Bricia 3🔮

38.4K 2.6K 31
                                    

H̤̮a̤̮p̤̮p̤̮y̤̮ R̤̮e̤̮a̤̮d̤̮i̤̮n̤̮g̤̮!̤̮

⊱﹏﹏﹏﹏﹏





Bricia duduk termenung di sebuah batang pohon rubuh dengan bertopang dagu menatap hamparan sungai di depannya.

Beruntung dirinya tau tempat menyendiri paling menenangkan dibelakang panti yang jaraknya hanya limabelas langkah saja.

"Anehnya gaada yang mau kesini, apa karena suasananya nyeremin ya?" gumamnya lantas menghela nafas pelan, Bricia benar-benar sulit menerima semua yang dialaminya sekarang. "Gue masih berharap kalau besok pagi gue bisa bangun dirumah gue lagi, dan semua ini cuman ilusi mimpi gue."

Namun sekali lagi Bricia harus disadarkan oleh kenyataan yang dialaminya apalagi sapuan angin, langit yang biru dan cerah, juga suara anak-anak yang bermain didepan bukanlah sebuah ilusi semata.

Gadis itu mendenggus, mengacak surai kepalanya sendiri.
"Gila gue disini! Gue mau pulang woy! Seenggaknya kalau disini gue jadi pemeran utamanya kek! Bukan malah jadi figuran yang bakal metong lagi!"

Bricia berdiri setelah meraih satu batu berukuran sedang, dengan manik berkaca-kaca gadis berkucir itu berteriak lantang.
"Gue mau pulang! Gue janji gabakal boong lagi ke Bunda! Gue gabakal jadi pengangguran lagi! Gue juga Rindu Bunda! Pokonya gue mau pulang!"

Batu itu dilempar jauh ketengah-tengah danau, setelahnya tubuh Bricia luruh terduduk lagi dengan kepala menunduk menatap tanah yang ia injak dengan sendal capitnya.

"Gue gabetah disini," lirihnya membayangkan bagaimana reaksi sang Bunda jika mengetahui dirinya sudah tiada, pasti akan sedih karena bagaimanapun orang tua akan merasakan sakit saat anak satu-satunya telah meninggal. "Eh?"

Sebuah colekan di pipinya membuat Bricia menoleh ke kanan bahu namun tidak ada siapapun, dan colekan disebelah pipi kirinya lagi akhirnya membuat Bricia berdecak kesal.

"Jangan gang--" Bricia menahan ucapannya begitu menoleh dan melihat wajah Kevin berada tepat sepuluh centi disebelah kanan bahunya.

"Bricia cantik," celetuknya dan itu tidak bisa dianggap sebagai kebohongan karena Bricia melihat sorot kagum dan berbinar tertarik dari mata pria imut tersebut.

Buru-buru Bricia menjauhkan diri. "Lo ngagetin gue! Minggir sana!"

Bricia mengernyit melihat raut sendu pria itu.
"Lo kenapa?"

"Kenapa manggilnya lo-gue? Bri marah sama aku ya?" Bricia buru-buru menggeleng sedikit aneh, dirinya baru ingat kalau disini ia tidak bole menggunakan bahasa gaulnya karena masih kanak-kanak.

"Gu--maksudnya aku ga marah ko, lagipula pake bahasa gaul gak mengartikan kalau seseorang sedang marah atau jahat, nanti juga kamu bakal kebiasaan pake lo--gue gini. Sini duduk," Kevin beroh ria dan tenang setelah mendapat jawaban dari Bricia, pria itu duduk disampingnya.

"Bri ngapain disini sendiri?" tanya Kevin.

"Cuman nyari angin, sumpek tambah berisik kalau dibelakang. Kamu sendiri ngapain kesini?" tanya balik Bricia, Kevin tersenyum lantas menjawab.

"Karena Bri tidak ada jadi aku mencarimu sampai kesini."

"Kamu kan bisa main sama mereka yang lain Kev, jangan selalu menggangguku," usiran halus itu membuat Kevin melunturkan senyumnya, Bricia tak mengelak jika dia akan menjauhi pria yang berhubungan dengan alur cerita ini apalagi jika dirinya harus jatuh cinta sendirian.

Gue lebih baik dicintai daripada mencintai, batinnya teguh.

"Kenapa? Apa Bri tidak menyukaiku lagi?" Bricia menggaruk pelipisnya mendengar pertanyaan menekan pria disampingnya, sampai kedua bahunya ditahan Kevin. "Jawab!"

Bricia's world (On going) Where stories live. Discover now