34. SEPENGGAL KISAH TAK TERLUPAKAN

781 69 2
                                    

34. SEPENGGAL KISAH TAK TERLUPAKAN

***

Tahun 2022

Al mengernyit bingung saat ia melangkah menghampiri Langit di kamarnya. Kakaknya itu sedang menggunting sesuatu di atas kasur dengan raut wajah yang serius. Rasa penasaran Al menggiringnya untuk melihat apa yang sedang kakaknya itu lakukan selarut ini. 

"Kenapa fotonya digunting, Bang?" tanya Al membungkukkan tubuhnya agar ia bisa melihat lebih dekat. 

"Biar muat di dompet," kata Langit tersenyum puas. Ia menunjukkan hasil karyanya pada sang adik. "Kalo gini kan, bagus. Ada foto keluarga kita waktu Abang umur 4 tahun dan di sebelahnya ada foto kita waktu kelulusan kamu tadi."

Langit menatap bangga hasil karya pada dompetnya yang turun temurun dari sang ayah itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit menatap bangga hasil karya pada dompetnya yang turun temurun dari sang ayah itu. Al kemudian duduk di samping Langit ikut mengamati dan mengenang memori itu bersama-sama. 

"Kamu tahu, Al? Baru kali ini Abang mgerasain gimana rasanya jadi orang tua yang ikut kelulusan anaknya. Ya ... walaupun Abang telat dikit karena upacara penutupan yang lama banget, tapi sama sekali nggak melunturkan rasa bangga Abang ke kamu," ungkap Langit merangkul Al agar adiknya itu semakin dekat dengannya. 

"Apalagi waktu nama kamu dipanggil sebagai juara satu. Beeuhh ... rasa senangnya melebihi Abang yang dapet medali emas turnamen voli di waktu yang sama," ucapnya lagi tersenyum mengusap kepala Al. 

Al membalas perkataan Langit dengan menyunggingkan sedikit bibirnya ke atas. Ia melihat jelas betapa kedua mata itu berbinar tanpa dibuat-buat. 

Meskipun tidak ada orang tuanya yang datang, namun kehadiran Langit benar-benar membantunya. Tawa kecil Al tiba-tiba meluncur saat ingatannya terulang kembali pada kejadian tadi siang yang seolah bergerak di dalam foto itu. 

"Kenapa kamu ketawa?" Langit mengerutkan wajahnya. "Muka Abang lucu ya? Emang sih, buktinya pulang-pulang Abang kayak lagi jualan bunga saking banyaknya yang ngasih bunga ke Abang. Entah itu guru ataupun wali murid temen kamu." 

Al menggeleng tidak bisa menyangkal ucapan Langit. Tingkat kepedean sang kakak melebihi tinggi tower di Dubai. 

Bagaimana Al tidak bisa menahan tawanya? Langit datang di saat-saat terakhir sesi acara yaitu saat penyerahan hadiah kepada siswa yang berprestasi.

Al nyaris hopeless ketika semua temannya datang dan maju bersama wali mereka masing-masing. Bahkan gurunya sempat menawarkan diri untuk mendampingi, tapi Al menolaknya. 

Al yakin kakaknya akan datang. Langit sudah berjanji padanya. Walaupun hari ini timnya melaju ke final di turnamen nasional, namun Langit dengan mudahnya memberikan janjinya kepada Al. 

Keyakinan Al terbayarkan tuntas sesaat setelah namanya dipanggil untuk naik ke atas panggung. Langit berlari memasuki gedung dengan napas terengah-engah dan sebuah medali emas terkalung di lehernya. 

Blue SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang