Tidak akan ada singgasana untuknya,” balas Chester tegas. “Setibanya dia di sana, dia akan langsung dikurung di penjara dan menerima ganjaran atas perbuatannya. Aku berani jamin.”

“Apa kau pikir dia bodoh? Orang dengan lidah bercabang sepertinya bisa membuat orang percaya padanya hanya dengan kata-kata. Menghasut orang lain agar bisa mendapat apa yang dia inginkan adalah hal yang mudah untuknya. Dan lagi, orang-orang Finnomark yang naif itu. Mereka saja bisa dengan mudah percaya padaku, apalagi pada Edgar.”

“Dare Colter percaya padamu bukan karena kata-katamu, melainkan karena—yang dia tahu—kau adalah putri Duke Wesley, orang paling berjasa bagi Kerajaan Finnomark.”

Itu seperti apa yang sempat Lethisa dengar dari Dare.

“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semuanya akan baik-baik saja. Kau percaya padaku kan?” susul Chester lagi.

Sorot mata Lethisa sama sekali tak berubah, tetap menatap Chester dengan tajam.

“Lethisa, kau percaya padaku kan?” ulang Chester lagi.

“Tidak,” balas Lethisa dingin.

Kemudian, gadis itu beranjak meninggalkan sang lawan bicara—yang membeku di tempatnya berdiri—tanpa sekalipun menoleh ke belakang.

***

Lethisa memejamkan mata seraya menghembuskan napas perlahan. Ia berusaha untuk meredam emosi. Ia harus bersikap tenang jika ingin berhasil membujuk targetnya. Setelah sedikit lebih baik, ia kembali membuka mata lalu mengetuk pintu di hadapannya.

Suara dari dalam yang menyambutnya membuat Lethisa berani untuk membuka pintu dan memasuki ruangan tersebut.

Pemilik ruangan memandangnya dengan senyum merekah. Tampak sangat jelas jika pria itu sedang dalam suasana hati yang baik. Ia benar-benar menikmati keberuntungannya.

“Apa yang membawamu kemari?”

Sudut bibir Lethisa dipaksa naik. Ia tersenyum kapitalis sebelum akhirnya menjawab pertanyaan itu.

Villainess Want to Die [END]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora