1

137 36 11
                                    

"Apa?! Kenapa ayah membekukan semua kartu kreditku!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa?! Kenapa ayah membekukan semua kartu kreditku!"

George melempar tiga kartu plastik di hadapan ayahnya. Alderik yang sedang membaca dokumen langsung menutup sampul mapnya dan berdiri menampar putranya dengan keras.

"Jaga sikapmu kalau orang tua sedang bekerja!" George menendang kursi dan melempar nama ayahnya ke pintu lemari. "Anak sialan! Lahir dari keturunan mana kau itu?!"

"Persetan dengan protes ayah! Aku hanya mau kartu kreditku. Kalau ayah coba-coba memblokir semua kartuku, aku akan membuat ayah malu dihadapan dewan."

Alderik bergidik ngeri. Mendengar ancaman putranya itu, dia merasa terancam tapi semua itu tak ada apa-apanya selama dia masih duduk menjadi CEO nya. "Lakukan saja! Ayah sangat menunggu aksi protesmu itu."

"A-apa? Ayah tidak takut?!"

"Sama sekali tidak," menggeleng dengan santai. "Kenapa aku harus takut pada darah dagingku sendiri? Kau sudah berpikir akan meninju mukaku 'kan. Ayah sudah tau itu."

George tertegun. Kemampuan cenayang ayahnya benar-benar bertambah kuat setiap harinya. Padahal, kalau ibunya ada disini. Kemampuan spesialnya pasti akan terpatahkan.

"Jadi, ayah mau aku lakukan apa sekarang? Aku benar - benar butuh kartu kredit sekarang. Ayo ayah! Cepat berikan padaku!"

Tak tega dengan rengekan George, Alderik memberikan satu kredit limit terendah ke tangan putranya. Kartu kredit itu bisa George gunakan dimana pun tapi tidak bisa digunakan untuk menguras isi dompetnya. Alderik sangat sensitif dengan uang.

"Pergilah!"

Raut wajah George langsung sumringah. Ia membawa kartu kredit itu dengan bahagia.

Keluar malam, pergi ke klub, minum-minum dan menyemprot pilok ke mobil-mobil orang yang parkir di pinggir jalan membuat hidupnya jadi lebih menyenangkan. George mendapatkan banyak perhatian dari sekitarnya. Omelan, perkelahian hingga diborgol masuk ke mobil polisi.

Alderik tak menjemput George. Ayah yang suka main biliard dengan gadis-gadis muda nan cantik itu menyuruh ajudannya untuk mengurus pembebasan putranya dari kantor polisi.

"Ben! Uangnya ada di atas meja. Ambil dan bawa George pulang."

Laki-laki dewasa seumuran George mengangguk paham. Dia langsung bergegas keluar dari ruang billiard, mengambil uang di ruang kerja Alderik dan pergi ke kantor polisi untuk membebaskan George.

Keesokan paginya, Alderik mendapat kabar duka dari Sisilia. Ayahnya Fabello meninggal dunia.

"Apa saya harus mengabari Tuan muda juga, tuan?" Ben menyerahkan tas hitam pada atasannya.

Settle Take A BreatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang