1 - Melarikan Diri

58 29 0
                                    

"Apa yang akan terjadi kalau kita ketahuan, Raf?" – Lian

Agustus 2018

______________

Dia masih ketakutan dan tak kunjung meraih uluran tanganku. Aku memberikan isyarat berupa anggukan untuk meyakinkannya, dia turut naik ke atas jendela kamar yang setinggi pundaknya itu. Lalu aku pun lebih dulu loncat ke luar jendela untuk memastikan tidak berbahaya untuknya. Aku lagi-lagi harus memberikan isyarat agar membuatnya yakin untuk kabur dari tempat ini. Sebelum dia memutuskan loncat, dia melirik pelanggannya yang masih pingsan hasil tengkuknya yang kupukul dengan botol miras. Setelah itu dia meloncat sembari menutup mulutnya agar tak bersuara.

Dia kesulitan berlari karena kakinya kesakitan tersusuk-tusuk kerikil. Aku pun tahu dia pasti kedinginan dengan dress violet yang ketat dan tipis itu. Aku berhenti sejenak untuk memberikan alas kaki dan jaketku padanya. Wajahnya masih ketakutan kalau-kalau ketahuan tanteku. Aku menarik tangannya untuk berlari. Sampai aku hilang fokus dan kami hampir tertabrak mobil.

Aku menemukan raut wajah terkejut di dalam mobil itu. Cowok itu tak bergerak sama sekali, tangannya pun masih menggenggam setir dengan erat. Tak pikir panjang aku pun menarik tangan Lian untuk mendekati mobil itu. Tanpa permisi aku membuka mobil orang yang hampir menabrak kami. Mata cowok itu pun terbelalak.

"Tolong bawa dia ke tempat yang aman, aku akan sangat berterima kasih padamu." Ucapku dengan napas tersengal.

Dia masih tidak bereaksi. Aku melirik gang yang aku lewati tadi bersama Lian, waspada kalau saja tanteku mengejar.

"Kumohon cepat pergi dan bawa Lian ke tempat yang aman." Ucapku yang mulai meninggikan suaraku.

"Sebenarnya ada apa ini?" Dia bertanya dan reaksinya tentu kebingungan.

"Tidak ada waktu untuk cerita, nanti bisa-bisa ketahuan wanita gila itu." Ucapku buru-buru sembari mengusap leherku yang banjir keringat.

"Ba-iklah." Cowok itu menurut lalu kembali menyalakan mesin mobil.

"Terima kasih, Raf." Ucap Lian sambil menangis, kubalas dengan anggukan.

Kututup pintu mobilnya dan mobil itu pun dengan cepat melesat meninggalkan tempat dimana aku berdiri. Mobil merah itu pun menghilang dari pandanganku. Syukurlah satu orang lagi dapat selamat dari tempat terkutuk itu.

Ya, aku tinggal di tempat terkutuk, bahkan tempat itu tak pantas di sebut rumah. Tiap malam tempat itu didatangi pria-pria hidung belang berkantong tebal. Dominan yang datang adalah pria paruh baya yang kelihatannya sudah punya istri. Wanita-wanita muda menyambut mereka dengan tampilan cantik dan menggoda. Riasan dan pakaian minim jadi andalan. Lian salah satunya. Namun Lian adalah korban dari bisnis haram tersebut.

Pagi ini aku melihat kedatangan Lian. Dia dijual oleh ayahnya sendiri kepada tanteku. Ya tanteku lah yang memiliki usaha haram itu. Lian seumuran denganku. Lian dilarang sekolah dan diperintah ayahnya yang kejam itu untuk bekerja di rumah prostitusi milik bibiku. Di hari pertamanya tiba, Lian langsung diperintahkan untuk melayani pelanggan. Aku melihat dia terus-terusan menangis. Kutahu Lian tak mau melakukannya.

Saat hari beranjak malam, aku terus mengawasi Lian. Wajahnya begitu sendu. Sesekali dia mengusap air matanya. Aku berniat untuk membantunya kabur malam ini juga. Aku pun mencuri kunci duplikat kamar 009 yang Lian tempati. Aku memergoki pria yang kira-kira berumur 50 tahun hendak melecehkannya, aku pun langsung memukul tengkuk pria tua itu dengan botol miras sampai dia pingsan.

Aku punya misi untuk menghancurkan usaha sesat bibiku ini. Aku ingin menolong anak-anak perempuan dari jeratan pekerjaan kotor ini. Aku berpikir ingin menjadi seorang guru, pendidikan pasti bisa menolong orang-orang yang putus asa seperti mereka. Yang bisa aku lakukan sekarang adalah belajar yang giat agar aku bisa kuliah, lalu mengumpulkan banyak uang agar bisa hidup sendiri dan terlepas dari tempat ini.

MAKE A WISH [Ongoing]Where stories live. Discover now