Empat; Ketahuan Raisya

43 5 16
                                    

Decakan jantung dengan ritme cepat masih ku rasakan ketika sampai di rumah. Hari ini, Juan kembali mengantarkanku pulang, sambil berbincang di sepanjang jalan seperti kemarin. Semakin banyak hal yang kuketahui tentang seorang Juandra Pradipta.

Rasa yang sebelumnya selalu kurasakan sendiri, sekarang seperti saling membalas. Entah itu dalam percakapan, antusiasme, pemikiran yang sejalan, dan ... rasa suka? Entahlah, aku merasa dapat jackpot jika Juan merasakan rasa suka sepertiku. Sebelumnya, diriku memang seorang gadis yang selalu bertepuk sebelah tangan rasa cintanya.

Ting!

Suara notif ponselku. Bolehkah aku berharap jika itu Juan? Hahaha ... Zeline-Zeline, sepertinya kamu akan dimabuk asmara seperti Raisya! Tapi, dugaanku memang benar, notif itu dari Juandra.

Juandra Pradipta
| Lin. |
| Besok ekskul futsal ngadain latihan tanding. Kamu mau nonton aku, enggak? Semangatin aku gitu, biar semangat. Heheh. |

Aku langsung membalikkan tubuh, meneggelamkan kepalaku ke kasur sembari meremas selimut lalu memukul-mukulnya. Sungguh, rasanya senang sekali Juan mengatakan ingin disemangati olehku. Aku tak sabar besok!

Tak mau senang berlebihan, aku mulai mengatur napas, kembali menghidupkan ponselku yang masih di room chat Juandra. Dia masih online, lagi-lagi aku merasa dia menunggu jawabanku.

“Okay, Zeline. Stay cool ... stay cool,” kataku. Memang harus begitu, kan?

Adzeline Valerie
| Pulang sekolah? |
| Boleh, Juan. |

Juandra Pradipta
| Iya, pulang sekolah. |
| Makasih, Zeline! |

Adzeline Valerie
| Sama-sama, Juan. |

Juandra Pradipta
| Okay, Lin! |
| Udah masuk jam tidur kamu, ya? |
| Istirahat gih, pasti kamu capek. |
| Makasih ya, buat hari ini! |

Aaarrgghh!! Juan! Kamu kok bisa tau? Okay Zeline, inhale exhale ... jangan kesenangan dulu! Tenang Zeline, tenang.

Adzeline Valerie
| Tau aja kamu, hehe. |
| Okay, Juan. Kamu juga, ya. |
| Good night. |

Juandra Pradipta
| Harus tau dong! Hehe. |
| Okay. Good night too, Adzeline. |

Sepertinya ini adalah salah satu malam yang membuatku tak bisa tertidur cepat!

~oO0Oo~

Seperti yang dikatakan Juan semalam, sore ini anak futsal SMA Harapan Bangsa sedang mengadakan latihan tanding bersama SMA kota sebelah. Di sini aku duduk bersama Raisya, ternyata Zaki juga mengikuti ekskul yang sama.

“Lo beneran diajakin sama Juan, Lin?” tanya Raisya.

Aku mengangguk. “Iya, Rai. Kenapa emangnya?”

Satu tepukan pelan di bahu membuatku sedikit terkejut. Raisya membulatkan matanya padaku. “Jangan bilang, lo lagi pedekate, tapi nggak bilang-bilang sama gue?!”

Aku langsung tertawa mendengar pertanyaan Raisya. “Memangnya harus bilang kamu dulu, Rai?” jahilku.

Pertanyaan itu berhasil membuat Raisya mengerutkan kening, lalu langsung melepaskan tangannya di bahuku. “Jadi lo enggak nganggap gue gitu, Lin?”

Kini aku yang menepuk bahu Raisya. “Bercanda! Hahaha ... aku enggak ada apa-apa kok, sama Juan. Cuma, emang lagi kebetulan aja sekarang jadi deket. Kemarin aku ditawarin masuk ekskul band soalnya.”

Mata Raisya memicing menatapku. “Yang bener?”

Aku tertawa lagi melihat ekspresi Raisya. “Bener, Rai!”

“Jujur aja!”

“Aku jujur, kok!”

“Gue bisa baca raut seseorang tau, Lin! Gue tau lo boong, kan?!” Raisya menggeser tubuhnya agar lebih dekat denganku. Gadis itu masih menampilkan ekpresi yang sama.

Rasanya, aku bingung harus menjawab apa. Mataku menoleh ke arah lapangan, berniat untuk memikirkan jawaban. Namun, yang kulihat malah pesona Juan yang sudah rapih dengan seragam futsal warna birunya. Kepalanya memakai headband, menambah karisma yang dimilikinya.

“Nah kan ... lagi merhatiin Juan, 'kan.”

Aku langsung menoleh pada Raisya, berniat akan menyangkal pemikiran gadis itu. Namun sepertinya sudah terlambat. Aku tertangkap basah lagi! Zeline-Zeline ....

“Lin, aku tunggu kamu cerita nanti malam, ya.”

Aku hanya menghela napas lalu mengangguk pelan dengan senyuman malu. Aku rasa, memang sudah waktunya untuk terbuka pada orang lain tentang perasaanku selain mama.

Prit!

Pertandingan dimulai, aku lihat para pemain mulai menyuguhkan permainan yang apik. Di sana, Juan yang menurutku menjadi bintang. Cowok itu memang memiliki banyak talenta, tidak ada hobi yang dilakukan dengan setengah-setengah olehnya. Semuanya Juan kuasai.

Kulihat Juan sedang menguasai bola cukup lama sekarang. Dan karena itu, aku jadi menyadari bahwa banyak sekali penggemarnya. Di seberang lapangan sana, terdengar nama Juan bersahutan kencang. Aku jadi semakin berpikir, untuk apa Juan mengajakku menonton futsal? Apakah semangat dari perempuan-perempuan itu tidak cukup?

Atau ....

“Goal!!”

Juan yang mencetak poin.

Satu hal yang tak pernah aku bayangkan akan ada di bagian hidupku, dan satu hal juga yang tak pernah aku pikirkan akan dilakukan oleh seorang bernama Juandra Pradipta.

Juan sedang menatapku, sambil tersenyum manis dengan jarinya yang membentuk huruf A.

___TBC___

Hai-hai! Makasih sudah setia membaca! Jangan lupa vote-nya! <3

Luka yang Tak Terucap √Where stories live. Discover now