Bricia 7🔮

32.5K 2.4K 37
                                    

H̤̮a̤̮p̤̮p̤̮y̤̮ R̤̮e̤̮a̤̮d̤̮i̤̮n̤̮g̤̮!̤̮

●○●○●○●○








Kenyang sekali rasanya perut Bricia, ia sampai menjilat jemarinya dengan sendawa kecil.

Bukannya jijik sang Bunda malah terkekeh melihat putrinya bersandar ke punggung kursi karena kekenyangan.
"Bagaimana apa perut kecil kamu sudah puas?"

"Sudah Bunda," Bricia langsung membenarkan posisi duduknya malu-malu.

"Yasudah kalo begitu sekarang waktunya kamu tidur dan istirahat, tenang aja semuanya sudah Bunda persiapkan dan kalo kamu butuh sesuatu katakan saja ya," ujarnya mengelus rambut Bricia.

Gadis itu tentu berbinar senang mendengarnya, ia lantas turun dari atas kursi untuk memeluk tubuh wanita itu.
"Makasih udah mau nampung Bricia disini Bunda."

"Iya sama-sama sayang, ayo sekarang kita ke atas Bunda mau nunjukin kamar kamu."

Bricia mengangguk namun sebelum pergi ia sempat meraih buah anggur muscat dari atas piring, melihat itu Tiara dibuat geleng-geleng kepala.

Adegan beralih, kini Bricia menatap penuh pintu besar sebuah kamar didepannya lalu memandang pada Tiara.
"Ini kamar siapa?"

Bukan tanpa alasan Bricia menanyakan hal tersebut karena dilihatnya diatas pintu terdapat nama seseorang yang tak bisa dibaca olehnya karena terlalu tinggi.

"Ini kamar Kakak kamu, untuk sementara kamu tidur disini sama dia ya sekalian mengakrabkan diri."

"Apa?!" pekikan Bricia menimbulkan kernyitan dari Bunda nya, segera ia meralat. "M--maksudnya, apa aku tidak bisa tidur terpisah saja? Pasti disini ada kamar lain kan Bunda?"

Tiara tersenyum dengan tangan mulai membuka pintu tersebut yang mana membuat Bricia menelan ludah kasar.
"Ada cuman kamarnya belum Bunda renov, jadi untuk sementara kamu tidur disini, tenang aja didalam luas dan ada dua kasur."

Mendengar itu Bricia sedikit lega tapi tetap saja, kamar malaikat mautnya yang amat dia wanti-wanti sekarang harus ia tempati beserta dengan orangnya!
Apes banget gue... Perasaan gue gak nemu scane dimana Bricia sekamar sama Romero.

Bunyi pintu terbuka perlahan, hawa dingin serta angin tiba-tiba menerpa wajah Bricia yang langsung memejamkan matanya.

"Sayang?" panggilan Tiara pada orang didepannya membuat Bricia membuka sedikit pejamannya.

Didepan sana terlihat anak laki-laki seusianya tengah terduduk bersandar di jendela balkon membiarkan angin menerpa gorden putih dikedua sisinya, wajah tampan bak pangeran tersebut disinari cahaya bulan dengan rambut blonde nya yang sedikit ikal bergerak disibak angin.

Mata Bricia sontak terbuka lebar selebar lebarnya! Tolong tampar Bricia sekarang, apakah dia tidak salah lihat?! Mahluk mana yang akan menyangka jika wajah sempurna bak dewa Apollo dalam mitologi Yunani itu adalah si Iblis yang akan membunuhnya nanti!

G--gak... Masih kecil aja pesonanya luar biasa apalagi udah besar! Ga... Ga rela banget gue dia jadi malaikat maut gue anj--!!! batin Bricia mengucek matanya berkali-kali.

Kelopak mata ganda indah, Bibir love yang sempurna, hidung mancung, dan tatapan tajamnya.

"Sudah Bunda bilang jangan biarkan jendela kamar kamu terbuka nanti angin dingin diluar masuk," omel Tiara berjalan menutup jendela itu, Romero tak bergeming kala dirinya ditarik turun pria itu tetap menatap dalam wajah Bricia. "Sini Bunda mau kenalin kamu sama Bricia."

Bricia's world (On going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang