Enam; Baru Seperti Ini

30 6 12
                                    

"Cie, diliat-liat makin deket aja lo, Lin."

Aku tertawa mendengar ucapan Raisya di seberang sana. Malam ini gerimis, aku sedang duduk di balkon kamar sambil meminum segelas teh hangat, ditemani Raisya yang menelponku malam-malam.

"Menurut kamu, Juan gimana?" tanyaku kemudian.

"Gimana ya, kayaknya dia emang suka sama lo, deh. Sama-sama suka pada pandangan pertama. Hahahahah."

Aku tertawa lagi mendengar ucapan Raisya. "Jago banget ya kamu, Rai."

"Iya, dong. Hahahah."

Aku mengulas senyum memandang gerimis yang masih setia menemani malam ini. Meski hawa dingin berusaha merasuk, namun aku tetap duduk. Rasanya tenang sekali menikmati suasana seperti ini, apalagi setelah terka-menerkaku tentang sikap Juan bersama Rai.

"Lin." Raisya kembali bersuara.

"Kenapa?"

"Sebelumnya, gue bukan bermaksud matahin hati lo, ya. Ini cuma saran gue aja."

Aku menganggukkan kepala walau Raisya tak melihatnya. Diriku juga hanya diam, menunggu Raisya melanjutkan ucapannya.

"Jangan terlalu jatuh, Lin. Gue takut lo sakit hati. Buruk sangka emang gak boleh, tapi waspada itu perlu. Gue takut aja si Juan cuma mainin lo. Ya, walaupun gue tau dia anak baik, tapi tetap aja gue masih was-was."

Senyuman langsung terukir lagi di wajahku, hatiku menghangat mendengarnya. "Ya ampun, Rai. Makasih ya, udah ngingetin. Iya, aku ngerti kok maksud kamu. Jangan minta maaf ...."

"Heheh ... syukur deh kalo lo ngerti. Gue juga waspada kok, sama Zaki."

"Iya, Rai," balasku sambil tertawa.

Malam ini sangat menyenangkan karena Raisya setelah itu bercerita tentang pengalaman lucunya di sekolah, menemani malam-malamku yang biasanya ditemani oleh Juan.

Juan ke mana, ya? Entah mengapa cowok itu tidak menghubungiku malam ini.

~oO0Oo~

Ucapan Raisya semalam sepertinya memang harus kulakukan, Juan yang tidak menghubungiku semalam, berlanjut belum menyapaku di sekolah sampai jam pulang seperti ini. Aku jadi bingung, apa aku terlalu menganggap Juan berlebihan, ya? Atau ... Juan sedang ada masalah?

Huft ... rasanya aneh sekali. Benar kata postingan yang tidak sengaja lewat di beranda Instagramku tempo lalu. Katanya, jangan kesenangan dulu, siapa tahu hari ini dia menganggapmu spesial, namun hari berikutnya menganggapmu tidak ada.

Sangat menggambarkan keadaanku saat ini.

"Pulang bareng siapa?" Raisya bertanya setelah membereskan semua barang-barangnya ke tas.

Aku menoleh dulu ke tempat Juan, sekadar memastikan apakah orangnya masih ada di sana? Namun ternyata, Juan sudah lebih dulu pulang. Atau hari ini ada kumpulan jurnal lagi seperti kemarin?

Oh ya, apa Juan marah karena aku tidak bisa hadir melihatnya di klub jurnal? Aduh ... aku benci diriku yang selalu bertanya salah apa.

"Juan sama Zaki kumpulan jurnal lagi, Lin. Kangen ya lo?"

Dan terjadi lagi, Raisya seperti memahami gerak-gerik diriku. Aku tersenyum, beranjak mendekati Raisya yang akan berjalan keluar kelas.

"Ayahku lagi sibuk, Rai. Enggak bisa jemput," kataku, menjawab pertanyaan Raisya tadi.

Raisya menoleh. "Yah ... gue juga gak bawa kendaraan, nebeng sama Zaki. Kalo lo mau, gue nyuruh Juan anterin lo pulang, deh."

Luka yang Tak Terucap √Donde viven las historias. Descúbrelo ahora