13 - Sinar Bulan

12 6 0
                                    

"Apa lebih baik kamu tinggal di rumahku?" - Revel

November 2018

______________

"Jadi kamu sebenarnya cewek?" Tanya Revel.

Aku masih diam saja. Aku bingung harus menceritakan hal yang sebenarnya atau mencari kebohongan lain untuk menutupi identitasku yang sebenarnya. Namun sekarang otakku kosong dan tak bisa berpikir jernih.

Revel mendekatiku. Duduk disampingku. Lalu dia membalikan tubuhku agar berhadapan dengannya. Aku tak berani menatap mata Revel. Aku terus menunduk. Sedangkan Revel meraih daguku dan mengangkatnya. Kami bertatapan. Tatapan Revel teduh seperti biasa. Aku pun akhirnya menangis sejadinya. Aku merasakan Revel seperti mengirim pesan aku boleh menangis dan mengeluarkan semua peluhku padanya.

Revel memelukku. Dekapannya membuatku makin tenang. Kini aku pun memahami mengapa Sayu sangat menyukainya. Lelaki ini sangat hangat dan baik hati. Dia memberiku ruang untuk melepas semua bebanku, dia tidak menginterogasiku karena telah membohongi semua orang.

"Jika sudah lebih baik, kamu boleh cerita." Katanya sembari mengelus rambutku, aku pun mengangguk.

"Aku berbohong menjadi laki-laki karena untuk melindungi diri dari tanteku. Sebelum ibuku wafat, aku diminta berpura-pura menjadi anak laki-laki agar tanteku tak menjadikanku pelacur. Aku datang dari desa menemui tanteku, karena dia waliku satu-satunya." Aku menceritakan tentang siapa diriku.

Revel mencerna perkataanku. Dia mencoba memahami apa yang sedang kuhadapi. Lalu jemarinya mengarah pada pipiku untuk menghapus air mataku yang keluar banyak sekali.

"Kamu sudah sangat hebat dalam melindungi dirimu." Kata Revel.

"Terima kasih." Kataku dengan suara pelan.

"Apakah perlu aku membantumu pergi dari sana?" Tanyanya kemudian.

"..." Aku sedikit tertarik dengan tawarannya. Namun aku teringat cerita Sayu bahwa kehidupan Revel sendiri sangat rumit dan dia juga sering bertengkar dengan ayahnya. Malam ini pun aku mengerti sampai dia mencari ayahnya yang dicurigai sering main serong dengan wanita nakal.

"Aku tidak bisa. Aku masih di bawah umur. Aku masih harus hidup dengan tanteku. Namun saat usiaku 18 tahun dan lulus SMA, aku akan pergi dari sini. Aku sedang berusaha." Kataku optimis dan menolak tawaran baiknya.

"Kamu serius? Apakah rahasiamu masih bisa disembunyikan hingga saat itu?" Revel ragu dan hawatir suatu saat tanteku mengetahui bahwa aku perempuan.

"Aku pasti bisa." Aku berusaha meyakinkan Revel.

"Kamu bisa hubungi aku kapan saja." Kata Revel. Dia siap membantuku. Aku senang sekali bisa bertemu dengannya. Dia sangat tulus.

Aku jauh lebih baik. Revel menemaniku semalaman di tepi sungai. Dia juga penasaran dengan tempat tinggalku di desa. Jadi aku pun menceritakaan padanya yang tentu saja tak terpisahkan dari kenangan masa kecilku.

Dia sangat mirip dengan Sayu. Caranya yang selalu antusias mendengarkan cerita orang lain, aku juga suka reaksinya saat mendengarkanku bercerita. Aku yakin dia teman mengobrol yang sangat menyenangkan. Harusnya walaupun tanpa Sayu, Kai yang senang sekali bercerita bisa membaginya pada Revel.

Malam makin larut, Revel memeriksa sekarang sudah jam 1 dini hari. Aku lalu diantar pulang olehnya. Aku mengajaknya ke pintu belakang rumah agar tak ketahuan tanteku. Aku berpamitan pada Revel sebelum masuk ke rumah.

"Sampai nanti." Kataku.

Aku menyelinap masuk. Syukurlah di depan sedang ramai jadi semua orang sedang berada di sana untuk berpesta. Situasi aman dan aku berhasil masuk ke kamarku. Aku segera mengunci pintu dan lekas tidur.

***

Pagi ini aku berangkat pagi-pagi sekali ke sekolah untuk menunggu Rui di depan lab. Aku harus meminta maaf dan berterima kasih dengan benar kepadanya karena insiden tempo hari di Dufan. Aku berjongkok di depan pintu lab sambil mengecek PR-PR preman kelasku. Ya aku masih setor PR seperti biasa untuk menukarnya dengan kehidupan yang damai di sekolah.

Kutangkap sepasang sepatu dalam penglihatanku. Saat menengadah, kulihat sosok Rui bermuka dingin. Tanpa berkata sepatah kata pun, sepertinya dia mengusirku dengan tatapan tajamnya.

"Rui, aku mau minta maaf soal kejadian di Dufan." Ucapku mengawali pembicaraan.

"Minggir." Dia mendorongku pelan ke samping kiri agar dia bisa membuka pintu lab.

"Ru, maaf." Kataku lagi dengan penuh penyesalan. Tapi dia mengabaikanku dan malah masuk ke lab.

Aku tetap berdiri di depan lab. Aku terus berpikir bagaimana caranya memenangkan hati Rui untuk bisa memaafkanku. Tapi selang beberapa saat, preman kelasku datang dan menghampiriku. Aku agak bingung tumben mereka datang pagi-pagi begini.

"Elu udah dateng nih." Kata Gali si bos preman. Dia mengambil buku-buku yang dikenalnya. Ya, ini semua buku milik mereka yang dititipkan padaku untuk mengisinya.

"Eh, gue laper nih mau sarapan. Sekalian lah lu yang bayarin ya." Katanya padaku.

"Kesepakatannya gue cuma bantuin isi PR-PR kalian. Kalau traktir makan, gue gak bisa." Jawabku apa adanya. Jengkel juga berurusan dengan mereka. Kutahan-tahan emosiku agar tak panjang masalahnya.

"Berani ya lo sama gue." Gali mulai lagi, sepertinya aku akan dipukuli lagi.

Dengan gesit, Rui menggagalkan kepalan tangan Gali meluncur ke wajahku. Dia mendorong mundur Gali agar menjauhiku. Rui membelaku lagi.

"Ngapain lo? Mau belain si cupu ini? Mau nasib lo kaya dia?" Gali dan teman-temannya tertawa meremehkan Rui.

"Coba aja sini maju." Kata Rui menantang Gali berkelahi.

Aku menghampiri Rui dan mencoba menarik dan membujuknya untuk tidak membesarkan masalah ini. Aku memintanya jauh-jauh dari cowok bengis itu. Namun Rui sama sekali tak mendengarkan. Dia malah hendak memulai kuda-kuda.

"Sialan!!!" Gali berlari maju ke arah Rui sambil menyiapkan tinjunya.

Rui lebih cepat menghindari serangan Gali. Beberapa Gali mencoba, tak satu pun serangannya mengenai Rui. Rui sangat gesit dan cepat. Aku pun baru ingat bahwa dia adalah atlet lari di sekolah ini. Setelah Gali mulai linglung karena serangannya terus meleset, Rui dengan satu kali percobaan berhasil menumbangkan Gali dengan pukulan keras di wajahnya. Anak buah Gali pun cepat-cepat membawa preman itu pergi dari hadapan Rui. Aku dibuat melongo melihat duel tadi. Rui hebat sekali.

"Jangan mau lagi disuruh-suruh sama bocah tengik itu." Kata Rui memberi nasihat padaku.

"Iya, thanks ya. Aku udah dua kali hutang budi sama lo." Kataku.

"Asal lo tahu, gue masih kesel sama lo karena rencana pergi ke Dufan buat seneng-seneng berdua jadi berantakan. Lo bawa rombongan lain dan gak izin dulu sama gue. Gue tahu tiket gue dari elo, tapi lo gak seharusnya kaya gitu." Rui mengungkapnya kekesalannya padaku. Jujur, lebih baik dia cerewet seperti ini.

"Iya Ru, gue salah. Gue minta maaf, kedepannya gue gak akan ulangi lagi." Kataku mengutarakan rasa bersalahku.

"Dan asal lo tahu juga, orang-orang itu adalah masa lalu yang buruk buat gue." Katanya lagi, aku melihat lagi sorot mata yang sendu dari Rui.

"..."

***
TBC

Halo readers!

jangan lupa kasih feedback ya biar aku makin semangat. Makasih banyak udah mampir ^^

Yuk saling terkoneksi di sosmed

IG : frizz.house

Tiktok : frizz.house_

Twitter : frizah14

email : triafarizah@gmail.com

MAKE A WISH [Ongoing]Where stories live. Discover now