Dua; Malam Itu

56 8 8
                                    

Gemercik suara gerimis masih terdengar di luar sana. Ponsel yang sedang diisi daya, kulepaskan lalu beranjak duduk ke kasur. Semuanya sudah beres, aku mulai merebahkan tubuh sambil mengeratkan selimut, malam ini lumayan dingin.

Ting!

Ponselku berbunyi, ternyata Rai yang menghubungi. Keningku langsung mengerut setelah membaca pesan dari Rai. Apa-apaan Rai ini? Dia memberiku nomor Juan!

Raisya
| 👤Juandra Pradipta |
| Lin, ini nomor Juan. Ayo crush-in,
biar gue punya temen ngebucin! |

Aku hanya meresponnya dengan stiker menangis, rasanya tidak ada energi untuk menyangkal Rai. Aku baru sadar, ternyata tujuan dia mengenalkan Juan padaku agar ada teman bucin. Hahah bisa saja!

Helaan napas panjangku terdengar bersamaan dengan ponsel yang aku singkirkan setelah menyimpan nomor Juan. Kini di pikiranku ada sepercik memori siang tadi, di mana Juan dengan suara menariknya mengajakku mengobrol seperti sudah kenal lama.

Ting!

Aduh! Itu pasti Raisya! Awalnya aku hanya menatap ponsel itu dengan pasrah, namun setelah dirasa ada energi untuk meladeni Raisya, aku langsung mengambil ponsel itu.

Juandra Pradipta
| Hai, Zeline? Ini Juan. |
| Juan dapat nomor Zeline dari Bu Rena. |

Aku tentu terkejut sampai langsung terbangun, duduk menatap layar dengan mata membulat dan mulut sedikit terbuka. Bisa-bisanya Juan meminta nomorku pada Bu Rena?!

Adzeline Valerie
|Hai juga, Juan. |
|Oh iya, hehe. |

Aku menghela napas sebelum merebahkan lagi tubuhku, menenangkan diri yang sejak pagi banyak terkejutnya ini. Sambil melihat Juan mengetik, aku menelan ludah, memikirkan ada perlu apa Juan menghubungiku malam-malam seperti ini? Apa ada ucapanku yang salah ketika bersamanya siang tadi?

Juandra Pradipta
| Iya, Lin. |
| Kamu tugas Pak Bambang udah belum? |

Hembusan napas lega langsung terdengar. Ternyata Juan menanyakan tugas. Aku memang sering kali berpikir tentang ucapanku pada orang lain. Tapi jika terlalu memikirkan, berbahaya juga, ya. Padahal tidak ada yang salah.

Adzeline Valerie
| Aku udah, Juan. |

Juandra Pradipta
| Wah, bau-bau bukan tim deadline, nih. |

Adzeline Valerie
| Hehe. |
| Emangnya Juan belum? |

Juandra Pradipta
| Tugasnya dikumpul 5 hari lagi. |
| Masih lama buatku yang tim deadline. |

Senyum manisku tercipta setelah membacanya, aku membalikkan tubuh ke samping, masih dengan senyuman yang tercipta dengan pikiran yang berkelana. Aku bingung, rasanya bahagia sekali bisa mengenal Juan.

"Lin?"

"Iya, Juan?"

Aku melihat Juan di kaca spion sedang menatapku juga. Tak lama memang, tapi jantungku kembali berpacu cepat. Apalagi, setelah mengingat tadi sudah mengobrol banyak. Tentang selera musik yang sama, hobi menghias feed Instagram, menyukai suasana hujan dan sama-sama maniak pedas.

"Kita banyak kesamaan ya, ternyata."

Aku hanya tersenyum, masih menatap mata indah Juan di kaca spion. Hatiku merasa bahagia hari ini. Setelah bertemu Raisya dan Zaki, ternyata Juan juga orang yang baik dan pengertian. Walau baru mengenal, aku merasa melihat ketulusan dari semuanya.

Luka yang Tak Terucap √Where stories live. Discover now