Hafizah dan Pramutama Bar: 5

77 18 1
                                    

Wanda pergi ke kantin kampus saat waktu kuliah berakhir bersama seorang temannya, Firda Fitrianti. Beberapa temannya yang lain langsung pulang setelah kuliah terakhir ini sementara Wanda dan Firda ada satu mata kuliah lagi nanti sore. Wanda dan Firda makan siang dengan bakso.

Firda adalah salah satu teman yang pergi ke wisuda tahfiz Al-Qur'an Wanda. Firda tahu soal Luther, teman Wanda, seorang pramutama bar. Firda mengajak mengobrol Wanda, "Wanda, kamu masih suka pergi ke bar yang kamu pernah ceritain itu?"

"Masih. Cukup sering, satu atau dua hari di tiap minggu, tapi kadang-kadang tidak ke sana kalau ada ujian atau tugas numpuk."

"Kamu pergi ke bar itu lagi, gak, akhir-akhir ini?"

"Iya. Hari Selasa kemarin, waktu tidak ada kuliah," jawab Wanda. Sekarang hari Jumat.

"Oh, beberapa hari lalu."

"Kenapa, Firda? Mau ikut?"

Firda menggeleng. "Enggak. Aku cuma mau ngomongin sesuatu."

"Soal apa?"

Firda mendelik, menunjuk dengan ekor matanya. Wanda melihat arah yang dimaksud Firda. Tiga meja dari mereka, ada sebuah meja yang diisi beberapa mahasiswa Teknik Pangan, teman-teman sejurusan Wanda dan Firda.

"Tony," Firda menyebut salah satu nama mahasiswa teman sejurusan Teknik Pangan. Tony, yang berambut hitam gaya cepmek dan berjaket denim biru, merupakan salah satu mahasiswa yang sedang duduk di meja yang ditunjuk Firda bersama mahasiswa lainnya. "Dia tahu kalau kamu suka pergi ke bar. Terus, dia ngomongin kamu yang aneh-aneh, spekulatif, padahal aku tahu kalau dia sebenernya suka sama kamu."

"Tony tahu detailnya saya pergi ke bar?"

"Yah, dia pikir, kamu suka pergi ke bar karena stres kuliah, 'Kenapa gak curhat ke teman-teman aja?', 'Jangan-jangan, Wanda ke bar buat minum arak atau anggur yang bisa buat bantu belajar pelajaran dan menghafal Al-Qur'an, kayak Pangeran Diponegoro kalau mau perang'. Aneh, kan?!" Firda bercerita.

"Bercanda amat! Pangeran Diponegoro tidak minum arak," tanggap Wanda disertai dengusan.

"Ya makanya!"

Wanda menyuap satu butir bakso ke mulutnya. Setelah mengunyah dan menelannya, Wanda lanjut bertanya, "Apa Tony tahu tentang Mas Luther?"

"Keliatannya, sih, belum tahu tentang Bang Luther. Kalau dia tahu soal Bang Luther, wah, bisa jadi tambah cemburu dia."

"Yah, Tony bisa menjelek-jelekkan saya asalkan tidak menjelek-jelekkan Mas Luther. Mas Luther tidak ada sangkut pautnya dan tidak terlibat dalam perkuliahan."

Firda memotong sebuah bakso besar menjadi empat bagian lalu dia menyendok salah satu bagiannya. "Kamu suka Bang Luther, ya?" Firda memasukkan potongan baksonya ke mulut.

Wanda mendongak dari melihat mangkuk baksonya dan mengangkat sebelah alis saat mendengar pertanyaan itu. "Ah, tidak yang seperti itu. Mas Luther adalah teman yang baik."

"Yakin? Ya sudah. Tapi, kalau kamu suka yang seperti itu, gak ada yang bisa nyalahin kamu sesungguhnya."

Firda lanjut memakan potongan-potongan bakso yang lainnya. Wanda pun telah menghabiskan baksonya. "Tidak ada yang bisa menyalahkan?" Wanda mengulang.

Firda menggeleng. "Enggak, Wanda. Aku ngakuin, Bang Luther orang yang keren. Wajar kalau kamu suka."

***

Selepas kuliah, Wanda bergegas pergi dengan motornya ke sebuah coworking space. Wanda harus langsung membuat jurnal persiapan praktikum. Praktikumnya dijadwalkan hari Senin dan Wanda adalah orang yang ingin segera menyelesaikan tugas. Tidak seperti orang-orang lain yang mendengarkan lagu-lagu, musik klasik, suara alam, atau suara berwarna (coloured noise), seperti white noise, brown noise, atau pink noise, untuk menambah semangat saat mengerjakan tugas, Wanda mendengarkan murattal, lantunan surat-surat Al-Qur'an dari qari atau qariah favoritnya, selama mengerjakan jurnal persiapan praktikumnya. Menurutnya, mendengarkan murattal saat belajar atau mengerjakan tugas membuatnya lebih berkonsentrasi dan membantu menjaga hafalan Al-Qur'annya supaya tidak terlupa.

Kalau Wanda mau bertemu Luther pada hari Minggu, Wanda pun harus cepat menyelesaikan jurnal persiapan praktikumnya. Selama mengerjakan jurnal persiapan praktikum di buku tulisnya, relung dada Wanda terasa mencelus dan darahnya berdesir. Percakapannya dengan Firda membayangi benaknya. Apakah Wanda memang menyukai Luther? Bagaimana kalau Mas Luther tidak balik menyukai saya?

Wanda memegangi kepalanya, menyentuh keningnya dengan tangan kiri sementara tangan kanannya terus menulis di atas buku tulis. Matanya berair, Wanda hampir menangis, baik karena kebimbangan maupun karena kesulitan yang dialami Wanda selama menulis jurnal. Bagaimana kalau Mas Luther tidak menyukai saya juga? Apa risikonya? Wanda terus menulis sampai catatan persiapan praktikum di jurnalnya telah selesai dibuat.

Wanda melihat jurnal praktikumnya. Jurnal itu dibuat untuk praktikum mata kuliah Pengolahan Cokelat dan Permen. Pada praktikum selanjutnya, Wanda akan membuat cokelat dari biji buah cokelat. Wanda tahu karena seminggu sebelumnya, Wanda dan teman-temannya menyiapkan biji-biji cokelat yang dikeluarkan dari buah-buah cokelat yang besar-besar yang dibawa dosennya dan diletakkan di atas loyang untuk difermentasi. Wanda teringat ketika dia memegang isi buah cokelat yang berwarna putih. Itu daging buahnya, rasanya manis ketika dicicipi.

Saya tidak bisa ke bar di hari Minggu. Saya tidak akan datang. Wanda memutuskan itu karena suatu ide muncul di pikirannya setelah melihat jurnal persiapan praktikumnya. Ini bisa jadi kejutan. Semoga Mas Luther bisa menunggu.

Hafizah dan Pramutama BarWhere stories live. Discover now