4

76 36 8
                                    

Devina punya semua yang diinginkan anak perempuan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Devina punya semua yang diinginkan anak perempuan. Kamar pribadi, set make up lengkap, koleksi lipstik-lipstik terbaru, sepatu dan satu kamar khusus wardrobe untuk berdandan.

"Kau bisa memilih gaun yang kau suka," membuka pintu kamar wardrobe nya. Ada banyak sekali pajangan baju berbagai model yang dipajang sesuai bentuk dan gaya. Casual, summer collection, autum collection, winter collection sampai dengan spring collection. Semua ditata dengan rapi dalam rak terbuka dengan lemari pakaian yang saling berhadapan satu sama lain. "Aku punya koleksi desainer ternama, gaun-gaun dan semua set pakaian blazer office."

Regina tak bisa berkata-kata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Regina tak bisa berkata-kata. Pilihannya banyak sekali. Semua premium, mahal dan sangat cantik. Dia tak pernah melihat benda-benda seperti ini sebelumnya.

"Oh, kau suka sepatu hells hitam polos itu ya," celetuk Devina yang memergoki Regina memegang satu pasang highells. "Aku tau pakaian apa yang cocok untukmu."

Blouse putih panjang, rok span hitam pendek seperempat berbelahan depan pendek terbuka selutut dan sepasang highells hitam. Rambut gelapnya diuraikan saja. Tak perlu disanggul seperti kebiasannya sehari-hari. Penampilannya akan makin cantik dengan make up natural yang selalu jadi andalan gaya anak muda sekarang.

 Penampilannya akan makin cantik dengan make up natural yang selalu jadi andalan gaya anak muda sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Regina merasa agak canggung. Dandan sempurna yang membuat sisi feminimnya keluar membuat pasang mata tamu-tamu Estafania terpana kepadanya. Haruskah dia pulang berganti baju? Karena dia merasa. Dia salah kostum.

"Kenapa berdiri disana?!" Devina menegur perempuan yang canggung di luar Estafania untuk berjalan masuk dengannya. "Ayo ikut! Kita harus segera masuk ke dalam." Regina menurut. Dia menghampiri Devina dan berjalan masuk selangkah sejajar dengannya.

George benar-benar gugup. Laki-laki yang sudah tampil rapi dengan kemeja dan celana panjangnya ini ingin sekali keluar dari restoran. Sudah lima belas menit dia menunggu Devina dan si calon datang tapi sampai saat ini tak ada tanda-tanda dari mereka berdua.

"Kawan! Kau mau kemana?!" Dalton menarik lelaki yang berdiri itu untuk duduk kembali. "Kau mau kemana?"

"Aku mau pulang," kata George. "Aku bosan ada disini, Ton. Aku mau main PS saja."

"Usiamu sudah dewasa tapi pikiranmu masih seperti remaja. Cobalah bersikap tenang dan profesional, George. Kau sudah dapatkan apa yang kau inginkan. Apa kau mau melepas kartu emas ini begitu saja? Tenanglah! Kau tidak mau menikah betulan dengannya." Keringat - keringat tipis keluar dari dahi George. Dalton tau kalau temannya ini sangat takut bertemu dengan perempuan yang dibawa Devina. Selain jadi sosok yang akan membatasi dirinya, perempuan itu juga akan membuatnya jadi ayah beranak satu yang akan dijauhi oleh gadis-gadis muda kesukaannya.

Tatapan Dalton terpana pada sepasang wanita yang masuk melalui pintu restoran. Yang satu anggun dengan setelan hitam aura kepemimpinannya, dan satunya lagi sederhana nan anggun dengan blouse putih dan rok span hitam pendek. Apa ini yang dinamakan menjemput jodoh.

Berdirilah seorang lelaki berjas dari kursinya. Dalton menyalami Devina dan perempuan yang berada disamping kiri Devina. Lalu, secara bergantian mereka berdua bersalaman dengan George.

"Silahkan duduk!" Dalton mempersilahkan dua tamu cantiknya untuk duduk bergabung bersama. Pelayan datang dan memberikan menu untuk mereka berempat. Setelah memilih makanan dan minuman yang sesuai selera, dia langsung melanjutkan pembicaraan kontrak dengan Devina. "Bagaimana perkembangannya? Apa aku bisa langsung bertemu dengannya?"

Tangan Devina langsung memegang tangan Regina yang berada di atas meja. Menatapnya agar turun dan berpangku di paha. "Ini perempuan yang aku bicarakan kemarin malam, Tuan Dalton. Semuanya, perkenalkan. Dia Regina James. Perempuan yang kupilih untuk mewujudkan impian Tuan George."

Dalton tersenyum bangga. "Sungguh cantik. Wajahnya menenangkan hatiku. Apa dia boleh untukku, George?" Lelaki berambut coklat almond disampingnya langsung menatap Dalton dengan sengit. "O.Oke. Dia milikmu."

Baik Regina maupun George, tidak ada yang mengeluarkan sepatah kata pun, Regina memilih diam karena dia takut pada Devina. Tingkah, etikat dan perilaku bergaul dengan keluarga kalangan kaya sangat berbeda dengan pergaulan keluarga sederhananya. Karena itulah, dia memilih tutup mulut sampai Devina memberi waktu untuknya bicara dengan George.

Setelah makan siang bersama, Dalton meminta Devina untuk berbicara secara pribadi di meja lain. Tujuannya agar dia bisa bicara privat dengan kenalannya. Juga, memberikan George untuk bisa bicara dengan Regina.

Devina dan Dalton yang sudah pindah ke meja lain mengawasi mereka berdua dari kejauhan. Tentunya ada alkohol agar mereka bisa berkomentar sambil minum yang manis-manis.

George memberikan kartu namanya pada Regina. Kartu yang ada di saku celananya itu sengaja dia berikan pada perempuan ber blouse putih sebagai tanda perkenalan yang baik dan sopan. Begitulah cara berkenalan yang baik dari buku yang dia baca di perpustakaan pribadi ayahnya.

"Kau bisa menghubungiku jika ada apa-apa," Regina mengambil kartu nama yang disodorkan padanya. Menatap dan membacanya dengan lekat-lekat. Berharap semoga dia tak menggunakannya dalam waktu dekat. "Ngomong-ngomong, Regina. Apa kau yakin dengan keputusanmu ini?"

Regina meletakkan kartu nama itu di meja. Kemudian memandang Geoge. Lelaki berpenampilan sopan yang agak lebih tua beberapa tahun darinya. "Ya, aku sangat yakin, Tuan George."

"Aku peringatkan padamu. Hubungan yang akan kita berdua lalui nanti hanya sebatas kewajiban. Emosional tak akan mengambil jalan dalam hubungan kita. Setelah kau memberikan aku seorang pewaris, aku akan melepaskanmu pergi. Apa bisa dimengerti?"

"Tentu," angguk Regina. "Apa ada syarat-syarat lain yang harus aku penuhi, Tuan George?"

"Cukup ikuti aturan main kontraknya saja. Tak ada syarat serius lainnya."

Devina, Dalton, Regina dan George berpisah di depan Estafina. Kedua lelaki berjalan ke sebelah kanan menuju ke parkiran ekslusif naik lift, sedangkan Devina dan Regina pergi menyeberang ke tempat parkir umum yang tak jauh dari depan teras Estafania.

Di dalam mobil, Devina memberikan sejumlah uang untuk Regina. Uang cash yang jumlahnya banyak sekali, yakni satu tas piknik wanita ukuran besar 14 inch. "Ini setengah pembayaran. Aku bayar tunai. Cash. Katanya kau butuh uang ini untuk biaya kuliah adikmu?"

"Ya." Melihat kagum akan banyaknya uang yang ada di dalam tas. "Itu benar, Nyonya."

"Sisanya akan kuberikan saat kau sudah masuk dan tinggal di kediaman Michael. Untuk uang jajan, fasilitas dan lain-lain, Tuan George akan menanggungnya."

"Baik, Nyonya."

Sebelum mengantar Regina pulang, Devina mengatar Regina ke bank. Dia ingin agar Regina memasukkan semuanya ke rekening bank pribadinya dengan begitu uangnya akan aman dan dia tak akan kena ganti rugi karena uang hilang, dirampok atau semacamnya. Regina pulang ke apartemennya dengan berjalan kaki. Sedangkan Devina pamit pergi ke tempat lain untuk menyelesaikan beberapa urusan.

***

Settle Take A BreatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang