Satu; Terpikat Pandangan Pertama

141 9 12
                                    

"Silakan Adzeline, perkenalkan diri."

Aku menelan ludah, merasakan jantungku berpacu cepat saat melihat semua murid kelas 11 IPA 4 menatapku. Meskipun orang tuaku selalu membawaku pindah sekolah setiap kali mereka pindah tugas, tetapi perasaan gugup selalu muncul saat perkenalan di depan kelas seperti ini.

"Hai semuanya, namaku Adzeline Valerie. Kalian bisa panggil aku Lin. Aku pindahan dari SMA Harapan Bangsa. Semoga kita bisa jadi teman baik setelah ini, ya."

Senyumku terukir ketika seluruh kelas menyambutku. Aku sangat berharap mereka akan menerima kehadiranku dengan baik. Pandanganku melirik ke arah Bu Rena, kaki jenjangku melangkah saat melihat ada anggukkan kepala dan senyuman di sana.

"Lin! Sini duduk bareng gue!"

Seorang gadis berponi menepuk kursi di sebelahnya, mengajakku untuk duduk bersamanya. Aku mengulas senyum dan segera mendekat, sambil meletakkan tas hitam kesayanganku di atas meja sebelum duduk.

"Nama gue Raisya. Biasanya sih, dipanggil Rai. Salam kenal ya, Lin." Raisya mengulurkan tangannya padaku.

Aku masih tersenyum saat menerima uluran tangannya. "Adzeline," kataku.

"Baik. Anak-anak, mengingat Pak Bambang tidak hadir hari ini, Ibu akan memberikan tugas kepada kalian," ujar Bu Rena.

Wali kelasku itu memanggil seorang cowok yang duduk tidak terlalu jauh dari tempatku. Dengan langkah santai, dia berjalan menuju depan kelas sambil memasukkan tangannya ke saku celana. Bibirnya tersenyum tipis, membuat dimple di pipinya terlihat. Rambut poni-nya juga tergerai oleh angin, mengungkapkan keningnya yang menarik. Karisma yang memancar darinya, membuatku tak bisa mengalihkan pandangan.

"Lin?"

Aku sedikit tersentak saat Raisya menepuk tanganku. Aku pun menoleh, tersenyum padanya. "Kenapa, Rai?"

"Lo lagi merhatiin Juan?"

Rasanya jantungku berpacu dengan cepat lagi saat mendengar Raisya bertanya. Apalagi saat menatap mata anak itu seperti mengintimidasi. Ah, Lin! Baru juga beberapa menit di kelas ini!

"Iya, Rai. Dia kan lagi di depan?" Tepat kan, jawabanku? Untung aku bisa langsung menemukan jawaban itu tanpa gugup.

Anggukkan kepala dari Raisya membuatku merasa lega. Aku masih memandang gadis di hadapanku ini yang sekarang menatap ke depan, ke arah lelaki bernama Juan tadi. Tak sadar, aku pun jadi menatapnya lagi.

"Anak-anak, tugasnya sudah Ibu share ke Juandra, ya. Selamat mengerjakan, dan ingat! Jangan berisik!" kata Bu Rena sebelum keluar dari kelas ini.

Seisi kelas mengangguk. Di depan sana, Juandra masih memperhatikan lembaran demi lembaran buku paket yang diberikan Bu Rena. Oh, Tuhan! Padahal aku hanya melihat dia fokus, tapi jantungku kembali berpacu cepat! Damage-nya, luar biasa!

"Juandra itu ketua kelas kita, Lin. Anak jurnal, band, futsal juga. Kelas sepuluh kemarin, dia dapat juara umum pararel. Banyak yang suka sama dia."

Aku langsung menoleh, mencoba menemukan kebohongan di wajah Raisya. Namun nihil, tidak ada. Apa memang ada orang se-ambis Juandra?

"Kamu suka sama dia, Rai?" tanyaku tiba-tiba, aku merasa Raisya seperti itu.

Raisya langsung menoleh padaku. "Gue gak termasuk ke dalam orang-orang yang suka Juan, Lin! Gue ngasih tau lo aja! Siapa tau lo pengin gebet dia juga. Ops ... hehe." Gadis itu menutup mulutnya seraya tertawa pelan.

Mataku lantas membulat menatap Raisya. "Aku baru masuk lho, Rai! Ada-ada aja kamu!"

"Bercanda, Lin! Mata lo tadi fokus banget natap Juan soalnya!" Raisya masih tertawa pelan saat mengucapkan itu.

Luka yang Tak Terucap √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang